Siapa SUPARDI?
Siapa SUPARDI?
Oleh : Telly D
Perkenalan saya dengan Supardi diawali sejak saya menjadi Kepala Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependdikan (P4TK) Matematika Yogyakarta. Dia salah seorang staf, yang tugasnya antara lain mempersiapkan upacara hari-hari Nasional bangsa Indonesia. Supardi bekerja di Bagian Umum tepatnya di bagian rumah tangga. Dia selalu datang ke ruang kerja saya untuk mengordinasikan pekerjaan yang diemban tanpa perantara.
Perkenalan pertama saya juga sangat unik. Dia masuk ke ruang kerja saya membawa selembar draft konsep petugas upacara dengan sikap siap sempurna dan menghormat dengan gaya militer di depan meja kerja saya, Memaksa saya berdiri dan menerima penghormatan militer itu.
“Lapor Dan (mungkin maksudnya komandan). Ini daftar petugas upacara. Mohon berkenan untuk menyetujuinya, ini petugasnya, ini waktu pelaksanaan, ini tempat upacara, dan ini tempat tandatangannya. Komandan membubuhi tanda tangan di sini jika komandan telah menyetujui upacara ini.”
Betapa formal dan seriusnya, Saya mengikuti keinginannya membaca seadanya. Cepat sekali saya setuju. Draft petugas yang disodorkan itu belum ada yang saya kenal kemudian membubuhkan tandatangan di tempat yang dimaksud. Dia mengambil draft itu menghormat dan mengundurkan diri keluar. Semua berjalan biasa saja.
Beberapa saat kemudian dia masuk kembali ke ruangan, juga tetap dengan gaya yang sama.
“Ini pidato seragamnya komandan, komandan mohon berkenannya membacanya dulu. Jika tulisannya kecil kami bisa besarkan hurufnya, karena komandan akan membaca ini dengan jarak baca yang cukup jauh sehingga bisa saja hurufnya tidak jelas.”
Kepekaan saya muncul, ini bukan hal biasa. Saya mulai berhati-hati, orang yang satu ini sangat detail. Sampai ke hal yang kecilpun harus dikawal. Saya mencari informasi tentang dia, mulai saat itu saya teliti memperhatikannya dan senantiasa patuh diatur untuk hal-hal yang berhubungan dengan tugasnya.
Upacara Hari Nasional Bangsa Indonesia. Foto: Dokumen Pribadi
Sangat konsisten, penuh dedikasi, bersemangat. Setiap saat saja sebelum upacara dia pasti mengecek kondisi saya.
“Komandan, ini upacara akan menggunakan waktu sekian menit. Komandan akan berdiri siap sepanjang prosesi ini bagaimana kondisinya komandan, apakah kesehatan baik?”
Dengan Supardi di Depan Aula Ki Hadjar Dewantara. Foto: Dokumen Pribadi
Jika saya meng“iya”kan dia akan teruskan dengan instruksi tetap yang wujudnya berupa bisik-bisik.
“Ajudan komandan hari ini adalah Mbak Nana.”
“Ajudan ini berdirinya di sebelah kiri. Ingat komandan sehingga ketika berputar mengambil text ajudan di sebelah kiri Komandan.”
“Komandan hanya bisa masuk jika semua pasukan sudah siap sempurna.”
“Ingat komandan, gerakan hormat komandan lakukan jika semua pasukan sudah memberi hormat, tunggu sejenak dan lakukan dengan tegap dan hanya sesaat.”
“Ingat komandan, ketika heningcipta katakan mulai dan jangan lupa katakan selesai.”
“Ingat komandan, jawaban untuk pemimpin upacara hanya “laksanakan“ dan “bubarkan.”
Banyak sekali “ingat” yang dia katakan secara berurut menyemangati saya melakukan upacara dengan baik. Bersemangat karena dukungannya bahkan mungkin lakon yang saya lakukan sudah sangat berpihak untuk membuat Supardi puas. Saya tidak ingin dia kecewa dengan hasil kerja kerasnya.
Tim Paduan Suara pada Upacara Hari Nasional Bangsa Indonesia. Foto: Dokumen Pribadi
Dialah guru saya yang mengajarkan bahwa jika upacara selesai begitu saya turun dari mimbar upacara, saya harus turun menyalami dan mengucapkan selamat pada semua orang yang mendukung upacara dan lebih khusus pada komandan upacara.
Jangan berpikir jika upacara selesai maka lakonnya juga selesai. Belum, karena dia akan datang ke ruangan saya dan menyampaikan hasil penilaian tentang upacara yang baru saja berlangsung.
Supardi Setelah Upacara Hari Nasional Bangsa Indonesia. Foto: Dokumen Pribadi
“Komandan, upacara telah selesai, berjalan dengan baik dan lancar. Semua petugas melaksanakan tugasnya dengan baik, petugas bendera baik, pembawa lagu baik, pemimpin upacara baik, dan peserta dapat mengikuti dengan tertib.”
Kemudian dia menilai saya juga dalam upacara itu.
“Pembina upacara melaksanakan tugasnya dengan baik.”
Jangan sangka pembina tidak dia betulkan jika menurutnya tidak tepat. Pernah saya ditegur karena terlalu cepat menurunkan tangan ketika menghormat, dan lama baru mengucapkan selesai ketika hening cipta. Betapa teliti dan amanah orang ini.
Dia suka memuji sikap saya, jika memimpin upacara tegas dan suara berwibawa katanya, tapi tidak berarti dia mengikuti semua keinginan saya. Beliau sangat tegas dengan aturan upacara.
Pernah dia menolak permintaan saya untuk diwakilkan pembina ketika kondisi saya kurang sehat, ada gangguan pencernaan namun tetap ingin menghadiri upacara sebagai pejabat struktural.
“Biar saya berdiri di barisan pejabat struktural karena saya biasa melakukan hal ini di lembaga lain yang juga saya pimpin,” bujuk saya supaya dia mau meng”iya”kan, namun tegas sekali dia katakan
“Tidak boleh komandan, jika tidak jadi pembina komandan tidak boleh ada di arena upacara.”
Saya bertanya ”kenapa tidak boleh?”
“Ibu adalah komandan kami, komandan kami tidak boleh menghormat pada orang lain.“
Melihat keteguhannya, saya mengikuti keinginannya, sehingga tak ada seorangpun yang tahu bahwa saya pernah ngumpet sembunyi di rumah dinas tidak ikut upacara karena mengikuti keinginan orang ini.
Saya juga pernah ditolak karena meminta Ibu Ganung menjadi pembina upacara di bulan terakhir Ibu Ganung menjadi PNS, beliau memasuki masa purna.
Pembawa Acara pada Upacara Hari Nasional Bangsa Indonesia. Foto: Dokumen Pribadi
“Pak Supardi, upacara bulan ini Ibu Ganung ya yang jadi pembina upacara. Saya ingin dia pimpin upacara terakhir karena bulan depan beliau tidak hadir lagi di kantor, sudah memasuki masa purna,” kata saya menyampaikan keinginan.
“Tidak boleh komandan, Ibu Ganung sudah pensiun sebelum waktu upacara,” katanya dengan santun, menyebut tanggal pensiun Ibu Ganung dan tanggal pelaksanaan upacara. Karena itu saya ulang kembali permintaanku.
“Saya ingin kehormatan pembina upacara ini saya berikan ke Ibu Ganung” kata saya sudah dengan lebih tegas, namun dia juga tetap menjawab dengan kukuh.
‘’Kapus perintahkan kamu, pembina upacara bulan ini diberikan ke Ibu Ganung.”
Pejabat Struktural dan Fungsional PPPPTK Matematika pada Upacara Hari Nasional Bangsa Indonesia. Foto: Dokumen Pribadi
“Tidak boleh komandan, Ibu Ganung sudah pensiun sebelum waktu upacara” katanya juga dengan santun. Malah lebih menurunkan nada suaranya menjadi lebih lembut. Kelembutan kata-kata yang dia keluarkan membelenggu semua keinginan yang ingin saya paksakan.
Saya memerlukan menatap matanya. Saya mengukur keteguhannya, saya melihat kilatan kebahagiaan di matanya karena mampu mengatakan yang benar. Luar biasa orang yang satu ini tak banyak orang yang tahan dengan tatapan mata saya jika kondisi terdesak.
Saya menemukan isyarat kilatan mata itu betapa teguhnya beliau. Kepala Pusat sekalipun tak akan pernah membuatnya mau melakukan.
Saya membelakang meninggalkannya dan ketika itu saya diam-diam tersenyum dan mensyukuri diberi staf yang sebaik beliau, mampu menunjukkan kesalahan yang ingin saya ambil. Pada saat itulah saya sadari bahwa hubungan saya dengan beliau bukan hubungan biasa, beliau sangat menyayangi dan menjaga saya.
Pembacaan Pidato Seragam pada Upacara Hari Nasional Bangsa Indonesia. Foto: Dokumen Pribadi
Saya tahu betapa istimewanya hubungan beliau dengan Ibu Ganung (atasan langsungnya). Kami berdua sebenarnya orang yang beliau sangat hormati dan sayangi, namun itu tidak menyurutkan semangatnya untuk menolak permintaan saya. Tidak banyak orang yang mampu melakukan itu, biasanya orang cari amannya saja bekerja asal bapak senang (ABS), Begitulah cara dia menyayangi kami dengan menjaga kami selalu patuh dengan aturan yang ada.
Setiap pagi jika saya masuk kantor dengan waktu yang tepat saya pasti bertemu dengannya di selasar kantor. Ruangan tempat beliau bekerja selalu jadi alternatif saya melintas jika masuk dan pulang kantor. Jika saya bertemu di selasar maka ini sapaannya.
“Selamat Pagi“
“Apa kabar Komandan?”
“Hari ini Senin, saya berpakain putih, rapi, dan lengkap dengan tanda pengenalnya” sambil tangannya bergerak memperlihatkan kerapian baju dan celana serta name tag yang tergantung di dada, Menerima sapaan ini saya refleks melihat diri saya, kadang-kadang saya menemukan diri sendiri tidak memakai tanda pengenal sehingga harus meminta maaf.
Hal yang paling istimewa jika hari selasa dimana jadwal berpakaian adat daerah.
“Hari ini hari selasa, saya berpakaian tradisional jawa, blangkon, baju lurik, sarung batik, slop lengkap dengan kerisnya.” Ini name tag saya terpasang dengan rapi, lengkap tak ada yang terlupa.”
Kemudian dia akan sudahi dengan berkata
”Setiap hari saya berpakaian rapi sesuai dengan aturan yang ada.”
Kadang-kadang saya berpikir apa dia bermaksud untuk mengatakan bahwa saya kadang-kadang tidak tertib dalam berpakaian sesuai dengan aturan, namun melihat cara beliau mengatakan saya menerimanya bahwa beliau memiliki rasa kebanggaan yang besar setiap kali bisa taat dengan aturan yang ada.
Saya menemukan banyak benar kombinasi pakaian adat yang beliau miliki. Belaiu selalu punya koleksi baru yang dia jelaskan apa nama motif sarung yang beliau pakai. Melihat koleksi baju yang beliau miliki tentu tidak sedikit dana yang dikeluarkan untuk kebanggaan ini.
Dengan masa purna yang dia jalani, tentu saja tidak ada lagi Supardi yang menyapa selamat datang padaku di selasar itu. Tak ada lagi orang yang sedetail Supardi mempersiapkan upacara sehingga Pembina upacaranya pun dia atur, saya sangat kehilangan. Kepergiannyalah yang menjadikan saya tahu menghargai apa yang selama ini beliau lakukan.
Sekarang saya pun telah memasuki masa purna. Namun, saya yakin di mana pun beliau berada pasti akan mendedikasikan hidupnya dengan sebaik-baiknya karena karakter itu sudah melekat sempurna pada dirinya. Harapan saya hidupnya senantiasa beroleh keberkahan dilindungi oleh sang Maha Pencipta, diberi kesehatan yang baik, dan diberi keturunan yang mampu mengangkat martabat dan kehormatannya. Aamiin
Makassar, 2 September 2023
September 5, 2023 at 1:03 am
N. Mimin Rukmini
Subhanallah Bunda! Sarapan pagi yang empuk. Terimakasih, sudah berbagi hal yang sungguh bermanfaat! Sinergitas, dedikasi, inspirasi atasan dan bawahan yang luar biasa! InsyaAllah menjadi bahan refleksi diri. Sekali lagi mtr nuwun sanget Bunda! 👍👍❤️🙏
September 4, 2023 at 11:10 pm
N. Mimin Rukmini
Subhanallah Bunda! Sarapan pagi yang empuk. Terimakasih, sudah berbagi hal yang sungguh bermanfaat! Sinergitas, dedikasi, inspirasi atasan dan bawahan yang luar biasa! InsyaAllah menjadi bahan refleksi diri. Sekali lagi mtr nuwun sanget Bunda!
September 4, 2023 at 10:38 pm
Mukminin
Komandan orang baik dipertemukan orang baik. Tulisan runtut dan joz
September 4, 2023 at 10:36 pm
Mukminin
Alhamdulilah Komandan orang baik dipertemukan orang baik. Tukusan runtut dan baik
September 4, 2023 at 10:34 pm
Mukminin
Alhamdulilah Ibu komandan orang baik dipertemukan Allah orang baik. Dan tulisan Jos, runtut detail
September 4, 2023 at 10:29 pm
Chrirs Admojo
Kisah sederhana nan cermat. Disuguhkan dengan alur yang menggoda. Digenapi foto-foto yang ber-angle apik nan informatif. Sungguh inspiratif. Gambaran realitas kehidupan sebuah lembaga tempat aparat sipil negara berkiprah. Terasa banget ia dikelola dan dirawat dengan leadership transformatif yang kokoh dan kontekstual. Semangat pagi, Komandan!!!
September 4, 2023 at 9:47 pm
Susanto
Keteguhan sikap seorang ‘Supardi’ sungguh menjadi teladan bagi paegawai negeri.
September 4, 2023 at 9:26 pm
Ngainun Naim
Catatan yang detail dan inspiratif Komandan
September 4, 2023 at 9:08 pm
Astuti
Berbahagialah dipertemukan dengan sosok langka di negeri ini. Foto dokumentasinya lengkap sekali.