November 9, 2023 in Jelajah Nusantara, Uncategorized

The House of Captain Cole

The House of Captain Cole
Oleh Telly D.


“Mengunjungi rumah bersejarah adalah seperti membaca buku sejarah dengan kaki kita. Ini adalah cara untuk merenung dan menghargai perjalanan manusia dalam mencari pengetahuan dan kebijaksanaan.” (Carl Thomson)

Pada abad ke-16 dan ke-17 nama “kepulauan rempah-rempah” memiliki arti yang sama dengan pundi-pundi emas bagi para petualang awal Eropa di perairan Pasifik. Selama berabad-abad, tritunggal rempah-rempah yang paling diincar cengkih, pala, dan fuli (bunga pala). Ketiga rempah ini sangat memikat orang Eropa dan bangsa-bangsa asing lainnya sehingga mereka berkompetisi mendatangi kepulauan Maluku.

Pala sendiri merupakan salah satu rempah-rempah terlangka di dunia pada abad ke-17. Ini karena Myristica fragrans (pala) hanya terdapat di kepulauan Banda. Penguasaan atas kepulauan tersebut menjadi sumber konflik, khususnya antara Portugis, Belanda, dan Inggris. Ketiga bangsa Eropa ini berambisi memonopoli perdagangan pala di dunia dengan gaya dan kapasitas masing-masing.

Selama berabad-abad, pala dan fuli telah menjadi komoditi menggiurkan dunia. Fuli merupakan salut biji atau selaput tipis berbentuk jala berwarna merah yang menutupi pala dalam cangkangnya. Fuli ini sering juga disebut bunga pala atau mace.

Pala hanya tumbuh di pulau-pulau karang yang bergunung berapi. Inilah Kepulauan Banda. Kepulauan yang terletak di selatan Pulau Seram. Dari enam pulau yang berada dalam gugusan kepulauan ini, lima di antaranya Banda, Neira, Ai, Run, dan Rozengain merupakan penghasil komoditas pala yang handal.

Rumah Kapten Cole Di Banda Neira. Foto: Dokumen Pribadi


Selain menyegarkan napas, pala digunakan untuk meredakan sakit kepala, dan merupakan obat manjur bagi penderita pencernaan. Bahkan, pada abad ke-16 harga pala meroket ketika para dokter di Inggris pada masa pemerintahan Ratu Elizabeth I menyatakan rempah-rempah tersebut dapat digunakan untuk menyembuhkan wabah pes mematikan yang melanda kawasan Eurasia pada zaman itu.

Karena langka dan mahal, rempah-rempah ini juga digunakan sebagai alat tukar-menukar. Bahkan, begitu berharganya pala di Eropa sehingga pada akhir abad pertengahan dalam jumlah tertentu komoditas tersebut dapat digunakan untuk membeli sebuah rumah atau sebuah kapal (Majalah Intisari edisi 734, 1 November 2023).

Kapten Sir Christopher Cole adalah seorang perwira angkatan laut Britania Raya. Selama masa kejayaannya, dia ditugaskan oleh Kerajaan Inggris dalam perang-perang besar. Termasuk perang Revolusi Amerika (1765-1783), perang Revolusi Prancis (1789-1799), dan perang Napoleon (1803-1815).

Agustus1810 Inggris mengerahkan 2 pasukan besar yang dipimpin langsung oleh Kapten Cole yang mengambil alih monopoli perdagangan rempah-rempah pala dan fuli di Kepulauan Banda.

Banda Neira berhasil ditaklukkan, termasuk pusat pertahanan Belanda di Benteng Belgica pada 10 Agustus 1810. Dari hasil monopoli rempah itulah, Inggris mampu membayar seluruh biaya operasional militernya dalam menginvasi kota-kota utama di Nusantara.

Selama menguasai monopoli rempah-rempah di Banda, Kapten Cole menempati rumah milik seorang parkenier hingga Inggris angkat kaki dari kepualauan Banda setelah perjanjian Inggris-Belanda pada tahun 1814.

Rumah ini yang seringkali disebut Rumah Kapten Cole, yang merupakan tempat penandatanganan perjanjian penyerahan Pulau Manhattan dari Belanda kepada Inggris dan Pulau Rhun dari Inggris ke Belanda.

Rumah Kapten Cole Di Banda Neira (Sekarang dipakai Universitas Banda Naira). Foto: Dokumen Pribadi


Rumah ini merupakan salah satu bangunan bersejarah yang masih ada hingga saat ini di Banda Neira dan menjadi salah satu tempat wisata yang populer.

Ketika mengunjunginya, saya terpesona dengan fisik bangunan ini. Bangunan ini memiliki arsitektur yang mencerminkan periode sejarahnya, dengan sentuhan Eropa yang kental. Eksteriornya didominasi oleh kayu tua, dindingnya yang dicat putih menciptakan kontras yang indah dengan langit biru cerah di kepulauan Banda. Jendela-jendela kayu besar dengan kusen-kusen yang elegan menghadap ke luar, menciptakan tampilan yang klasik dan elegan.

Saat saya masuk ke dalam rumah ini, saya merasakan suasana yang klasik. Lantai dan langit-langit tinggi menambah kesan lapang dan elegan. Ruangan-ruangan di dalamnya diisi dengan perabotan antik dan meja-meja kayu.

Papan Nama Rumah Kapten Cole Di Banda Neira. Foto: Dokumen Pribadi


Ruang tamu utama menjadi fokus perhatian saya. Ruang ini memiliki jendela-jendela besar yang memungkinkan cahaya matahari masuk. Ini menciptakan suasana yang hangat dan aroma garam laut yang terbawa oleh angin sangat terasa.

Saat saya menjelajahi rumah lebih ke dalam, saya menemukan kamar-kamar tidur yang juga dihiasi dengan perabotan kuno seperti tempat tidur dan cermin-cermin tua yang menghadap ke lekukan ruangan. Semua elemen interior rumah ini menciptakan suasana yang kaya pesan sejarah dan menawarkan pandangan ke dalam kehidupan pada masa lalu.

The House of Captain Cole mencerminkan daya tariknya sebagai sebuah warisan sejarah dan budaya yang berharga di Banda Neira.

The House of Captain Cole di Banda Neira memiliki makna budaya dan sejarah yang mendalam dalam konteks kepulauan Banda dan perdagangan rempah-rempah pada abad ke-17.

Makna budaya.
The House of Captain Cole adalah bagian dari warisan sejarah yang berharga bagi masyarakat Banda Neira dan Indonesia secara umum. Bangunan ini mengingatkan pada masa lalu kepulauan Banda yang kaya akan sejarah perdagangan rempah-rempah.

Kepulauan Banda adalah salah satu pusat perdagangan cengkih dan pala terpenting pada masanya. Rumah ini menjadi simbol penting dari perdagangan rempah-rempah yang berdampak besar pada sejarah dan budaya kepulauan tersebut.

Bangunan ini mencerminkan peran kapten-kapten kapal dan komandan militer dalam persaingan antara bangsa-bangsa Eropa, terutama Inggris dan Belanda yang berusaha mengendalikan perdagangan rempah-rempah di kepulauan Banda.

Makna sejarah
The House of Captain Cole mengingatkan kita pada periode penjelajahan laut bangsa Eropa. Mereka berlayar ke seluruh dunia untuk mencari rempah-rempah dan kekayaan.

Kepulauan Banda menjadi salah satu sengketa penting antara bangsa-bangsa Eropa yang menciptakan ketegangan dan persaingan dalam usaha mereka untuk menguasai wilayah ini.

Bangunan ini mencerminkan upaya Inggris untuk merebut kembali kendali atas perdagangan rempah-rempah di Banda Neira dari tangan Belanda pada tahun 1796 yang memiliki dampak besar pada dinamika wilayah tersebut.

Kepulauan Banda adalah saksi dari perdagangan rempah-rempah yang menjadi tonggak penting dalam sejarah ekonomi global dan budaya Indonesia. Saya dapat merasakan atmosfer sejarah yang mendalam, serta memahami betapa pentingnya kepulauan Banda dalam perdagangan rempah-rempah di masa lalu.

Rumah ini memperkaya pemahaman saya tentang sejarah maritim, kekayaan hutan, dan budaya Indonesia pada abad ke-17. Saya merasakan seperti telah mengunjungi sebuah potongan hidup dari masa lalu. Saya merasakan sebuah hubungan yang kuat dengan masa lalu dan warisan sejarah yang berharga.

Rumah Kapten Cole Di Banda Neira. Foto: Dokumen Pribadi


Bangunan ini adalah saksi bisu dari persaingan antara bangsa-bangsa Eropa, perjalanan penjelajahan laut yang berani, dan perdagangan rempah-rempah yang telah membentuk sejarah kepulauan Banda.

Ini mengingatkan saya betapa pentingnya untuk menjaga dan merawat warisan sejarah dan budaya. Ini juga mengajarkan tentang peran penting yang dimainkan oleh individu-individu dan masyarakat Banda dengan segenap perjuangannya serta bangsa lain yang turut mencengkeramnya. Seperti Kapten Cole, seorang kapten Kerajaan Inggris yang turut pula menjadi perspektif warna sejarah. Kita terundang untuk menjadi lebih arif dalam memahami perjalanan sejarah.

Sembari melangkah keluar dari rumah Kapten Cole, The House of Captain Cole, saya merenungkan makna sejarah dan budaya yang diwariskan dan memahami pentingnya menghormati dan memelihara warisan ini untuk generasi kini dan mendatang. Bahwa sesungguhnya ada banyak hal yang perlu terus dihidupsuburkan, dijaga, dan dirawat sebagai khasanah kekayaan budaya bangsa. Namun, ada pula hal yang masuk pada catatan hitam dan pekat, yang perlu dipahami untuk dijaga tidak terulang terjadi kembali karena berupa jalan orang-orang yang mendapat murka dan jalan orang-orang yang sesat serta ingkar.

Salam Literasi.
Makassar, Oktober 2023




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree