March 9, 2022 in Jelajah Nusantara, Uncategorized

Taman National Kelimutu – Tempat Jiwa-jiwa Bersemayam

Taman Nasional Kelimutu
Tempat Jiwa-Jiwa Bersemayam
Oleh Telly D

Apakah Anda mengetahui bahwa Negeri Indonesia memiliki 54 Taman Nasional, di antaranya terdapat 6 situs warisan budaya dunia UNESCO dan 9 bagian dari Cagar Biosfer Dunia?

Salah satu dari Taman Nasional itu adalah Taman Nasional Kelimutu yang berfungsi sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi. Taman Nasional Kelimutu dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi.

Taman Nasional Kelimutu terletak di beberapa wilayah kecamatan: Detsusoko, Wolowaru, Wolojita, dan Ndona di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Luas Taman Nasional Kelimutu 5.356,5 hektare. Garis batas total ditetapkan sepanjang 48.423,44 meter dengan jumlah pal batas sebanyak 241, memiliki puncak ketinggian antara 1.000-1.731 meter di atas permukaan laut, kawasan hutan Sokoria yang mempunyai banyak jenis flora dan fauna (SK Pemerintah RI No. 675/Kpts-II/97).

Sumber : Dokumen Pribadi

Saya tertarik dengan cerita keindahan panorama alam, budaya, serta mitos yang dihidupkan, tentang Taman Nasional Kelimutu yang sangat menggoda.

Saya mengawali perjalanan dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara internasional Ngurah Rai Denpasar untuk transit, seterusnya naik pesawat ke Bandara Komodo Labuhan Bajo. Seluruh perjalanan memerlukan waktu 5 jam 20 menit.

Dari Bandara Komodo, Saya masih meneruskan perjalanan dengan mengendarai mobil selama 3-4 jam untuk mencapai Kampung Moni. Kampung Moni merupakan pusat fasilitasi akomodasi yang mendukung wisatawan menuju ke Taman Nasional Kelimutu. Di situ Saya menginap di resort yang ada dengan jarak 14 km dari Taman nasional Kelimutu.

Masih dinihari sekitar pukul 03.00 Saya dan teman-teman sudah bersiap naik kendaraan menuju kawasan Danau Kelimutu. Kami tidak ingin kehilangan kesempatan menikmati keindahan matahari terbit dari atas puncak gunung Kelimutu. Matahari terbit termasuk daya tarik utama Taman Nasional ini.

Tepat pukul 04.00 setelah memarkir kendaraan di parkiran lereng bukit, dan memasang jaket serta mengeratkan tutup kepala, Saya memulai pendakian dalam kondisi alam masih terlelap dalam tidurnya.

Pengalaman baru bagi Saya, memanggul ransel, mendaki gunung di malam hari, dengan udara yang dingin menusuk tulang, merambah hutan yang dipercaya tempat bersemayam jiwa-jiwa orang yang telah meninggal.

Dalam perjalanan, sesekali ada penduduk lokal yang melewati iring-iringan rombongan kami. Penduduk lokal mempersaksikan kegesitan dan keketangkasannya dalam mendaki sekali pun harus membawa beban di kepala, di punggung, atau di tangan. Penduduk lokal mendaki gunung Kelimutu dengan tetap melenggang sempurna tanpa alas kaki.

Baru saja Saya tiba di puncak, belum lagi napas Saya beraturan, matahari sudah mulai membakar perapiannya, perlahan menampakkan sinarnya yang indah. Alam menjadi terang dan kehidupan mulai terjaga.

Matahari terbit dari satu arah tapi sinarnya membias ke segala arah. Jadi tahu keajaiban sinar matahari karena Saya memandangnya dari dalam kegelapan. Matahari terbit membawa hari baru, awal baru, dan melepas pita-pita untuk harapan baru.

Saya menatap matahari. Sinarnya menyentuh wajah Saya yang dingin, Saya menutup mata dan merasakan kehangatan sinarnya mengalir menembus ke dalam rongga dada. Mengisi napas Saya dengan energi rasa nyaman, damai, dan bahagia menyatu dalam satu hembusan napas.

Sumber : Dokumen Pribadi

Alam mengajari Saya bahagia dengan cara yang sangat sederhana, hanya dengan mengagumi dan menyukuri nikmat ciptaan-Nya. Sangat bersahaja, dengan kondisi apa adanya.

Taman Nasional Kelimutu memiliki tiga gunung. Ketiga gunung tersebut adalah Gunung Kelimutu (1.640 mdpl), Gunung Kelido (1.641 mdpl), dan Gunung Kelibara (1.630 mdpl). Ketiga gunung ini disatukan oleh kaldera yang bernama Sokoria atau Mutubusa.

Tempat Saya menikmati matahari terbit, tepat berada di pinggiran. Danau tiga warna yang terkenal memiliki luas sekitar 1.051.000 meter persegi. Danau yang dipercaya masyarakat sekitar sebagai tempat bersemayamnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal.

Tiwu Ata Polo (danau warna merah) adalah tempat bagi jiwa orang yang semasa hidupnya melakukan kejahatan (danau orang jahat) memiliki kedalam 127 meter seluas 4 hektar paling kecil di antara dua lainnya.

Tiwu Nua Muri Koo Fai (danau warna bitu atau hijau toska) tempat bagi jiwa muda mudi yang telah meninggal (danau orang muda) memiliki kedalaman hingga 64 meter) dan luas sekitar 5,5 hektar.

Sedangkan Tiwu Ata Mbupu (danau warna putih) tempat bagi jiwa orang tua yang telah meninggal (danau orang tua) memiliki kedalaman 67 meter dan luas 4,5 hektar.

