Catatan Kecil Kartini dan Hardiknas
Catatan Kecil
Kartini dan Hardiknas
Oleh Telly D.
“Sebuah bangsa akan maju jika setiap anaknya memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pendidikan yang berkualitas.” R.A. Kartini.
“Pendidikan adalah ladang, dan kita sebagai pendidik adalah petani yang bertanggung jawab untuk merawat dan menyuburkan benih-benih kebaikan dalam setiap anak.” – Ki Hajar Dewantara
Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional memainkan peran penting dalam membentuk landasan pendidikan dan kesetaraan di Indonesia.
Hari Kartini, yang jatuh pada tanggal 21 April, adalah momen untuk menghormati perjuangan R.A. Kartini, pahlawan emansipasi wanita Indonesia. Sedangkan, Hari Pendidikan Nasional, yang jatuh pada tanggal 2 Mei, memperingati perjuangan Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia.
Kartini, memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan mencapai potensi terbaiknya. Dia adalah simbol perjuangan melawan ketidaksetaraan gender dalam pendidikan, yang pada saat itu masih merupakan masalah serius di Indonesia. Kartini menginspirasi banyak orang dengan keberaniannya dan visinya untuk mengubah paradigma sosial terkait pendidikan dan peran perempuan dalam masyarakat.
Di sisi lain, Ki Hajar Dewantara, dengan filosofinya yang terkenal, “Tut Wuri Handayani,” menekankan pentingnya pendidikan karakter dan kemerdekaan belajar bagi generasi penerus bangsa. Dia berjuang untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan merangsang minat belajar anak-anak. Filosofi “Tut Wuri Handayani” memandang guru sebagai pemandu yang membimbing siswa untuk mengembangkan potensi mereka secara optimal.
Kedua perayaan ini memiliki esensi yang saling terkait dan saling mendukung.
Pertama, keduanya menekankan pentingnya kesetaraan dalam pendidikan. Kartini memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan, sementara Ki Hajar Dewantara mempromosikan pendidikan yang berpusat pada anak dan mengakui nilai-nilai kemanusiaan yang setara bagi semua individu.
Kedua, mereka berusaha membangun generasi penerus yang berkarakter dan cerdas. Perempuan yang dididik memiliki potensi untuk berkontribusi secara signifikan pada pembangunan sosial dan ekonomi. Demikian pula, pendidikan yang bermutu dan berorientasi pada karakter membentuk fondasi yang kuat bagi kemajuan bangsa.
Kondisi pendidikan di Indonesia sekarang berada dalam tahapan pengembangan yang dinamis. Banyak kemajuan yang telah dicapai dalam pendidikan.
– Peningkatan Angka Melek Huruf: Data BPS (2020) menunjukkan peningkatan Angka Melek Huruf (AMH) penduduk usia 15 tahun ke atas, yang mencapai 96,80%.
– Peningkatan Akses Pendidikan: Jumlah sekolah dan lembaga pendidikan terus bertambah, terutama di daerah terpencil. Hal ini mempermudah akses anak-anak untuk mendapatkan pendidikan.
– Meningkatnya Kesadaran Masyarakat: Masyarakat semakin menyadari pentingnya pendidikan, terlihat dari meningkatnya jumlah anak yang melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
– Pemanfaatan Teknologi: Teknologi digital mulai dimanfaatkan dalam pembelajaran, meski belum merata di semua wilayah.
Namun tantangan juga masih menghadang
– Ketimpangan akses: Kesenjangan akses pendidikan antara daerah maju dan tertinggal, serta antara kelompok kaya dan miskin, masih terjadi.
– Kualitas pendidikan yang belum merata: Prestasi belajar siswa Indonesia dalam skor PISA (Programme for International Student Assessment) masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara.
– Ketimpangan gender: Anak perempuan masih tertinggal dalam hal akses, kualitas, dan kesetaraan pendidikan dibandingkan dengan anak laki-laki.
