Festival Cap Go Meh dan Tradisi Tatung di Singkawang
Festival Cap Go Meh dan
Tradisi Tatung di Singkawang
Oleh Telly D
“Cap Go Meh (dengan tradisi Tatung), tidak akan pernah ditemukan di negara mana pun di dunia, sekali pun di Tiongkok. Tradisi ini hanya ada di Singkawang Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Seseorang membisikkan mantra ini.
Mantra yang ampuh, menggerakkan Saya mengunjungi Singkawang tepat pada momen Imlek tahun 2018. Perayaan Cap Go Meh dilakukan hari ke 15 paskah Imlek.
Kabupaten Singkawang terletak di Provinsi Kalimantan Barat. Memerlukan naik mobil dari ibu kota Pontianak selama 3-4 jam untuk tiba di sana. Singkawang dihuni oleh 3 etnis besar: Melayu, Tionghoa, dan Dayak. Etnis Tionghoa terbesar dengan persentase sekitar 42%.
Ketika Saya tiba, kondisi Singkawang sementara berdandan memantaskan diri untuk melakukan perhelatan Cap Go Meh besar-besaran dalam level kelas Dunia.
Ornamen-ornamen Tiongkok ini ada di setiap sudut dan persimpangan jalan. Lampion warna merah digantung sepanjang jalan. Patung naga ada di tengah kota. Gapura kota dengan hiasan Pat Kwa dan naga merah. Wihara dan Vihara dengan arsitektur oriental. Kuliner khas Cina mendominasi menu-menu restoran. Kampung Hongkong pun ada di sini. Bau Hio tercium di sudut-sudut kota, menyempurnakan suasana Tionghoa.
Tidak salah jika Singkawang mendapat banyak julukan yang berhubungan dengan hal ini: Hongkong Van Borneo atau kota seribu Vihara (Pak Kung) atau Kota Amoy karena gadis-gadis Tionghoanya yang berkulit kuning dan berparas oriental terkenal cantik jelita dan rajin bekerja.
Nama Singkawang sendiri berasal dari ‘San Kew Jong’ dalam bahasa Hakka. Artinya, kota di kaki gunung dekat muara laut, atau kota di antara gunung dan laut.
Singkawang selama proses perkembangannya tidak pernah terlepas dari pengaruh sistem sosial-budaya-religi orang Tionghoa. Hal ini membentuk image dan memberi pengaruh terhadap identitas kota Singkawang menjadi kotanya orang Tionghoa (China Town).
Festival Cap Go Meh oleh masyarakat Tionghoa di berbagai tempat dilakukan sama. Diawali makan bersama, berdoa di Vihara, dan dilanjutkan dengan pawai pertunjukan tradisional seperti barongsai disertai iringan ragam alat musik.
Namun di Singkawang, ada tradisi unik yaitu pawai iringan atau ragam alat musik dan barongsai keliling kota disertai dengan Pawai Tatung.
Tatung adalah sekelompok orang yang dapat dimasukkan roh dewa ke dalam tubuhnya sehingga menjadi kebal ketika ditusukkan berbagai macam benda tajam (besi, paku, kawat, pedang, pisau, dan berbagai benda tajam lainnya).
Tatung merupakan hasil dari akulturasi budaya Tionghoa dan Dayak, yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur asli dari kedua budaya asalnya. Sebab itu tradisi ini hanya ada di Singkawang.
Pada hari Festival Cap Go Meh pukul 03.00 WIB. geliat Cap Go Meh sudah dimulai dengan berdoa altar di Wihara, Vihara, atau Kelenteng oleh peserta pawai termasuk para Tatung dipandu oleh pemimpin spritual.
Ritual dimulai, musik ditabuh, dupa di bakar. Ketika asap mulai mengisi udara, doa dan mantra mulai dirafal. Para dewa dan leluhur dihadirkan memasuki badan para Tatung untuk diarak keliling kota.
Para Tatung kesurupan dan prosesi penusukan dimulai. Ditusuk bagian pipi dan mulutnya menggunakan benda-benda tajam baik besar maupun kecil. Ajaib, tidak melukai badan dan tidak ada darah yang mengucur.
Tepat pukul 08.00 WIB pawai Cap Go Meh mulai berjalan dengan rute yang telah ditetapkan. Dimulai dari jalan Firdaus lalu melewati Jl Diponegoro, Jl Kepol Mahmud, Jl Sejahtera, Jl Budi Utomo, Jl Saman Diman, Jl Setia Budi, Jl Niaga, dan berakhir di Jl Pai Bakir.
