Kejahatan Adalah Kejahatan

Kejahatan Adalah Kejahatan
Oleh Telly D.
Mencengangkan! Mencermati orang-orang yang menjadi terdakwa dan tersangka kasus korupsi yang ditangani KPK. Kita betul-betul dibuat kaget oleh uang dan harta yang mereka miliki, juga gaya hidupnya.
Pada umumnya hidupnya bergaya mewah, berlebih-lebihan. Punya rumah mewah setara istana di banyak tempat. Mobil mewah sampai puluhan. Tanah luas di mana-mana, semua barang yang digunakan merek-merek terkenal dari luar negeri. Punya banyak hubungan dengan wanita cantik dan muda. Malah ada aki-aki yang menikahi anak di bawah umur. Adapula yang berani memberi tips hanya untuk kenalan pada ABG sepuluh juta perak. Hanya untuk kenalan, bo. Ada yang hobinya memberikan mobil mewah kepada para wanita cantik. Tak jelas apa alasan dan motifnya.
Bagi mereka, hidup memang mudah dan menyenangkan. Apa pun dapat dimiliki. Mau apa pun gampang didapatkan. Benar-benar seperti tukang sihir yang menggoyangkan tongkat kecil di tangan bisa menghadirkan apa saja di depan mata.
Bagi para penjahat, hidup ini memang mudah dan menyenangkan. Mengapa? Tak ada aturan yang mereka harus penuhi. Mereka sering membuat aturan-aturan sendiri yang justru bertentangan dengan aturan umum yang dibuat untuk melindungi kepentingan umum.
Penjahat atau orang jahat bisa berbuat seenak hatinya. Mereka memang tidak peduli dengan akibat perbuatan jahat mereka pada orang lain. Mereka hanya berkutat pada kepentingan dan keuntungan sendiri.
Mereka mengembangkan nalar dan moral sendiri. Nalar dan moral yang membenarkan mereka apa pun yang mereka lakukan. Bila sang penjahat itu adalah pejabat, biasanya mereka selalu mengatasnamakan orang banyak atau publik. Mereka mengesankan diri membangun citra sebagai pembela atau memperjuangkan kepentingan orang banyak.
Demikian juga yang membuat hidup mudah dan menyenangkan bagi mereka adalah sirnanya rasa malu dari nuraninya. Mereka bisa dengan bangga memamerkan hasil kejahatannya dan dengan asyik menikmatinya. Mereka sama sekali tidak peduli dengan apa pun yang dikatakan orang tentang prilakunya yang tidak bermoral. Bahkan pada aturan hukum pun mereka tak peduli. Agama tak lebih hanya topeng bagi mereka.
Karena mudah mendapatkan uang, maka mereka selalu mengukur orang lain dengan uang. Mereka merasa bahwa uang bisa mengatur segalanya. Itulah sebabnya mereka hanya baik pada orang tertentu saja, yaitu orang-orang yang bisa mendatangkan keuntungan dan memenuhi kepentingannya.
Nilai-nilai mulia seperti kesetiaan, persaudaraan, silaturahmi, kebaikan dan kepantasan sama sekali tak mereka hiraukan. Atau mereka memberi makna lain dengan semua nilai itu dengan ukuran keuntungan dan kepentingan sendiri. Orang lain dianggap saudara, sahabat dan karib bila memberi keuntungan dan mendukung kepentingannya. Siapa pun yang dirasa tidak dapat memberi keuntungan, bukan saja dianggap musuh, malah harus dimusnahkan sampai tak berbekas sama sekali.
Karena sudah terbiasa berbuat jahat, orang-orang jahat sudah tak merasa bahwa kejahatan yang dilakukan merupakan kejahatan. Tetapi merupakan tindakan sehari-hari yang normal-normal saja. Dalam Al-Qur’an bahkan ditegaskan para penjahat melihat dan merasakan kejahatan yang dilakukannya merupakan perbuatan indah. Kejahatan memang telah membutakan nurani mereka.
Bila dikaitkan dengan penelitian tentang otak, bisa dijelaskan mengapa para penjahat sudah tak merasa kejahatan yang dilakukannya merupakan kejahatan, bahkan dianggap normal bahkan indah. Mereka terlalu sering melakukan kejahatan, mungkin setiap hari. Biasanya dimulai dengan kejahatan-kejahatan kecil. Secara sadar mereka akan terus meningkatkan kualitas kejahatannya, sampai akhirnya kejahatan itu akan menjadi kebiasaan. Karena kejahatan terus menerus dilakukan dengan beragam modus, kejahatan sudah dirasakan sebagai kebutuhan. Terus dilakukan dengan beragam strategi, ujungnya menjadi ketagihan. Pada tingkat inilah kejahatan sudah dirasakan sebagai sesuatu yang niscaya. Pada tingkat inilah kejahatan dirasakan sebagai suatu seni kehidupan, terasalah betapa kejahatan itu indah. Mereka percaya bahwa jahat itu indah.
Para penjahat yang sudah sampai ke tahap ini bahkan sangat bangga dengan kejahatannya. Ebiet G. Ade bilang, bangga dengan dosa-dosa. Kejahatan bagi mereka adalah cara terbaik untuk mengatualisasikan diri.
Kondisi inilah yang membuat para pelacur, jablay, cabe-cabean suka menampilkan diri yang secara nyata menunjukkan bahwa mereka adalah orang yang sangat bangga dengan kejahatannya. Semakin terbuka semakin seksi bajunya semakin banggalah dia.
Mari kita melihat apa yang ditemukan KPK sewaktu menggeledah rumah tersangka dan terdakwa korupsi. Mereka memiliki rumah super mewah dalam jumlah yang luar biasa. Mobil yang super mewah dengan jumlah yang fantastik dan para wanita dari kalangan selebritis atau ABG yang berbau kunyit,
Bahkan salah seorang yang sedang disidang tanpa rasa risih tetap menampilkan pakaian mewah dengan merek terkenal, sama sekali masih bernafsu untuk menunjukkan kemewahan diri. Bagi mereka, kejahatan itu memang indah dan membanggakan. Sungguh rasa malu telah dikuburkan dalam pembuangan sampah.
Namun, bisa dibayangkan saat mereka harus sendiri di bilik-bilik penjara. Jauh dari semua kemewahan dan para pendukung setia. Nama dan wajahnya ditampilkan terus menerus di media cetak dan elektronik. Semua kejahatannya dibeberkan secara terbuka, banyak orang yang menghujat. Apa yang masih tersisa kecuali rasa malu?
Sampai mereka mati, bahkan setelah lama mati, nama mereka tetap disebut sebagai penjahat. Keluarga dan anak cucunya, pasti dikaitkan juga dengan kejahatan yang telah dilakukan.
Kejahatan adalah kejahatan. Orang jahat akan dicatat dalam sejarah sebagai orang jahat, inilah tragisnya. Mereka berbuat jahat dalam jangka pendek, tetapi cap kejahatan itu melekat terus, bahkan setelah mereka mati.
Lihatlah pemberitaan belakangan ini. Saat menteri agama diucapkan sebagai tersangka oleh KPK, media massa kemudian mengingatkan para pembaca atau penonton tentang Menteri Agama yang lebih dulu jadi terdakwa kasus korupsi pada masa lalu. Padahal banyak yang sudah lupa. Demikialah kejahatan memberi kesenangan sementara, tetapi kesengsaraan yang lama.
Makassar, 8 Juli 2024
Leave a Reply