Ketiga danau itu dipisahkan dengan dinding kawah yang tingginya 50-150 meter. Kawah danau itu bak semacam adonan cair menggelegak yang di masak di atas tungku dengan temperatur tinggi, meletup-letup dan mengeluarkan uap yang menebar bau khusus.

Menurut informasi, warna air danau dalam waktu tertentu suka berubah. Masyarakat lokal mempercayai mitos perubahan air danau memberi isyarat kondisi atau musibah yang akan menimpa negeri ini dalam waktu dekat.

Namun menurut ilmuwan, perubahan warna ketiga danau di Gunung Kelimutu disebabkan karena terjadinya perubahan gas gunung api. Zat besi dalam fluida yang menghasilkan warna merah dan cokelat tua. Warna hijau disebabkan biota alam seperti lumut-lumut yang berada di dalam danau. Erosi dinding danau juga bisa menyebabkan perubahan warna Danau Kelimutu.

Gunung Kelimutu tercatat meletus terakhir kalinya pada tahun 1968. Sedangkan perubahan warna pertama kalinya terjadi setelah letusan pada tahun 1886 hingga 44 kali dari tahun 1915-2011.

Sumber : Dokumen Pribadi

Jika dilihat sekeliling Taman Nasional Kelimutu, keadaan topografi bervariasi dari bergelombang tinggi sampai rendah dengan relief berbukit-bukit sampai bergunung-gunung. Memiliki tingkat kemiringan atau lereng yang sangat terjal dan curam terutama pada dinding-dinding danau dan areal sekitarnya bagian selatan.

Topografi yang bergelombang tinggi umumnya terdapat di bagian selatan kawasan.Tanah di kawasan Taman Nasional Kelimutu terdiri atas tanah regosol, mediteran, dan latosol. Sedangkan formasi geologinya terdiri atas batuan basah menengah, batuan berasam kersik, dan efusive berasam kersik.

Taman Nasional Kelimutu memiliki burung langka dengan nama Garawiga, asli burung kancilan Flores NTT dan merupakan burung endemik. Dipercaya sebagai burung penjaga dari Taman Nasional Kelimutu.

Burung Garuwiga mampu menirukan suara dari lingkungan sekitarnya serta mempunyai kicauan hingga 12 jenis. Suara siulan burung ini dapat dinikmati dari rentang waktu jam 6 pagi hingga jam 10 pagi.

Dalam perjalanan pulang, Saya melihat tulisan yang memberi arah ke Kawasan Perekonde, tempat yang dipercaya oleh Suku Lio, suku utama di Taman Nasional Kelimutu sebagai tempat masuknya arwah menuju Danau Kelimutu.

Waktu yang tepat mengunjungi Taman Nasional Kelimutu adalah ketika diadakan ritual tahunan Patika Do’a Bapu Mata Ata, prosesi pemberian makan kepada arwah di tiga kawah danau Kelimutu.
.
Danau Kelimutu merupakan kawasan gunung api yang rawan sekali gempa bumi, sehingga ancaman yang terbesar yang dialami jika dinding-dinding pemisah antara ketiga danau longsor. Sudut kemiringan dinding sekarang mencapai 70 derajat dengan ketinggian antara 50-150 meter.

Namun ancaman terbesar yang paling nyata adalah wisatawan yang berkunjung, kerap kali membawa sampah dan tidak membawa sampahnya turun kembali. Belum lagi pedagang-pedagang yang berjualan minuman plastik membuat kawasan Danau Kelimutu semakin teracam dengan sampah yang berserakan.

Sumber : Dokumen Pribadi

Dalam perjalanan pulang, beberapa teman memungut sampah yang ada di sepanjang jalan dan membawanya turun. Mereka orang-orang yang selalu peduli pada lingkungan. Mereka sadar bahwa menjaga lingkungan adalah cara sederhana menjalani hidup. Menjaga lingkungan bermakna menjaga impian dan masa depan anak bangsa.

Makassar, Maret 2022.
Terima kasih Saya ucapkan kepada: Harwasono, Mampu Ono, Karim, dan Metamagfirul yang menemani perjalanan ini.




6 Comments

  1. March 13, 2022 at 2:33 am

    Harny

    Reply

    “Perjalanan asyik & menyenangkan…seolah saya berada di puncak Kelimutu”, sdng menghirup udara bersih, merasakan sejuknya embun pagi dan hangatnya mentari”. Salah satu bentuk syukur adl peduli dgn lingkungan agar jarak kita dgn Sang Pencipta semakin dekat, jg tergambar dlm tulisan ini. Terima kasih ibu Daswatia yg selalu berbagi informasi & menginspirasi.
    Semoga sehat selalu aamiin.

    1. March 13, 2022 at 4:58 am

      daswatiaastuty

      Reply

      Terima kasih dengan komentarnya. Menambat energi menulis

  2. March 10, 2022 at 6:42 pm

    Mukminin

    Reply

    Masya Allah Indah sekali. Luar biasa kisah perjalanan Bu Daswatia dengan menuliskannya yg benar-benar pembaca terhipnotis sepertinya berada di lokasi.
    Matur nuhun.

    1. March 13, 2022 at 4:57 am

      daswatiaastuty

      Reply

      Terima kasih CAKININ

  3. March 9, 2022 at 10:48 am

    Harwasono

    Reply

    Alhamdulillah saya bisa mendampingi sampai Danau Kelimutu, yang tidak pernah saya angankan sebelumnya. Dan tidak percaya diri jika ternyata mampu mencapai danau……..

    1. March 13, 2022 at 4:56 am

      daswatiaastuty

      Reply

      Terima kasih mas . Mau selalu menemani saya berpetualang di negeri tercinta ini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree