Jika Perencanaan Tak Sesuai Harapan

Jika Perencanaan Tak Sesuai Harapan
Oleh: Telly D.
Belanja bahan makanan segar secara online kini menjadi pilihan banyak orang. Praktis, hemat waktu, dan tersedia dalam berbagai platform dengan aneka tawaran menggiurkan. Namun, tidak sedikit keluhan yang mulai muncul, terutama dari pembeli yang memesan ikan, sayur, atau buah untuk kebutuhan acara keluarga. Masalah umum yang kerap terjadi adalah produk segar yang tiba dalam kondisi tak layak konsumsi. Di antara semua komoditas, ikan adalah salah satu yang paling sensitif dan sayangnya, paling sering mengecewakan ketika proses pengiriman tidak berjalan semestinya.
Bayangkan seseorang memesan beberapa jenis ikan untuk sajian makan bersama keluarga, sebuah momen yang mungkin hanya terjadi setiap enam bulan sekali. Semangatnya bukan sekadar untuk menyajikan makanan, tetapi juga untuk mempertemukan kembali rasa dan kenangan dalam satu meja. Ia telah menyiapkan bumbu, merapikan halaman, dan membersihkan meja makan untuk menyambut anak-anak dan cucu. Tapi semua rencana itu terhenti begitu paket ikan dibuka: baunya menyengat, dagingnya lembek, insangnya pucat, dan tak ada sedikit pun tanda kesegaran. Dalam sekejap, rencana pun berubah. Masakan utama yang dinanti tak bisa diwujudkan.
Kebanyakan penjual memang tanggap. Setelah dihubungi, mereka biasanya langsung meminta maaf dan mengembalikan uang pembelian. Secara prosedural, urusan selesai. Uang kembali, masalah dianggap tuntas. Namun kenyataannya tidak sesederhana itu. Karena kerugian yang ditimbulkan bukan hanya nominal belanja. Ada hal-hal lain yang ikut tergerus, yang tak bisa dikembalikan oleh pengembalian dana.
Kerugian yang dirasakan lebih dalam adalah hilangnya momen dan suasana yang telah disiapkan dengan sepenuh hati. Makanan, apalagi yang dimasak untuk keluarga, bukan sekadar isi piring. Ia adalah wujud cinta yang dituang dalam bentuk rasa. Ketika bahan utama rusak, masakan berubah, dan suasana pun tak lagi sama. Mungkin orang lain tidak akan tahu, tidak akan protes, bahkan akan tetap tersenyum. Tapi di dalam hati tuan rumah, ada kecewa yang diam-diam tinggal lebih lama.
Banyak penjual mengandalkan sistem dan prosedur: refund, voucher, atau permintaan maaf. Tapi yang tidak selalu disadari adalah bahwa barang yang dijual, terutama makanan segar, membawa serta harapan, waktu, dan usaha orang lain. Kesegaran bukan sekadar nilai jual, melainkan janji. Dan ketika janji itu tak ditepati, konsekuensinya lebih luas dari sekadar kerugian materi.
Ini bukan seruan untuk menghukum penjual, tapi ajakan untuk lebih bertanggung jawab. Untuk memperbaiki cara pengemasan, memperketat seleksi barang, dan memastikan jalur pengiriman sesuai standar bahan pangan. Karena yang dipertaruhkan bukan hanya reputasi toko, tapi juga rasa percaya dari pelanggan. Dan sekali kepercayaan itu rusak, sulit untuk diperbaiki hanya dengan permintaan maaf.
Di sisi lain, ini juga pengingat bagi pembeli untuk lebih bijak. Meskipun teknologi memberi kemudahan, ada beberapa hal yang masih lebih baik dilakukan secara langsung. Terutama bila menyangkut momen penting dan orang-orang terkasih. Melihat langsung kesegaran mata ikan di pasar tradisional mungkin terasa merepotkan, tapi ada jaminan yang tidak bisa diberikan oleh layar ponsel; kejelasan dan ketenangan hati.
Kisah-kisah kecil seperti ini mungkin tidak dianggap penting dalam skala besar. Tapi bagi mereka yang menjadikan masakan sebagai bahasa cinta, satu bahan yang rusak bisa merusak seluruh cerita. Dan kerugian semacam itu, tak bisa dinilai dalam bentuk angka.
Makassar, Juni 2025
Leave a Reply