Sejumput Bahagia dalam Lelehan Gelato

Sejumput Bahagia dalam Lelehan Gelato
Oleh: Telly D.*)
Hari itu, Yogyakarta menyambutku dengan angin yang tak terlalu riuh, seolah tahu aku datang bukan hanya untuk berjalan, tapi juga untuk mengingat. Langit cerah, jalanan tak terlalu padat, dan di sisi kiriku, putraku yang kini telah dewasa, melangkah bersama tanpa terburu. Sudah lama kami tak berjalan seperti ini tanpa agenda, tanpa janji dengan siapa pun, hanya kami berdua dan waktu yang seperti berhenti sebentar untuk memberi ruang.
Di sudut kota yang baru dihias dengan mural dan lampu-lampu temaram, kami berhenti di sebuah kafe kecil yang ramai namun hangat. Aroma buah dan susu segar menyelinap dari dalam, mengundang kami masuk tanpa perlu bujuk rayu. Di sanalah gelato menunggu kami tidak dalam bentuk mewah, tidak pula dalam takaran besar, hanya dua scoop kecil dalam cone yang renyah, tapi cukup untuk membangunkan kenangan.
Aku memilih rasa stroberi dan dark chocolate, sementara putraku memilih rasa kelapa dan matcha. Kami duduk di bangku kayu di dalam kafe. Saat suapan pertama menyentuh lidah, aku nyaris menutup mata. Lembutnya gelato bukan seperti es krim biasa yang mengandalkan dingin semata; ia meleleh pelan, membawa rasa yang utuh, jujur, seperti cerita masa lalu yang akhirnya berani diucapkan.
Gelato tak hanya berbeda karena resepnya, tapi karena niat di balik pembuatannya. Ia dibuat lebih perlahan, dengan udara lebih sedikit, seolah ingin mengajak kita menikmati setiap detik yang dilalui, bukan tergesa menikmati dingin yang akan cepat hilang. Dan hari itu, aku merasa, gelato kami seperti meniru perjalanan kami sendiri pelan, tapi penuh makna.

Es Krim Gelato rasa stroberi dan dark chocolate. Foto: Dokumen Pribadi
Ada hal yang tak bisa dicapai oleh kata-kata: rasa bahagia yang sederhana namun dalam, ketika seorang ibu bisa duduk santai bersama putranya, berbagi tawa kecil, bercakap tanpa tujuan, sambil membiarkan gelato mencair di sela percakapan. Sudah lama aku tak merasakan ini. Biasanya kami bertemu dalam suasana sibuk, dengan percakapan yang dikalahkan oleh waktu dan tanggung jawab.
Aku teringat sejarah es krim bagaimana dahulu Kaisar Nero mengutus orang mencari salju dari pegunungan hanya untuk dicampur dengan buah dan madu, demi mendapatkan sensasi dingin yang segar. Atau cerita tentang Marco Polo yang membawa pulang resep dari Timur dan memperkenalkannya pada Eropa. Kini, ribuan tahun kemudian, di sebuah kota bernama Yogyakarta, aku duduk bersama anakku, menikmati hasil dari perjalanan sejarah yang panjang itu, yang kini hadir dalam bentuk gelato yang halus dan nikmat.

Menikmati Es Krim Gelato rasa stroberi dan dark chocolate. Foto: Dokumen Pribadi
Momen itu tak muluk-muluk. Tapi di situlah letak keajaibannya. Tak ada yang mewah, namun aku merasa kaya. Tak ada pesta, tapi hatiku berpesta. Kami tidak membicarakan hal-hal besar hanya tentang rasa gelato yang aneh tapi enak, tentang sepatu yang nyaman untuk jalan jauh, dan tentang betapa kota ini berubah. Tapi di sela tawa dan gumaman itu, aku tahu: aku tengah menjalani babak paling manis dalam hidupku.

Putra Saya Menikmati Es Krim Gelato rasa kelapa dan matcha. Foto: Dokumen Pribadi
Gelato, bagiku menjadi simbol dari apa yang terlalu sering kita lupakan: bahwa kebahagiaan tak harus datang dari hal besar. Ia bisa muncul dari dua scoop es krim, langkah kaki yang tak terburu, dan keberadaan orang yang kita sayangi, tepat di samping kita. Seperti gelato yang meleleh perlahan, kebahagiaan pun hadir dalam jeda dalam detik-detik sederhana yang kita beri makna.
Dan saat kami selesai, cone di tangan tinggal sisa, dan matahari mulai turun perlahan, aku menatap putraku dan berkata, “Terima kasih sudah berjalan bersamaku hari ini.” Ia tersenyum kecil dan menjawab, “Aku pun senang. Sudah lama ya, kita tak seperti ini.”
Ya, sudah terlalu lama.
Tapi hari itu, kami kembali. Bukan ke masa lalu, bukan ke masa depan tapi ke rasa syukur yang hangat dan nyata, di tengah hiruk pikuk dunia, yang sesekali bisa berhenti… demi sejumput bahagia dalam lelehan gelato.
Yogyakarta, Juni 2025
*) Telly D. adalah Nama Pena dari Dr. Daswatia Astuty, M.Pd. Kepala PPPPTK Matematika Yogyakarta tahun 2016-2020. Pemerhati Pendidikan, Pekerja sosial Kemanusiaan, Pegiat Literasi, Penasihat Komunitas RVL, penulis dengan 50 judul buku.
July 9, 2025 at 3:28 pm
Reese4348
Promote our brand, reap the rewards—apply to our affiliate program today! https://shorturl.fm/l5SqC