January 2, 2024 in Umum, Uncategorized

Mengasah Keterampilan Menulis dengan Semangat Bushido

Mengasah Keterampilan Menulis dengan Semangat Bushido

Oleh Telly D.


Pagi ini dalam grup WhatsApp, saya membaca tulisan yang berjudul “Bimbingan Menulis dengan Cara Keras atau Lembut.” Tulisan ini ditulis oleh penulis prolifik Much Khoiri. Dia adalah Founder dari komunitas Rumah Virus Literasi (RVL) dimana saya berlindung di bawah naungannya.

Dalam artikel itu dituliskan bahwa, ada dua kelompok penulis yang dibimbingnya, penulis yang memilih pembimbingan dengan “cara keras” dan penulis yang memilih pembimbingan dengan “cara Lembut.”

Tidak ada informasi persentase orang dari kedua cara yang dipilih itu, namun reaksi dari tulisan itu nyaris sebahagian besar orang memilih opsi pembimbingan dengan “cara lembut.”

Bukan hal yang mengherankan, jika orang memilih pembelajaran “cara lembut’’ dibandingkan dengan cara ‘’keras’’. Belajar ‘’cara lembut” seringkali dianggap lebih menyenangkan dan bermakna, karena individu dapat fokus pada minat dan keinginan pribadinya. Sementara belajar “cara keras” dapat menimbulkan rasa kewajiban, dan motivasi yang mungkin tidak selalu berasal dari keinginan pribadi untuk belajar.

Saya jadinya bertanya pada diri sendiri. Apa mungkin hanya saya yang memilih belajar dengan “cara keras?”
Hal itu lebih dikuatkan lagi dengan istilah yang digunakan dalam tulisan itu, istilah yang saya suka katakan jika saya berproses dengan keras yaitu “dikemplang.

Sesungguhnya setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan pendekatan yang efektif dapat bervariasi tergantung pada karakteristik sipembelajar, materi pelajaran, dan tujuan pendidikan itu sendiri.

Pertanyaannya, mengapa saya memilih “cara keras” dalam belajar menulis? Mengapa saya memilih pendekatan yang lebih menekankan pada struktur, disiplin, dan pemenuhan standar tertentu?

Bagi saya, pemilihan “cara keras” sejalan dengan nilai dan karakter dasar yang telah saya miliki. Sebagai seorang atlet karate dengan semangat dan karakteristik “bushido,” saya menemukan bahwa pendekatan belajar dengan “cara keras” lebih sesuai dengan karakter dan tujuan belajar saya.

Dalam dunia bela diri seperti karate, pendekatan yang menekankan disiplin, latihan intensif, dan fokus pada teknik yang presisi adalah hal utama yang sangat penting.

Saya dapat menjelaskan bagaimana mengintegrasi nilai-nilai karakter dari kedua disiplin ini sehingga tidak hanya memperkaya diri saya, tetapi juga memandu pilihan pembimbingan menulis yang saya pilih.

Kedisiplinan sebagai Landasan Utama
Sebagai atlit karate, kedisiplinan adalah fondasi yang tak terbantahkan. Disiplin dalam menjalani latihan, menguasai teknik-teknik khusus, dan mempertahankan kebugaran fisik adalah kunci keberhasilan di atas tatami. Memasukkan nilai kedisiplinan ini dalam dunia menulis menjadi langkah pertama saya menuju integrasi karakter yang kuat.

Pembimbingan “cara keras” menuntut kedisiplinan yang sama, baik dalam menjaga rutinitas menulis, memenuhi tenggat waktu, maupun menghadapi tantangan kreatif. Konsistensi yang dibangun dari latihan karate menjadi katalisator untuk kemajuan bertahap dalam perjalanan menulis saya.

Konsistensi sebagai Pilar Keberhasilan
Konsistensi, sebagaimana diajarkan di matras karate, juga menjadi pilar keberhasilan dalam menulis. Sama seperti setiap gerakan yang diasah berkali-kali, setiap kata yang tertulis adalah langkah menuju keunggulan. Menjalani latihan yang konsisten di dojo membentuk mentalitas untuk terus berusaha dan berkembang.

Demikian pula dalam menulis, konsistensi membuka jalan untuk kemajuan yang berkelanjutan. Tidak hanya dalam hal jumlah tulisan saya, tetapi juga dalam peningkatan kualitas dan kedalaman ide yang diungkapkan.

Ketekunan sebagai Kunci Kreativitas
Karate mengajarkan saya bahwa ketekunan adalah kunci untuk mengatasi rintangan dan mencapai tujuan. Mentalitas ini sangat relevan ketika berhadapan dengan hambatan kreatif dalam menulis. Menemukan solusi yang inovatif dan menghadapi blokade kreatif memerlukan ketekunan yang sama seperti melewati ujian keterampilan dalam seni bela diri.

Ketekunan menjadi kekuatan pendorong untuk menjelajahi ide-ide baru, menanggulangi kekakuan kreatif, dan melibas rintangan dengan tekad yang tak kenal lelah.

Semangat Juang dalam Setiap Kalimat
Semangat juang, yang mewarnai setiap gerakan di tatami, mengalir dengan indah ke dalam setiap kalimat yang saya tulis. Karakteristik ini memberikan dimensi emosional yang mendalam pada tulisan saya, membuatnya lebih dari sekadar rangkaian kata. Dalam menulis, semangat juang membantu saya mengatasi ketidakpastian dan mengeksplorasi lapisan emosional yang mendalam, menciptakan karya yang menginspirasi dan memotivasi pembaca.

Adaptabilitas dalam Berkreasi
Seni bela diri mengajarkan adaptabilitas, keahlian dalam menyesuaikan diri dengan berbagai situasi. Dalam menulis, adaptabilitas menjadi aset berharga. Menggali berbagai gaya penulisan, menyesuaikan tone sesuai dengan tujuan tulisan, dan berani mengambil risiko eksperimen adalah kemampuan yang diperoleh dari adaptabilitas yang ditanamkan dalam latihan seni bela diri.

Teknik dari Tatami ke Tinta
Menguasai teknik-teknik dalam seni bela diri membutuhkan waktu dan dedikasi. Begitu pula dengan menulis, dimana penerapan teknik-teknik penulisan dengan cermat diperlukan. Identifikasi teknik narasi, struktur kalimat yang efektif, dan penggunaan gaya penulisan yang sesuai adalah refleksi dari latihan teknis yang diperoleh dari tatami. Penguasaan teknik memberikan dasar yang kuat untuk mengekspresikan ide dengan jelas dan memikat.

Pertumbuhan Pribadi sebagai Tujuan Akhir
Integrasi nilai-nilai karakter dari karate ke dalam dunia menulis bukanlah sekadar penggabungan dua keahlian. Lebih dari itu, ini adalah perjalanan pertumbuhan pribadi yang mencakup kedalaman emosi, ketangguhan mental, dan penemuan identitas diri. Melalui tulisan, saya menemukan ekspresi unik dari perpaduan nilai-nilai ini, menciptakan narasi yang mencerminkan keberagaman dan kompleksitas pengalaman hidup.

Dengan memilih pembimbingan menulis “cara keras,” saya tidak hanya membawa nilai-nilai karakter sebagai atlit karate ke dalam dunia menulis, tetapi juga merajut keserasian yang memperkaya setiap langkah perjalanan kreatif saya.

Disiplin, konsistensi, ketekunan, semangat juang, adaptabilitas, penguasaan teknik, dan pertumbuhan pribadi—semua nilai ini menjadi fondasi yang saling melengkapi, menciptakan karya yang tidak hanya saya harapkan dapat memukau secara teknis, tetapi juga merentang ke dalam lapisan batin yang mendalam.

Dengan meleburkan kekuatan dari kedua dunia ini, saya menemukan bahwa perjalanan menulis saya bukan hanya tentang bagaimana menulis kata-kata di atas kertas, tetapi juga tentang bagaimana mengeksplorasi diri yang tak terbatas dan pengembangan karakter yang tak ternilai.

Makassar, 1 Januari 2024

Catatan
Kemplang (bahasa jawa) = membanting sesuatu ke lantai.


Dojo (bahasa Jepang) = tempat latihan karate.


Bushido (bahasa Jepang) =Jalan Prajurit atau Kode Etik Prajurit, ini adalah filosofi atau kode moral tradisional yang dianut oleh para samurai di Jepang. Bushido mengandung. nilai-nilai seperti keberanian, kesetiaan, kejujuran, kehormatan, dan penghormatan terhadap keadilan.


Tatami = lantai tradisional anyaman Jepang. Tatami biasanya digunakan sebagai alas permukaan lantai untuk berbagai kegiatan seperti olahraga bela diri, upacara teh, atau sebagai alas tidur di rumah tradisional Jepang.


Matras (Serapan dari bahasa Belanda) = Matras adalah kasur yang tebal dan padat, berisi kapuk, sabut kelapa, atau bahan lainnya. Matras dapat digunakan sebagai alas tidur atau olahraga.




6 Comments

  1. January 2, 2024 at 6:41 am

    Mukminin

    Reply

    Tulisan yang jos ikut kadi pejuang keras “Sudah kuduga sejak awal, Bu Telly akan melesat dalam tulisannya, karena pengaruh pribadinya..” TABIK

    1. January 2, 2024 at 8:18 am

      Telly D

      Reply

      Jehehe perasaan Cak Ini terlibat”menjerumus” kan saya.

  2. January 2, 2024 at 6:03 am

    N. Mimin Rukmini

    Reply

    MasyaAlloh! Tulisan yang selalu memberi kekuatan dan motivasi. Terimakasih Bun! …. Ketekunan menjadi kekuatan pendorong untuk menjelajahi ide-ide baru, menanggulangi kekakuan kreatif, dan melibas rintangan dengan tekad yang tak kenal lelah….Inilah kekuatan yang lebih dari sekadar tulisan

  3. January 2, 2024 at 5:44 am

    Sumintarsih

    Reply

    Melihat sepak terjang Bu Telly, saya percaya kalau Bu Telly ambil jalur yg keras. Luar biasa,

  4. January 2, 2024 at 4:57 am

    Much. Khoiri

    Reply

    Tulisan yang bagus dan inspiratif bagi yang akan menjalani latihan menulis

  5. January 2, 2024 at 4:03 am

    Eva Djuliawati

    Reply

    Great

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree