Dunia Seperti Apa yang Kita Wariskan?
Dunia Seperti Apa yang Kita Wariskan?
Oleh Telly D.
Dunia seperti apa yang akan kita wariskan kepada anak cucu? Pertanyakan ini selalu menghadang ketika melihat tangan-tangan jahat manusia secara sistematis telah merusak dunia ini. Demi keuntungan tidak terbatas. Lingkungan hidup sudah dirusak habis. Tampaknya kapitalisme dan komunisme memiliki prilaku yang sebangun dalam mengeruk keuntungan dan sama-sama merusak lingkungan sekaligus menghinakan manusia.
Akibat yang paling nyata dan dirasakan semua orang di seluruh dunia adalah pemanasan global yang berakibat kekacauan iklim di seluruh dunia. Kekacauan yang bukan saja memporakporandakan lingkungan yang sangat luas, juga menelan korban jiwa yang teramat banyak.
Kerusakan lingkungan itu bisa dilihat secara nyata di negeri ini. Kementerian kehutanan menyatakan bahwa setidaknya 1,1 juta hektar, setara dengan 2% hutan Indonesia rusak dan lenyap setiap tahunnya. Dari 130 juta hutan Indonesia, 42 juta telah lenyap digerus habis. Mengerikan, lebih seram dari film horror yang terseram sekalipun.
Data lain menyebutkan, dari seluruh jumlah hutan di Indonesia, tinggal 23% saja yang masih merupakan hutan primer. Berkurangnya hutan di Indonesia disebabkan keperluan Industri dan pengalihan fungsi. Pembakaran hutan yang terjadi setiap tahun setelah upaya sistematik mengalihkan fungsi hutan.
Di Brazil dan Zaire yang memiliki hutan tropis yang sangat luas, keadaan yang sama terjadi. Berkurangnya hutan di seluruh dunia memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap pemanasan global.
Guru Besar dari Universitas Maryland, Mattew Hansen melakukan penelitian dan membuat peta bumi yang berdasarkan pemantauan satelit. Ia menjelaskan bahwa dunia kehilangan 2,3 juta kilometer persegi hutan priode 2000-2012.
Bukan hanya hutan yang berkurang begitu juga dengan glasier dan salju. Taman Nasional Glasier di Montana pada 1970 memiliki 150 glasier sekarang yang tersisa hanya 27, sementara itu di dataran es terlebar dunia yaitu Greenland, es mencair 52 meter kubik pertahun. Fakta ini lebih besar dan lebih cepat dari perkiraan semula. Bila es di Grennland cair dengan cepat, permukaan laut bisa naik setara 7,2 m karena Grennland memiliki luas 2,5 juta kilometer kubik.
Semua kerusakan ini hanyalah sebagian kecil dari kejahatan manusia yang tak dapat dikendalikan kerakusannya. Bumi dan isinya dikuras habis, bagai milik nenek moyangnya. Mereka luoa bahwa bumi ini juga harus diwariskan kepada anak-anak kita, cucu-cucu kita pelanjut keberadaan manusia.
Lihatlah kerakusan yang sama telah menciptakan kerusakan yang amat mengerikan di seluruh dunia. Orang-orang yang sangat kelaparan, terpaksa menegak air kencingnya sendiri dan air kencing hewan untuk sekedar bertahan hdup.
Sungguh ini dunia yang terluka, tercabik-cabik, berdarah-darah. Dirusakhancurkan oleh mereka yang telah mati nurani. Bersamaan dengan itu tidak sedikit manusia yang menjadi korban. Mati percuma dalam perang saudara di banyak tempat seperti Suriah dan Irak. Penculikan dan terror juga semakin sadis. Pelaku bom bunuh diri ada di mana-mana.
Kerusakan alam, kelaparan, kemiskinan, perang dan terror sungguh tak dapat dikurangi. Sungguh ini bukan dunia yang nyaman dan menyenangkan bagi anak-anak kita, bahkan kejahatan yang berlangsung pada anak-anak pun semakin meningkat serta sadis. Perdagangan anak kini semakin meluas ke berbagai negara.
Dalam dunia yang sakit dan terluka ini anak-anaklah yang menjadi korban paling parah. Mereka adalah korbannya.korban. Korban dari apa yang mereka tak pahami.
Inilah saatnya untuk menggelontorkan rasa cinta. Cinta yang mengejawantah, yang mendarah dagin, yang hadir dalam ruang dan waktu. Dalam ruang hati dan ruang diri. Bukan cinta yang hanya diucap dalam khotbah, pidato dan ditulis dengan tinta emas pada lembar resmi dokumen negara.
Cinta yang hidup dan menhidupi. Cinta yang melindungi. Memerhatikan dan memberi harapan. Cinta yang beranjak dari ketulusan dan empati. Cinta yang berakar dan datang dari hati paling murni dan dalam, mengarah memancar ke segala arah dan memekarkan.
Cinta yang tidak dikendalai oleh sekat-sekat, warna kulit, suku, agama, dan kebangsaan, cinta yang menghangatkan dan memekarkan manusia dan kemanusiaan. Cinta yang pamrihnya hanyalah memaknai keberadaan dan kebahagiaan manusia.
Cinta inilah yang dapat membasuh dan meyembuhkan dunia yang terluka parah ini, Cinta yang menjaga dan memelihara keselarasan alam dan manusia. Dunia penuh cinta inilah yang pantas diwariskan pada anak-anak kita karena anak-anak hanya bisa tumbuh dan mekar secara bermartabat dan bermakna dengan dan dalam cinta.
Makassar, 3 Juli 2024
Leave a Reply