– Guru yang belum berkualitas: Distribusi guru yang tidak merata dan kurangnya guru yang berkualitas, terutama di daerah terpencil, menjadi kendala dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Menurut laporan UNESCO, kurangnya pendidik yang berkualitas dan pelatihan yang tepat telah menjadi kendala serius dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
– Kurikulum yang kurang relevan: Kurikulum pendidikan dinilai kurang fokus pada pengembangan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas, dan komunikasi.
– Dampak era digital: Keterbatasan akses internet dan teknologi di beberapa daerah menghambat pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran. Konten negatif di internet juga menjadi ancaman bagi perilaku dan moral anak didik.
Kondisi ini menuntut berbagai pihak untuk bahu membahu dalam mengatasi tantangan dan mewujudkan pendidikan yang berkualitas, merata, dan inklusif. Pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan anggaran pendidikan, membangun infrastruktur pendidikan, dan meningkatkan kualitas guru. Masyarakat dan keluarga juga berperan penting dalam mendukung pendidikan anak-anak, baik secara moril maupun finansial.
Di lain pihak, kondisi wanita Indonesia saat ini juga telah menunjukkan kemajuan yang signifikan di berbagai bidang.
• Pendidikan: Angka partisipasi perempuan dalam pendidikan terus meningkat, dengan semakin banyak perempuan yang menempuh pendidikan tinggi dan menduduki posisi penting dalam berbagai sektor.
• Ekonomi: Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja terus meningkat, dan semakin banyak perempuan yang menjadi pengusaha dan pemimpin di berbagai perusahaan.
• Kesehatan: Akses dan kualitas layanan kesehatan bagi perempuan juga mengalami peningkatan, dengan angka kematian ibu dan anak menurun.
• Politik: Keterwakilan perempuan dalam politik juga terus meningkat, dengan semakin banyak perempuan yang menduduki kursi legislatif dan eksekutif.
• Kesadaran gender: Kesadaran masyarakat terhadap kesetaraan gender pun semakin meningkat, yang mendorong berbagai upaya untuk menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan.
Namun, tantangan juga masih terus menghadang
• Kekerasan: Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi masalah yang serius, dengan berbagai bentuknya seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan diskriminasi.
• Ketimpangan gaji: Perempuan masih mendapatkan gaji yang lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang sama.
• Stereotipe gender: Stereotipe gender yang masih melekat di masyarakat menghambat perempuan untuk mencapai potensi penuh mereka.
• Keterwakilan perempuan dalam kepemimpinan: Keterwakilan perempuan dalam posisi kepemimpinan masih rendah di berbagai sektor, baik di pemerintahan, swasta, maupun organisasi masyarakat sipil.
• Keterbatasan akses terhadap sumber daya: Perempuan di daerah pedesaan dan terpencil masih memiliki keterbatasan akses terhadap sumber daya seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Data BPS (2022) menunjukkan bahwa APS jenjang SD/MI untuk perempuan sebesar 95,34%, sedangkan untuk laki-laki 95,11%.
Pada jenjang SMP/MTs, APS perempuan sebesar 92,51% dan laki-laki 92,99%.
Sementara di jenjang SMA/SMK/MA, APS perempuan 82,80% dan laki-laki 88,34%.
Tingkat Putus Sekolah:
Data BPS (2022) menunjukkan bahwa tingkat putus sekolah perempuan di SMP/MTs lebih tinggi (7,47%) dibandingkan dengan laki-laki (6,02%).
Pada jenjang SMA/SMK/MA, tingkat putus sekolah perempuan juga lebih tinggi (17,20%) dibandingkan dengan laki-laki (11,66%).
Data APS dan tingkat putus sekolah menunjukkan bahwa anak perempuan masih memiliki akses yang lebih rendah dan lebih rentan putus sekolah dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini menandakan bahwa masih banyak anak perempuan di Indonesia yang belum mendapatkan kesempatan pendidikan yang layak.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor ekonomi: Kemiskinan keluarga, biaya pendidikan yang tinggi, dan kebutuhan anak perempuan untuk membantu pekerjaan rumah tangga.
Faktor budaya: Norma dan tradisi yang lebih mementingkan pendidikan anak laki-laki, pernikahan dini bagi anak perempuan, dan anggapan bahwa perempuan tidak membutuhkan pendidikan tinggi.
