Diskusi Jalanan di Jalan (1)
Diskusi Jalanan di Jalan (1)
Oleh Telly D
Diskusi ini terjadi antara saya dengan anak menantu (Zieha ) seorang warga negara Singapore. Saya sementara di jalan berkendaraan dengan kondisi jalan raya macet. Kendaraan tidak bisa bergerak.
Zieha berkomunikasi dengan saya menggunakan bahasa Melayu logat Malaysia. Zieha menguasai beberapa Bahasa Asing yang menjadi kewajiban warga negara di Singapore.
Saya selalu berusaha menghindari berkomunikasi dalam bahasa Inggris sebab terlalu cepat. saya bingung logatnya seperti bahasa Mandarin atau India.
Beberapa pengemudi motor berusaha memaksakan keadaan mencari jalan di antara mobil. Bunyi mesin motor mengerung-ngerung menyusup di antara mobil. Gas motor digeber-geber mengeluarkan bunyi keras bercampur asap knalpot yang mencemari udara. Bunyi klakson mobil pun bersahut-sahutan layaknya menyemangati kemacetan itu.
Macet, hal biasa buat saya. Saya menunggu orang Singapore itu mengeluh. Tenyata saya salah dia asyik menikmati kemacetan dan mengomentari perilaku yang nampak.
‘’Kenapa klakson mobil dibunyikan Mom, padahal semua kendaraan tidak bisa bergerak?’’
Susah juga saya mencari jawaban, ‘’itu karena tidak bisa sabar.” jawab saya sekenanya.
‘’Tapi itu suara klakson bikin polusi udara Mom, itu bisa kena denda.’’
Saya hanya diam. Saya berusaha memahami bahwa dia berasal dari negara yang menyelesaikan aturan dengan denda.
Saya masih diam, ketika mendengar dia terpekik kaget. Ternyata mobil yang di samping saya, anaknya membuang pembungkus kue keluar lewat jendela, nyaris mengenai kaca mobil kami.
Zieha merespons dengan ketawa yang cekikikan dan mengatakan itu dendanya ….. jika di Singapore.
Saya menoleh melihat ekspresi wajahnya, dia tertawa riang bisa melihat hal itu, surprise sekali.
‘’Kata abah (panggilan untuk ayahnya) dulu juga Singapore seperti ini. Pada masa abah masih sekolah dulu, anak-anak sekolah dibiasakan membawa plastik sampah setiap hari.
Plastik itu disamping untuk menyimpan sampahnya juga untuk memunguti sampah yang ada di sekitarnya. Jika Singapore seperti ini sekarang itu juga melalui perjalanan panjang.’’
Zieha menjelaskan tanpa saya minta, mungkin untuk menjaga perasaan berbangsa yang saya miliki.
Mom, apakah di sini ada aturan yang mengatur tentang buang sampah?‘’
Tangkas saya menjawab, ’’ada Perda kota Makassar no 5 tahun 2011 dan ada perwali no 32, 36 tahun 2018 tentang pengelolaan sampah itu. Jika buang sampah sembarangan bisa dihukum kurungan maksimal 3 bulan sampai bayar denda maksimal 5 juta.’’
Saya meneruskan, pemerintah kami juga sadar bahwa mengelola sampah dengan baik itu penting menyangkut masa depan anak bangsa, apalagi isu sampah kan sudah jadi isu dunia. Hanya memang fasilitas penunjangnya yang mendukung belum siap.
Sigapore negara kecil dengan kamera pengintai di mana-mana sehingga sangat mudah untuk dilakukan.
Dulu ketika Perda itu baru diterapkan, masyarakat diminta membantu memfoto orang yang buang sampah atau melakukan operasi tangkap tangan (OTT) bahkan pernah disayembarakan. Namun seperti ini kondisinya belum bisa efektif seperti yang diharapkan.
Indonesia ini luas dengan penduduk yang banyak dan beragam pendidikan, tentu tidak bisa dibandingkan dengan Singapore yang kecil dengan jumlah penduduk yang sedikit.
‘’Beberapa provinsi sudah dinilai sukses mengelola sampahnya dan masyarakatnya sudah tidak membuang sampah sembarangan.’’
Penjelasan saya membuat Zieha menggangguk, saya lega semoga puas.
Saya balik bertanya,
“Apakah warga di Singapore boleh keberatan jika dikatakan melakukan pelanggaran?”
‘’Boleh, caranya meminta untuk dapat melihat gambar dari rekaman kamera.’’
“Hanya untuk melihat gambar di kamera mesti membayar — dollar, dan pada umumnya bukti gambar di kamera tidak bisa membuat orang berdalih. Keakuratan data membuat orang menghindar untuk tidak keberatan, bisa malu sendiri.”
‘’Bagaimana dengan membayar denda, apakah selalu ada duit warga untuk menyelesaikan denda itu?”
‘’Semua warga Singapore dapat ditrekking penghasilannya oleh pemerintah. Karena gaji dibayar oleh pemerintah sekalipun bekerja di pihak swasta.
Pihak swasta melakukan transfer dana gaji pegawainya ke pemerintah Singapore dan pemerintah yang membayar ke warga. Sehingga bisa ditrekking penghasilan, biaya hidupnya termasuk, asuransi kesehatan, cicilan rumah, cicilan mobil jika ada sehingga tidak bisa bohong,
Jika hasil trekking diketahui bahwa tidak ada kemampuan membayar denda. oleh pemerintah diberi pekerjaan yang mesti dia selesaikan setara dengan nilai denda itu, itulah caranya membayar denda. Tidak ada warga negara Singapore yang bisa berkelit bayar denda.
Wow, ini hal baru bagi saya. Ada solusi jika tidak punya uang untuk bayar denda, disuruh membayar dengan tenaga, bekerja.
Jadi semakin menarik diskusinya.
Apakah bisa dinegosiasi sehingga tidak didenda?
‘’Apa negosiasi itu?” Zieha bertanya balik tidak mengerti. Zieha tidak tahu hal ini.
‘’Berkompromi untuk diselesaikan di bawah tangan.’’
‘’Tentu tidak boleh rekaman kamera jadi bukti kuat, dan nilai dendanya juga sudah diperhitungkan rendah untuk orang Singapore.
‘’Penghasilan minimal warga Singapore … dollar, bandingkan dengan pelanggaran mobil hanya…… sehingga sangat terjangkau untuk membayarnya.
‘’Jika demikian orang bisa selalu melanggar.’’
Tidak juga, pelanggaran berkendaraan hanya ditoleransi …kali dalam setahun. Jika sudah mendekati pelanggarannya di bawah lima point maka sudah diberi warning ke perusahaan tempat kerja termasuk ke rumah kediamannya atau di mana saja aktivitasnya. Ada pemberitahuan yang dikirim pemerintah.
Jika dia menghabiskan semua toleransi pelanggaran dalam setahun makan izin mengemudi untuk semua kendaraan akan dicabut selama 2 tahun.
Abang saya seorang pilot takut sekali melanggar, sebab jika dicabut izin mengemudinya maka termasuk dia tidak boleh menerbangkan pesawat selama 2 tahun.
Saya terdiam mencerna informasi ini, betapa tertibnya negara ini, Teringat pengalaman di Jepang ketika saya studi banding di sana.
Jika memarkir kendaraan di area publik mesti ada rencana parkir untuk berapa jam atau menit. Perencanaan itulah yang dibayar. Jika terlambat mengeluarkan kendaraan maka SIM pengemudi akan diberi tanda dengan dibolongi oleh petugas sebagai bukti pelanggaran.
Ada jumlah tertentu yang jika dicapai maka SIM akan dicabut. Susah sekali untuk mengurus SIM baru, jika pencabutan dengan alasan pelanggaran.
Diskusi kami berlanjut.
Berapa rata-rata UMR Makasar?
‘’Sekitar Rp 3 juta.’’
Berapa denda pelanggaran kendaraan, sampai ratusan ribukah?
“Bisa jika pelanggarannya banyak.”
Itulah penyebab ada negosiasi, terlalu mahal. Negosaisi kan bisa membuat lebih murah atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal itu dapat dilakukan karena tidak ada rekaman kejadiannya.
Menurut Zieha, berapa denda ideal untuk UMR Rp 3 juta?
Yah 10-30 ribu dengan toleransi hanya boleh melanggar sebanyak 10-15 kali dalam setahun.
Ini benar-benar diskusi jalanan yang dilakukan di jalanan namun menarik bagi saya. Saya masih berpindah dari tema yang satu ke tema yang lain selama menikmati kemacetan.
Makassar, Juni 2022
Leave a Reply