January 2, 2023 in Catatan Harian Nadhira, Uncategorized

Nadhira; Cucu Disayang lebih dari anak ?

Nadhira; Cucu Disayang Lebih dari Anak?

Oleh Telly D

Ada adagium yang menyatakan cucu lebih disayang dari anak sendiri. Benarkah demikian? Apakah nenek (Puang Ina) lebih sayang cucu (Nadhira) dibanding anak? (ayah Nadhira).

Sebelum menjadi nenek, Puang Ina juga berpikir demikian. Apalagi ditambah dengan melihat fakta di lapangan, hubungan kekek, nenek, dan cucu yang demikian eratnya, serasa nothing lose semua boleh dilakukan melanggar aturan sekalipun. Belum lagi ditambah dengan pengalaman Puang Ina sendiri ketika masa kecil.

Sewaktu kecil, Puang Ina hanya memiliki kakek dan nenek dari kakek Buyutmu (Puang Bapak). Nenek Haji Mukti dan kakek Haji Semmana namanya. Puang Ina hanya bertemu dengan mereka ketika liburan sekolah karena keduanya tinggal di tempat yang berjauhan dengan rumah kediaman orang tua Puang Ina sekalipun kami berdiam dalam kabupaten yang sama.

Rumah kakek dan nenek Puang Ina, sebuah rumah panggung yang besar dan panjang dengan pekarangan luas ditanami pohon kelapa yang berjejer-jejer terletak di pinggir pantai, di depan ada persawahan, ada bukit yang menyerupai gunung yang ditanami pohon mangga, buah kecapi, jamlang, sawo, lobi-lobi, dan durian.

Liburan sekolah adalah hal yang selalu dinantikan, sebab sepanjang liburan bisa bertemu dan menginap di rumah kakek dan nenek. Bisa berkumpul, bermain, bersepeda, mengaji, berenang di pinggir pantai, memancing ikan, mencari tiram, menangkap kepiting, atau mendaki gunung bersama cucu-cucu yang lain.

Betapa menyenangkan, bebas dengan aturan kedisiplinan, tidak ada tanggung jawab yang mesti diselesaikan selain bermain dan bersenang-senang. Bebas dari mendengar teriakan yang mengingatkan jadwal yang ketat, aturan yang mesti dipenuhi dan sebagainya.

Puang Ina punya kenangan manis dengan kakek dan nenek, yaitu selalu berusaha membuat cucunya bahagia dan berusaha meng’iya’kan semua permintaan. Untuk cucu, tidak kenal kata tidak sehingga jauh dari rasa kecewa.

Sekarang setelah Puang Ina jadi nenek, di usia 62 tahun, ternyata tidak sepenuhnya demikian. Rasa sayang Puang Ina terhadap ayah dan Nadhira pada dasarnya sama, kadarnya juga sama.

Jika demikian, apa yang membedakan? Bedanya ada pada nuansa (masa) dan cara meyayanginya. Itulah yang suka memunculkan adagium cucu lebih disayang dari anak sendiri.

Ketika mengasuh ayah Nadhira dulu, Puang Ina sebagai orang tua didasarkan dengan pertimbangan rasional, termasuk pertimbangan terhadap dampak tumbuh kembang anak-anak yang sementara diasuh.

Rasa kasih sayang didasarkan tanggung jawab sebagai orang tua. Sehingga dulu ketika kecil jika ayah Nadhira merengek meminta sesuatu, membujuk untuk tidak taat aturan dan sebagainya, Puang Ina sebagai orang tua masih mempertimbangkan untuk memenuhi atau tidak memenuhi. Mempertimbangkan manfaat dan mudharatnya.

Sekarang dengan Nadhira, peran Puang Ina bukan lagi peran orang tua. Peran seorang nenek bukan peran utama sehingga rasa sayang dan perhatian Puang Ina bisa ditumpahkan sepenuhnya.

Apalagi Nadhira lahir di bawah tekanan resiko kematian bayi.  Nadhira lahir dengan kasus air ketuban telah berwarna hijau.  Ibu Nadhira mesti berjuang dengan operasi sesar merebut maut menyelamatkan hidup Nadhira.

Nadhira sendiri memerlukan pertolongan khusus, juga berjuang untuk tetap hidup. Nadhira lahir tanpa menangis seperti bayi normal yang lain.

Kondisi itu membuat Nadhira harus menginap di Nicu (Neonatal Intensive Care Unit) selama 10 hari. Organ tubuh Nadhira belum bisa beradaptasi dengan cepat. Nadhira mesti menggunakan alat bantu untuk membuat organ dalam tubuh bisa bekerja mandiri.

Nadhira keluar rumah sakit pulang ke rumah dalam kondisi butuh banyak perhatian dan kasih sayang dari keluarga ayah dan ibu termasuk Puang Ina dan Puang Ida sebagai kakek dan Nenek.