Faktor geografis: Kesulitan akses ke sekolah di daerah terpencil, terutama bagi anak perempuan.
Prestasi Belajar:
Data PISA (2018) menunjukkan bahwa skor PISA untuk membaca, matematika, dan sains perempuan Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki.
Hasil UN (2019) juga menunjukkan bahwa nilai rata-rata UN untuk mata pelajaran tertentu seperti matematika dan sains masih lebih rendah untuk perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
Data PISA dan UN menunjukkan bahwa secara umum, prestasi belajar perempuan masih lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan yang diterima anak perempuan masih belum optimal.
Guru dan Tenaga Kependidikan.
Data Kemendikbud (2021) menunjukkan bahwa proporsi guru perempuan di jenjang SD/MI mencapai 64,54%, SMP/MTs 58,28%, dan SMA/SMK/MA 48,52%.
Namun, proporsi perempuan dalam posisi kepemimpinan di sekolah masih rendah.Kurangnya guru perempuan di bidang sains dan matematika memperparah ketimpangan dalam bidang tersebut.
Kurikulum dan Pembelajaran.
Kurangnya representasi perempuan dalam materi pembelajaran dan buku teks.dan metode pembelajaran yang kurang ramah gender.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk mewujudkan kesetaraan gender dan keadilan bagi perempuan di Indonesia. Diperlukan upaya berkelanjutan dari berbagai pihak, seperti pemerintah, masyarakat, organisasi perempuan, dan sektor swasta, untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut.
Dengan semangat Kartini dan upaya bersama, kita dapat membangun Indonesia yang lebih adil dan sejahtera. Kita perlu terus berusaha untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi dalam pendidikan, seperti ketimpangan akses, kualitas pendidikan yang belum merata, dan keterbatasan guru yang berkualitas.
Namun, juga penting untuk terus menanamkan nilai-nilai karakter dan budi pekerti luhur sejak dini kepada anak-anak. Kita perlu mempersiapkan generasi penerus untuk menghadapi era digital dengan membekali mereka dengan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreativitas.
Untuk mengatasi tantangan ini, langkah-langkah konkret dapat diambil.
Pertama, diperlukan investasi yang lebih besar dalam penyediaan infrastruktur pendidikan yang memadai, terutama di daerah-daerah terpencil dan terpinggirkan. Ini termasuk pembangunan sekolah, pelatihan tenaga pendidik, dan penyediaan bahan ajar yang berkualitas.
Kedua, reformasi kurikulum perlu dilakukan untuk memastikan bahwa pendidikan mencakup pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan abad ke-21, termasuk keterampilan digital, keterampilan sosial, dan kreativitas. Ini akan mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan dengan percaya diri dan kompeten.
Ketiga, perlunya meningkatkan literasi digital di kalangan siswa dan guru. Ini termasuk pengembangan program pembelajaran yang mengajarkan penggunaan teknologi dengan bijak dan bertanggung jawab serta menyadari risiko yang terkait dengan internet dan media sosial.
Upaya-upaya yang terarah dan berkelanjutan perlu dilakukan untuk meningkatkan akses, kualitas, dan kesetaraan pendidikan bagi semua anak, tanpa diskriminasi gender. Hal ini penting untuk mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera, dan maju.
Mari bersama-sama mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan merata untuk semua anak, tanpa diskriminasi gender!
Akhirnya, Hari Kartini dan Hari Pendidikan Nasional tidak hanya merupakan peringatan atas perjuangan tokoh-tokoh besar dalam sejarah pendidikan Indonesia, tetapi juga merupakan panggilan untuk terus berjuang demi pendidikan yang lebih baik bagi generasi penerus. Dengan mengatasi tantangan-tantangan yang ada dan tetap mengedepankan semangat perubahan dan inovasi, Indonesia dapat membangun masa depan yang cerah dan sejahtera untuk semua anak-anaknya.
Makassar, 2 Mei 2024
Sumber Data
Badan Pusat Statistik (BPS) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)
Programme for International Student Assessment (PISA) United Nations Children’s Fund (UNICEF)
Bank Dunia Lembaga Penelitian SMERU Indonesia
Leave a Reply