Panggung kehormatan terletak di Jl Diponegoro. Semua tamu kehormatan berada di sana. Para Tatung beraksi memukau para hadirin sebelum mulai berpawai keliling kota.
Sepanjang jalan, orang berdiri berjejal-jejal menunggu. Pawai dibuka dengan defile. Ratusan orang membawa bendera dan panji-panji kebesaran dari berbagai Vihara dan komunitas Tionghoa. Bendera diparadekan persis dalam film-film perang Tiongkok.
Luar biasa hebohnya ketika 9 naga dengan warna-warna menjolok mulai menampakkan diri meliuk-liuk di sepanjang jalan mengikuti irama musik yang ada. Menyusul peserta arak-arakan yang sangat dinantikan yaitu para Tatung dengan jumlah 1.038 orang.
Panjang carnaval dan jumlah peserta luar biasa banyaknya. Penampil pertama sudah memasuki finish, sementara di tempat start masih terdapat penampil menunggu giliran.
Jika diamati peserta Festival Cap Go Meh terdiri atas: Pembawa bendera ada 3 kelompok besar yang panjangnya satu kelompok sekitar 300 meter, setiap kelompok diisi 200 orang. Replika naga 9 ekor, dengan panjang mencapai 178 meter, butuh 400-500 orang untuk membuatnya meliuk-liuk.
Tatung yang dilibatkan 1.038 orang. Jumlah ini belum termasuk orang dalam setiap kelompok Tatung sekitar 20-25 orang (pembawa dupa untuk memanggil dewa, pemandu spiritual, pengangkat tandu, dan pemain musik).
Setiap kelompok Tatung mewakili Vihara tertentu yang terlihat dari kostum dan identitas yang digunakan. Warna merah, kuning, hijau, hitam, putih menjadi warna yang spektakuler saat itu.
Sepanjang jalan dalam arak-arakan keliling kota, para Tatung mempertontonkan aksi kekebalan tubuh seperti: meloncat-loncat di atas tandu, menginjakkan kaki di sebilah mata pedang atau pisau, berdiri di atas pecahan kaca atau paku-paku.
Instrumen pengiring, alat musik tradisional Cina yang terdiri atas Tambur (lo ku), Simbal (chem) dan Gong (tong/lo) dengan iringan musik tertentu yang sambung-menyambung.
Pada titik puncak festival Cap Go Meh tidak terkendali lagi batasan antara penonton dan para Tatung yang sementara beraksi. Penonton merapat mendekati para Tatung.
Saya melihat jumlah penonton setara dengan jumlah para Tatung dan rombongannya. Hanya pakaian dengan warna menyolok yang dikenakan Tatung yang mampu dibedakan. Ini benar-benar atraksi jalanan yang heboh. Saya tidak membayangkan kondisinya yang begitu spektakuler.
Tidak ada yang yang terganggu dengan panasnya matahari yang berada di titik kulminasi tertinggi. Keringat yang bercucuran tidak menghalangi untuk tetap menikmati atraksi Tatung. Ada hasrat yang terus berkobar meniti menuju ke puncak atraksi tertinggi.
Para Tatung dalam kondisi kesurupan mempertontonkan adegan yang mendebarkan dan sangat ekstrim. Diiringi irama musik yang bertalu-talu dengan nada melengking dan menjerit-jerit, mendayu-mendayu, mengelegakkan histeria sukma penonton.
Dalam kepercayaan orang Tionghoa, jika tiba Cap Go Meh, kota Singkawang diyakini menjadi pusat berkumpulnya para dewa di Pak Kung. Dewa dikeluarkan dan diarak keliling kota agar kota Singkawang dibersihkan dari roh-roh jahat dan mendapat kemakmuran di tahun mendatang.
Uniknya di titik puncak pagelaran yang hingar bingar itu sekonyong-konyong suara azan berbunyi, mengingatkan waktu shalat dhuhur tiba. Ajaib dan benar luar biasa. Secara spontan saja musik pengiring yang keras melengking itu berhenti.
Alam hening, senyap tidak ada suara, dupa pemanggil roh dipadamkan, para Tatung sadar. Orang-orang dengan spontan membubarkan diri dengan tertib. Tidak ada mulut terbuka mengomentari kondisi ini. Semua dengan pemahaman sama memberi kesempatan kaum muslim untuk beribadah.
Umat muslim berjalan masuk ke Masjid yang berdampingan dengan Wihara. Non muslim mencari tempat beristirahat dari teriknya matahari bahkan ada yang menggunakan waktu yang ada untuk mencari makanan dan minuman.
Saya terkesima melihat kemampuan warganya hidup dalam kerukunan dan maha toleransi. Masjid dan Vihara berdampingan dengan sangat megah. Masyarakat saling dukung mendukung dalam melakukan ritual-ritual agama dan kepercayaan.
Setelah waktu shalat lewat, dupa dibakar kembali, musik dibunyikan dan arak-arakan berjalan kembali menyelesaikan perjalanan yang belum selesai, yaitu menuju ke Wihara sebelum membubarkan diri.
Ada tradisi memecahkan rekor setiap Festival Cap Go Meh. Rekor Muri Tatung terbanyak berhasil diperbaharui. Pada 2011 Singkawang menampilkan 777 Tatung. Pada festival ini sebanyak 1.038 Tatung dilibatkan.
Rekor jumlah lampion yang dipasang juga berhasil direvisi, rekor MURI pada 2009, terpasang 10.895 lampion. Pada festival ini memasang 20.607 lampion.
Selain itu ada rekor baru pendirian gerbang Cap Go Meh yaitu tahun 2018 dengan tinggi mencapai enam meter dan lebarnya 16,20 meter serta dilengkapi dengan 12 Shio atau Zodiak China.
Dengan prestasi yang berhasil diperbaharui, festival Cap Go Meh 2018 dinyatakan sukses, bahkan termasuk Cap Go Meh tersukses sepanjang sejarah. Dua tahun di masa pandemi, festival Cap Go Meh ini tidak diadakan lagi.
Cap Go Meh dianggap selesai jika ditutup dengan ritual naga menuju kayangan. Naga-naga yang telah selesai diarak kemudian dikumpulkan di Vihara Buddhayana Maha Karunia di Jalan KS Tubun Singkawang.
Sembilan naga melakukan ritual akhir, pendeta membuka mata naga dan memasukkan roh leluhur. Naga yang tadinya sudah diam mulai melakukan gerakan meliuk-liuk sebagai gerakan akhir sebelum berpisah. Kuping naga di beri dupa. Ekor naga pun diberi api sebagai bekal menuju kayangan. Roh naga dipulangkan ke kayangan dengan cara membakar replika naga tersebut.
Api berkobar berwarna merah dan berangsur-angsur berwarna hitam, menandakan roh naga telah kembali ke kayangan. Itulah momen mengakhiri festival Cap Go Meh yang mewah dan luar biasa ini.
Festival Cap Go Meh adalah tonggak menjaga warisan leluhur dari generasi ke generasi. Mampu menjaga tradiasi ini turun temurun adalah kehormatan bagi masyarakat etnis Tionghoa di Singkawang.
Selamat Tahun Baru Imlek 2573.
Xin Nian Kuai Le.
Gong Xi Fa Cai.
Makassar, 15 Februari 2022
(Terima kasih kepada; Harwasono, Karim dan Metamagfirul yg menemani perjalanan ini.
March 2, 2022 at 8:31 pm
Harnys
Sungguh momen indah yg tak bs dilewatkan. Trima ksh tlh berbagi cerita Bu… moga suatu saat bs hdr di Singkawang menjd saksi kehebatan Tatung…aamiin
March 4, 2022 at 5:29 pm
daswatiaastuty
terima kasih juga karena sudah menyemangati untuk menulis
March 2, 2022 at 4:53 am
Agussalim
Alhamdulillah, tulisannya menambah wawasan kami sangat menginspiratif, terima kasih Ibu
March 4, 2022 at 5:32 pm
daswatiaastuty
terima kasih. semoga tulisannya tetap menambah wawasan untuk yang lain
March 1, 2022 at 8:30 pm
Andi Nur Haeni
Alhamdulillah, bertambah lagi wawasan saya. Terima kasih Bu telah berbagi ilmu dan pengalaman yang sangat bagus.
February 25, 2022 at 8:30 am
Harwasono
Suatu kehormatan bagi saya bisa menemani dalam perjalanan ke Singkawang, sekaligus menyaksikan langsung Festival Cap Go Meh berbaur dengan masyarakat. Merasakan aroma dan kedahsyatan tatung dalam menampilkan keahliannya