Rasa sayang dan kasih itu muncul secara alami ketika melihat kondisi Nadhira hanya bayi mungil yang tidak berdaya, terbungkus melengkung kecil dalam selimut. Lemah dan semuanya harus dibantu, mesti diperlakukan dengan penuh kasih sayang, kelembutan dan kenyamanan agar Nadhira bisa bertumbuh dan berkembang mental dan jasmaninya dengan seimbang.

Begitu pula sebaliknya, kakek (Puang Ida) dan nenek (Puang Ina) juga membutuhkan kedekatan dan rasa kasih sayang dari Nadhira. Puang Ina berada di usianya yang sudah tidak muda lagi.

Puang Ida dan Puang Ina memerlukan waktu dan kegiatan yang menyenangkan untuk aktivitasnya. Kedekatan bersama Nadhira juga membuat Puang Ina dapat bernostalgia tentang indah dan bahagianya pada masa pengasuhan di masa kanak-kanak.

Puang Ina termasuk nenek yang terlambat menimang cucu. Kehadiran Nadhira memang sudah lama ditunggu-tunggu. Puang Ina sudah memasuki masa pensiun, sudah punya banyak pengalaman hidup sehingga tentu lebih tenang, sabar dan bijak dibanding ketika mengasuh ayah Nadhira dulu.

Nadhira yang membuat Puang Ina jadi seorang Nenek. Nadhira cucu pertama yang memanggil nenek dengan sebutan Puang Ina. Nadhiralah yang mengajari saya menjadi nenek seiring dengan usia Nadhira.

Itu membuat banyak hal yang dulu tidak dapat Puang Ina lakukan dengan ayah Nadhira sebagai anak, sekarang dapat saya lakukan kepada Nadhirah sebagai cucu.

Puang Ina dapat mengekspresikan cinta kasih kepada Nadhira tanpa tekanan, tanggung jawab, dan kekhawatiran yang menjadi tekanan ketika menjadi orang tua.

Puang Ina jadi lebih relaks sebab tidak berperan lagi sebagai orang tua yang bertanggung jawab menyediakan kebutuhan dasar dan pendidikan bagi anak-anak, Puang Ina tidak lagi memiliki peran itu. Meskipun peran Puang Ina juga penting, namun tidak lebih penting dari tanggung jawab orang tua Nadhira. Peran Puang Ina lebih terfokus pada memberikan dukungan dan bimbingan emosional.

Puang Ina nenek dengan panjangnya usia yang telah dijalani, telah belajar banyak dari kehidupan ini mulai dari kesenangan, kemenangan hingga kekecewaan. Lewat pelajaran hidup itu juga menjadi alasan Puang Ina mengajarkan banyak hal kepada Nadhira.

Nadhira akan mendengar cerita seberapa besar perubahan dunia sejak Puang Ina dibesarkan, dan mempengaruhi perjalanan hidup dan cara berpikir Puang Ina.

Apa yang Puang Ina telah lakukan untuk mencari nafkah, dan pentingnya memiliki nilai, karakter dan banyak keterampilan, supaya dapat menjadi bekal dalam meraih kesuksesan hidup.

Puang Ina akan wariskan pelajaran hidup yang telah Puang Ina petik, mulai dari kecil hingga dewasa, cara menjalani hidup, membangun karir mengalami pernikahan yang membahagiakan sampai mengatur rumah tangga dan mengasuh anak-anak.

Walaupun usia Nadhira masih hitungan bulan, Puang Ina sudah mulai selalu menceitakan sejarah keluarga kita. Perlu sedikit demi sedikit memperkenalkan mereka pada Nadhira termasuk kisah-kisah yang telah dialami baik yang masih hidup maupun yang telah tiada.

Menyampaikan sejarah keluarga supaya Nadhira punya pemahaman yang lebih kuat tentang jati diri mereka.

Sejarah keluarga, kerendahan hati, kemampuan baru, kebijaksanaan, menghormati, cinta tanpa syarat, disiplin. Hal yang mesti Nadhira pahami dengan baik.

Puang Ina akan hidupkan cerita keluarga dengann anekdot dan kisah-kisah kenangan tentang setiap orang dalam keluarga sehingga Nadhira kenal dengan mereka meskipun mereka sudah lama tiada.

Kita akan punya waktu yang banyak untuk sama-sama belajar. Nadhira belajar menjadi cucu dan Puang Ina juga belajar menjadi nenek. Tampaknya hubungan dengan jarak dua generasi bisa lebih loving dan caring ketimbang jarak satu generasi.

Kita akan punya banyak waktu untuk melakukannya berdua, itulah cara kita membangun rasa cinta, saling mengasihi tanpa syarat dan membangun rasa bangga saling memiliki, kasih sayang, kegembiraan, kehangatan, kepedulian, dan cinta.

Makassar, 20 November 2022




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree