October 2, 2023 in Haji dan Umrah, Uncategorized

Ka’bah, ’Kompas’ Orang Muslim

Ka’bah, ’Kompas’ Orang Muslim
Oleh Telly D.


Menyebut kompas kita tentu sepaham bahwa yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan arah mata angin, yaitu utara, selatan, barat, timur, dan sebagainya.
Namun, kata ‘kompas’ juga dapat digunakan dalam konteks yang lebih luas, memandu hal yang tidak hanya dalam hal fisik. Misalnya, ’kompas moral’ merujuk pada prinsip pada etika dan nilai-nilai yang memandu perilaku kita. ‘Kompas intuisi’ merujuk pada nilai atau perasaan yang membimbing pada keputusan kita.

Demikian pula jika saya menyebut Ka’bah tentu yang saya maksud bukan sekedar bangunan suci yang dilapisi dengan batu hitam dan diselimuti oleh kain sutra yang dikenal sebagai “kiswah.” Terletak di tengah Masjidil Haram di Kota Makkah, Arab Saudi. Di sekelilingnya dijadikan tempat tawaf ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Namun, Ka’bah juga merupakan pusat kiblat atau arah menghadap umat Islam dalam menunaikan salat.

Awalnya kata ‘kompas’ dan Ka’bah ini hanya saya gunakan ketika melakukan ‘briefing’ pada rombongan keluarga untuk menghindari sesat atau kehilangan arah ketika berada di dalam Masjidil Haram.

“Pintu keluar harus sama dengan pintu masuk. Ka’bah adalah kompas untuk mengetahui pintu yang perlu dilewati dan tempat posisi kita berada. Setiap kali bingung, lihat ke Ka’bah. Jadikan Ka’bah menunjuk arah supaya tidak tersesat atau kehilangan arah.”
Ternyata kata ‘kompas’ yang saya gunakan, bersemayam kembali di otak. Saya merenungkan apa yang baru saja saya katakan.

Pelataran Ka’bah. Foto: Dokumen Pribadi


Ka’bah sebagai ‘kompas’ penunjuk arah? Mengapa tidak. Bukankah Ka’bah adalah titik referensi atau arah kiblat umat Muslim di seluruh dunia ketika menjalankan ibadah salat?

Setiap kali salat, salah satu syarat utama adalah menghadapkan wajah dan hatinya ke arah kiblat, yang merupakan arah Makkah dan secara lebih khusus, arah ke Ka’bah. Inilah mengapa Ka’bah dapat saja disebut sebagai “penunjuk arah” dalam konteks keberagamaan Islam.

Allah memerintahkan umat Islam untuk menghadap ke arah kiblat saat menjalankan salat. “Sesungguhnya Kami lihat wajahmu (Muhammad) terbelok-belok di langit, sebab itu Kami akan memalingkan engkau ke arah kiblat yang engkau senangi. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (di Makkah).” (QS, Al-Baqarah 144)

Pelataran Ka’bah. Foto: Dokumen Pribadi


Bangunan Ka’bah pun memiliki sudut yang menunjuk ke arah Kota Makkah. Keempat sudut Ka’bah ini dikenal dengan sebutan masing-masing. Rukun Iraqi adalah sudut Ka’bah di sisi utara. Rukun Hajar Aswad adalah sudut Ka’bah tempat dilekatkannya hajar aswad, berada di sisi timur. Kedua sudut berikutnya adalah Rukun Yamani dan Rukun Syami. Rukun-rukun ini merupakan bagian penting sebagai arah Kiblat ketika beribadah salat umat Islam.

Rukun Iraqi adalah sudut Ka’bah yang menghadap ke arah Iraq, digunakan sebagai referensi arah kiblat bagi umat Islam yang berada di beberapa wilayah di Timur Tengah dan sekitarnya.

Rukun Hajar Aswad adalah sudut Ka’bah yang menghadap ke arah timur, digunakan sebagai referensi arah kiblat bagi umat Islam yang berada di beberapa wilayah sisi timur Ka’bah. Rukun hajar aswad ini dijadikan titik awal dan berakhirnya tawaf. Umat Islam yang berada di Indonesia arah kiblatnya ke sudut ini.

Rukun Syami adalah sudut Ka’bah yang menghadap ke arah Syam, yang meliputi wilayah seperti Palestina, Suriah, dan sebagian besar Yordania. Sudut ini dikenal juga sebagai Rukun Maghribi karena berada di sisi barat. Digunakan sebagai referensi arah kiblat dalam salat bagi umat Islam yang berada di wilayah tersebut.

Rukun Yamani adalah sudut Ka’bah yang menghadap ke arah Yaman. Umat Islam yang berada di wilayah sebelah selatan Makkah menggunakan sudut ini sebagai referensi arah kiblat dalam salat.

Dengan demikian dapat dikataan bahwa umat Islam di seluruh dunia menghadap Ka’bah dalam salat mereka sebagai tanda, sebagai pengakuan kepada Allah Yang Maha Esa.

Pelataran Ka’bah. Foto: Dokumen Pribadi


Ini menciptakan ikatan emosional yang erat antara setiap Muslim dan Ka’bah, sebagai arah di mana mereka menghadap dalam berbagai momen ibadah dan doa sehari-hari.

Ikatan emosional umat Islam dengan Ka’bah sangat kuat dan mendalam. Ka’bah memiliki peran sentral dalam kehidupan seorang Muslim.

Setiap tahun, jutaan Muslim dari seluruh dunia datang ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah. Haji adalah salah satu dari lima pilar Islam. Haji merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu secara finansial dan fisik untuk melaksanakannya sekali seumur hidup dalam bulan Zulhijah tahun Hijriah. Umrah dapat dilakukan sewaktu-waktu.

Dalam rangkaian ibadah haji atau umrah, mereka mengelilingi Ka’bah dalam ritual yang dikenal sebagai tawaf. Dalam rangkaian ibadah haji juga ada tawaf. Dikenal dengan tawaf ziarah atau tawaf ifadah. Kedua tawaf ini disebut juga sebagai tawaf haji karena merupakan salah satu rukun dari ibadah haji.

Pengalaman ini menguatkan ikatan emosional dengan Ka’bah.
Ka’bah memiliki sejarah terkait dengan Nabi Ibrahim alaihi salam dan putranya, Nabi Isma’il alaihi salam. Mereka berdua yang membangun Ka’bah sebagai tempat ibadah pertama untuk umat manusia. Ini adalah kisah yang menginspirasi dan mendalamkan ikatan emosional umat Islam dengan tempat ini.

Ka’bah berfungsi sebagai titik persatuan bagi umat Islam di seluruh dunia. Setiap Muslim, tidak peduli dari mana asalnya atau latar belakangnya, menghadap Ka’bah dalam ibadah mereka. Ini menciptakan perasaan persatuan dan solidaritas dalam umat Islam.

Bagi saya, mengunjungi Ka’bah adalah salah satu pengalaman spiritual yang paling berkesan dalam hidup. Ini adalah saat-saat yang sangat berkesan sepanjang hidup saya.

Ketika saya berada di Masjidil Haram, berdiri di antara jutaan umat Islam yang berkumpul untuk tawaf di sekitar Ka’bah, pengalaman spiritual yang mendalam. Saya merasakan kehadiran Allah Subhanahu Wataala dan pengakuan akan keesaan-Nya.

Suasana Saat Tawaf. Foto: Dokumen Pribadi


Masjidil Haram di Makkah, tempat suci yang dipenuhi dengan umat Islam dari seluruh penjuru dunia. Mata saya tertuju pada Ka’bah. Ka’bah tepat berada di hadapan saya, luar biasa sensasinya. Mengetahui saya benar-benar berada di pusat kiblat.

Allāhumma antas salām, wa mingkas salām, fa hayyinā rabbanā bis salām.
“Ya Allah, Engkau adalah keselamatan. Dari-Mu keselamatan berasal. Wahai Tuhan kami, berikan kehormatan pada kami melalui keselamatan.”

Saya berbisik, sangat bersyukur di antara orang yang ribuan itu saya mendapat kesempatan juga ada di sana bersama anak-anak dan keluarga besar. Saya tak bisa membendung air mata kesyukuran itu mengalir.

Dalam momen itu, hati saya dipenuhi dengan keajaiban. Saya merasakan getaran spiritual yang kuat, dan kesadaran akan kebesaran Allah mulai meresap dalam diri saya. Saya menyadari bahwa saya adalah mahluk kecil di hadapan-Nya, tercipta oleh-Nya dan sepenuhnya bergantung pada-Nya. Saya tidak bisa menghindari perasaan kehinaan dan keterbatasan saya sebagai manusia.

Saya bergabung dengan lautan manusia yang bergerak berlawanan arah dengan jarum jam mengelilingi Ka’bah. Setiap langkah yang saya ambil adalah langkah menuju Allah, menuju keesaan-Nya yang tak terbandingkan. Di setiap putaran tawaf, saya merenungkan kebesaran-Nya, kebijaksanaan-Nya, dan kasih sayang-Nya yang tiada tara.

Jutaan Muslim lainnya dari berbagai belahan bumi juga sedang melakukan Tawaf bersamaan dengan saya. Ini adalah pengalaman persatuan yang luar biasa, di mana semua perbedaan dan batasan manusia disatukan oleh keimanan kepada Allah Yang Teramat Tunggal. Yang ada hanya lafal dan doa memuji kebesaran Allah.

Saat itu, saya merasa beban dosa-dosa saya yang lalu, kegagalan-kegagalan saya, dan kelemahan-kelemahan saya. Saya merasa demikian rendah di hadapan-Nya.

Tapi dalam kelemahan itu, saya juga merasakan rahmat-Nya yang tak terbatas. Saya merasa bahwa Allah selalu penuh kasih sayang untuk mengampuni, mendengarkan doa-doa saya, dan memberikan petunjuk dalam hidup saya.

Suasana Saat Tawaf. Foto: Dokumen Pribadi


Tawaf mengajari saya tentang keikhlasan dan penyerahan diri kepada Allah. Saat saya terus berputar di sekitar Ka’bah, saya merasakan keinginan tulus untuk senantiasa hanya mengabdikan diri kepada-Nya. Saya tahu bahwa hanya dengan pengakuan akan keesaan Allah dan dengan niat ikhlas, saya dapat memerpendek jarak denganNya.

Ketika tawaf berakhir, saya merasa tubuh dan jiwa saya penuh dengan kedamaian. Saya merasa lebih dekat dengan Allah daripada sebelumnya, dan saya tahu bahwa pengalaman ini akan membimbing dan memperdalam iman saya di hari-hari mendatang.

Saya sangat bersyukur telah diberikan kesempatan untuk merasakan keagungan Allah dan mengakui keesaan-Nya dengan begitu mendalam.

Ka’bah kompas bagi hati umat Muslim, bukan hanya menunjukkan arah di Bumi, tetapi juga mengarahkan jiwa menuju kebesaran Allah.

Mekkah, Mei 2023




4 Comments

  1. October 3, 2023 at 10:01 pm

    Mukminin

    Reply

    Alhamdulilah luar biasa artikelnya.
    Kabah adalah central titik temu arah wajah dan jiwa umat Islam menghafap Allah SWT dan Kabah adalah lambang pemersatu umat Islam sedunia dalam beribadah kepada Allah. Siapa yang hadir di sini akan merasakan getaran magnet kedekatan kepada-Nya. Jiwa menjadi tenang, diri ini kecil dihadapanNya, tunduk dan tawaduk kepaNyq. Semoga kita semua bisa ke Baitullah kembali bagi yang sudah dan bisa segera Baitullah bagi yang belum. Aamiin

  2. October 3, 2023 at 8:39 pm

    Abdullah Makhrus

    Reply

    Penutup tulisan yang keren, saya kutip ulang “Ka’bah kompas bagi hati umat Muslim, bukan hanya menunjukkan arah di Bumi, tetapi juga mengarahkan jiwa menuju kebesaran Allah.”. Barokallah…semoga bisa segera berkunjung kesana bersama keluarga. Merealisasikan apa yang selama ini baru menjadi impian. mohon doanya Bunda

  3. October 3, 2023 at 8:16 pm

    Astuti

    Reply

    Ikatan emosional umat Islam dengan Ka’bah sangat kuat dan mendalam. Ka’bah memiliki peran sentral dalam kehidupan seorang Muslim.Lengkap terpercayabdan memotivasi

  4. October 2, 2023 at 4:30 pm

    Chamim Rosyidi Irsyad

    Reply

    Kisah perjalanan memenuhi Undangan Sang Dewata Agung yang mengundang rindu jiwa-jiwa yang tenang untuk kembali menapaktilasi kisah seorang Hamba Hanif beserta Istri Salihah dan Anak Salehnya ….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree