February 19, 2022 in Jelajah Nusantara, Uncategorized

Bukit Persaudaraan Mau Hau

Bukit Persaudaraan Mau Hau
Bukit Persaudaraan Mau Hau

Bukit Persaudaraan Mau Hau
Memadu Ruh Keberagaman
Oleh Telly D

Persaudaran menjembatani perbedaan. Membuhul kesamaan. Wujudnya terlihat pada kedamaian, kesadaran, rasa tanggung jawab, kepedulian atau solidaritas, demikian mahkota yang dikenakan bukit persaudaraan.

Bukit persaudaraan Mau Hau terletak di Waingapu Sumba Timur. Dari kota Waingapu menuju ke Bukit Persaudaraan hanya membutuhkan waktu 25 menit dengan berkendaraan mobil. Dekat dari Bandara Mau Hau yang sekarang berubah nama menjadi bandara Umbu Mehang Kunda.

Sumber : Dokumen Pribadi

Tidak membutuhkan waktu lama, Saya telah tiba di sebuah bukit yang luas membentang. Kendaraan bisa mendekati lereng bukit bahkan bisa mendaki bukit itu sampai jarak yang kami inginkan. Tidak ada pembatas area bukit dan jalan raya, sehingga kelihatannya menyatu saja.

Saya disambut dengan sebuah bukit melengkung ke atas dan luas membentang memanjang ke kiri dan ke kanan. Bukit itu terhampar dengan luas sejauh mata memandang. Kaki bukit dan bukit itu sendiri menjadi padang rumput yang berlekuk-lekuk mengikuti lekukan bukit dan mengikuti dataran yang ada.

Savana yang luas berwarna hijau, ibarat sebuah karpet hijau yang dihampar di atasnya, indahnya luar biasa. Rasanya kami terapung di atas udara dengan menaiki karpet hijau.

Kabarnya bukit ini tidak selalu berwarna hijau. Warna hijau ada di musim hujan, jika di musim kemarau bukit itu berwarna kuning emas, daya tariknya jauh lebih bagus. Savana yang luas dengan binatang yang berkeliaran merumput di atasnya, paduan keindahan yang tiada tara.

Sumber Dokumen Pribadi

Ketika Saya tiba di puncak bukit, Saya baru mengetahui bahwa bukit ini hanya ada sebelah, benar-benar surprise. Bukit persaudaraan hanya sepotong bukit di depan yang melindungi rahasia keindahannya yang tersembunyi di dasar lembah di sebelah belakangnya.

Menikmati panorama dari pinggiran tebing ke dasar lembah sensasinya sangat lain. Dominasi alam sangat terasa. Saya tersengat menemukan betapa kecilnya Saya di depan alam yang luas ini.

Saya tidak dapat menahan diri meledakkan rasa takjub menemukan keindahan yang tersembunyi itu. Saya berteriak dengan suara yang lantang memecah kesenyapan alam. Tangan Saya kepalkan dan membentangkannya dengan luas untuk mengekspresikan rasa senang, mampu berada di pinggir tebing itu.

Amazing ungkapan orang, namun untuk mengambil gambar harus ekstra hati-hati karena harus berdiri atau duduk di pinggir tebing yang jika jatuh akan tergelincir jauh ke dasar lembah yang ada.

Konon kabarnya bukit ini dulu bukan bernama bukit persaudaraan. Diadakan sebuah kegiatan doa bersama semua pemuka agama dan berbagai etnis sebagai wujud persaudaraan yang mereka tekadkan. Sejak itu bukit itu bernama bukit persaudaraan.

Saya duduk di tepi tebing, menikmati matahari yang perlahan akan terbenam. Bukit ini tepat diberi nama persaudaraan. Di sini bukan hanya pemuka berbagai agama dan berbagai etnis yang memadu persahabatan, namun alam pun bersahabat dengan keberagaman yang ada.

Lihatlah persaudaraan yang dijalin dengan harmonis antara padang rumput yang berwarna hijau terhampar luas dengan anak-anak negeri dan hewan yang merumput di situ. Padang rumput yang luas menyediakan dirinya tanpa mengeluh menampung semua aktivitas di atasnya.

Ada beberapa kambing peliharaan yang ikut merumput. Ada yang bulunya berwarna putih, coklat, atau putih campur hitam. Ada induk kambing yang baru saja melahirkan. Anak-anaknya yang masih kecil dan lucu-lucu melompat ke sana ke mari dengan riangnya.
Riang menemukan alam yang lebih luas dari rahim ibunya, lompatannya juga untuk memastikan bahwa kaki-kakinya yang kecil sekuat kaki ibunya. Kupingnya yang tipis kecil ikut bergerak melambai jika kakinya melompat. Suara induknya yang mengembik sebagai peringatan agar anak-anaknya tidak jauh bermain dari kelompoknya.

Kambing kecil yang belum pandai merumput, sekali-sekali dia masuk ke selangkangan induknya dan mengisap susu induknya yang tergantung penuh air susu. Anak kambing itu menyodok-nyodokkan moncongnya yang tumpul, tentu dimaksudkan untuk mempercepat air susu itu keluar.

Ada kelompok sapi berwarna putih, berbadan besar dan bergelambir. Tidak menarik karena berbadan kurus. Kelihatan dari panggulnya yang kurus dan tulang iganya tampak menonjol. Mudah sekali jika mau menghitung jumlah tulang rusuknya.

Sapi itu merumput dengan sangat rakus dan kelaparan seperti tidak makan dalam kurun waktu yang lama. Makan sambil sekali-sekali mengangkat kepalanya dan melenguh oeeeeee, oeeee. Kalung lehernya berbunyi klenong, klenong, kelenong.

Kuda pacu untuk ritual Pasola juga ada di sini. Kuda kebanggaan lelaki Sumba Sandalwood merumput di sini. Ukuran badannya kecil dari kuda pacu yang biasa Saya lihat.

Lebih kecil dari kuda menari (Pattuddu) yang terkenal di Majene Sulawesi Barat. Jika tidak pernah mendengarkan kemampuan pacunya yang luar biasa, Saya tidak bisa percaya bahwa ini kuda pacu terbaik di negeri ini.

Kuda itu merumput dengan tenang, tidak peduli sudah berapa banyak rumput yang ditelannya. Ekornya bergerak ke kanan dan ke kiri mengusir dan mencambuki lalat hijau yang mengerumuni punggungnya.

Ketika kenyang, kuda itu melakukan apa saja di padang rumput itu. Mereka memuaskan perutnya dan juga sekaligus memuaskan hasrat birahinya yang liar. Mereka mempertontonkan tarian birahi yang disertai ringkikan dan sepakan kaki. Savana itu dijadi panggung pementasan perkawinan tanpa rasa takut dikatakan tidak bermoral.

Sumber : Dok. Pribadi

Betapa beruntungnya anak negeri yang dilahirkan di alam yang seharmoni ini. Apa mereka tahu bahwa alam yang dihuni ini begitu indah? Orang sengaja datang mengeluarkan dana dan waktu untuk menikmati keindahan ini.

Lihatlah anak-anak negeri berlarian di padang rumput itu tanpa alas kaki. Telapak kaki mereka sudah kasar karena alam telah menempanya. Kuku kaki dan kuku tangannya panjang dan kotor tidak terawat, tidak jadi masalah alam melindungi kesehatannya.
Anak gembala itu berkulit warna sawo matang, legam karena selalu disinari cahaya matahari. Kulit yang eksotik, gigi putihnya terlihat menonjol setiap kali bibir yang hitam itu tersenyum, hidungnya mancung, berambut keriting, berbulu mata lentik sekali pun anak laki-laki, bajunya yang dikancing sembarangan dan tidak pernah disentuh oleh setrika, berkibar-kibar disentuh angin.

Ada lima anak laki-laki yang ada dalam kelompok itu, kelompok penggembala hewan. Kelihatannya ada satu orang yang berbaju warna putih, baju seragam sekolah, mengambil alih jadi pemimpin kelompok. Selalu ada pemimpin yang dilahirkan secara alami.

Si baju putih dengan penuh kepercayaan mencontohkan apa yang lainnya harus kerjakan. Dialah yang berlari terdepan kemudian yang lain mengikutinya.

Mereka berlari di antara kuda-kuda dan binatang lain yang sedang merumput secara beriringan, kadang-kadang tangannya dibentangkan meniru burung yang terbang sambil berlari. Berlari mendaki atau menuruni bukit dengan bebasnya, dilakukan berulang sebatas yang mau mereka lakukan.

Ketika berlari tidak cukup memuaskan dirinya, dia mulai menggelindingkan diri sampai ke lereng bukit itu, kemudian telentang memandangi langit yang biru, menantang langit yang memayungi padang rumput tempatnya bermain.

Gelak tawanya terbawa angin, cekikikannya memberi kabar bahwa mereka anak-anak negeri yang sehat, bahagia dan hidup dalam kedamaian.

Ketika semua sudah dilakukan, dan anak-anak itu masih punya energi yang banyak, maka secara spontan dengan naluri yang dimiliki mereka memanjati punggung kuda-kuda yang sedang merumput dan mulai mengendarainya.

Tubuh kecil dan usianya tidak menghalangi menjadi joki yang handal di punggung kuda itu, penunggang kuda tanpa pelana. Berkuda tanpa pelana hanya mampu dilakukan oleh orang yang memiliki ketampilan menunggang kuda yang tinggi.

Ketangkasan berkuda yang dipelajari sendiri tanpa guru, sangat alami. Alam begitu bersahabat terlibat mendidiknya. Tidak ada yang mampu menyangkal persaudaran yang terjalin antara joki kecil itu dengan kuda-kuda Sumbawa.

Perlahan hari semakin senja, anak-anak gembala itu mulai menggiring ternaknya untuk pulang ke kandang, burung-burung beriringan untuk pulang ke sarangnya yang entah di mana. Penduduk mulai terlihat bersiap untuk menyambut malam, lampu-lampu mulai dinyalakan.

Bukit persaudaraan semakin indah dengan kondisi ini. Matahari sebentar lagi tenggelam. Matahari tenggelam pun punya daya tarik sendiri. Menatapnya dari pinggir tebing, sensasinya jadi lain, menjadi indah tanpa penghalang bak lukisan.

Tidak ada angin bertiup, sepertinya alam jadi terdiam, hening, senyap. Bau tanah akibat sinar matahari sepanjang hari mulai tercium, alam pun sudah letih ingin beristirahat.

Persaudaraan di bukit persaudaraan
Sumber : Dokumen Pribadi

Ada pasangan anak muda yang memadu kasih di bibir tebing ini sambil menikmati matahari senja. Mereka duduk dengan jarak jauh, memilih tempat yang tepat menurut seleranya.

Semua adegan yang mereka lakukan tampak dengan jelas karena di bukit persaudaraan tidak ada pohon, hanya bisa duduk-duduk di pinggir tebing. Senja yang temaram belum mampu mengusiknya untuk menuntaskan percumbuan itu.

Pasangan itu duduk di atas sepeda motor menghadap ke lembah yang indah itu. Usianya sangat muda, kemungkinan besar masih duduk di bangku SMA. Mereka saling berangkulan dengan rapat sehingga tidak ada lagi batas antara keduanya.

Posisi duduk bersisian merapat di atas sepeda motor memang kondisinya sempit, mereka bercanda saling bercumbu, sekali-sekali saling menoleh untuk berciuman dengan birahi yang liar.

Saya selalu menunggu, hitungan ke berapa sepeda motor itu jungkir terbalik, namun sampai kami mengakhiri perjalanan ini sepeda motor itu tetap kuat menahan beban dua orang yang bercumbu di atasnya.

Satu pasang lagi usia yang sama, duduk di pinggir tebing dengan hanya beralaskan rumput yang ada. Hanya terlihat punggung belakang prianya. Wanitanya duduk tepat di depannya di dalam lingkaran kaki lelaki yang diselonjorkan.

Wanita itu sepanjang duduk semua badannya masuk di dalam rangkulan pria. Kepala wanita itu tepat berada di depan hidung pasangannya, sehingga wangi rambutnya tentu dengan mudah tercium dengan posisi yang ada.

Alam yang indah dipadu dengan posisi duduk seperti itu menyengat gairah anak muda ini seperti menyalakan korek gas. Tangan wanita muda itu terlihat melengkung ke belakang menarik leher pasangannya untuk memaksanya lebih merapatkan badannya yang memang sudah sangat rapat. Wanita remaja itu terlihat tidak puas dengan kerapatan badan yang ada.

Perlakuan yang sangat primitif, naluri alam yang dimilikinya memandu pria itu menggosok-gosokkan hidung dan mulutnya ditengkuk dan leher wanita itu. Wanita muda itu menyambutnya dengan gairah yang sama.

Perbuatan yang tidak memerlukan guru, mengalir begitu saja sesuai keinginan alam. Anak muda di mana saja selalu berbuat tanpa mau berpikir panjang, tanpa sadar di mana dia berada. Cuma semata-mata hanya menurutkan nafsu kenikmatan sesaat.

Para “saudara” dibukit persaudaraan
Sumber: Dokumen Pribadi

Persaudaraan yang dijalin atas dasar saling membutuhkan, saling cinta adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah seorang musuh menjadi seorang saudara yang kemudian menjadi seorang sahabat sejati.

“Pulang sudah petang,” teriak teman-teman. Saya terkesiap, Saya tidak menyadari bahwa senja benar-benar mulai temaram. Saya berusaha bangkit, hari sudah mulai gelap. Saya menuruni bukit itu sambal bersenandung menenteng kedua sepatu, dan menyampirkan tas yang berisi kamera.

Di pinggir bukit, para sahabat sudah menanti, ternyata Saya menjadi orang yang ditunggu kedatangannya. Mereka berdiri menunggu sambil melambai-lambaikan tangan meminta Saya bersegera pulang. Nikmat yang tiada tara berada di bukit persaudaraan bersama saudara-saudara sejati.

Makassar, Februari 2022
Terima kasih kepada Mampu Ono, Pujiastuty, Elyass dan Metamagfirul yg menemani perjalanan ini




5 Comments

  1. March 11, 2022 at 10:32 am

    Andi Nur Haeni

    Reply

    Subhanallah, indahnya alam Indonesiaku. Membaca tulisan ini, perasaan saya sepertinya ikut berjalan menikmati keindahan alam Indonesiaku. Terima kasih Ibu yang tidak bosan berbagi ilmu dan pengalaman.

  2. February 20, 2022 at 10:57 am

    Hariyanto

    Reply

    Dari setiap.kunjungan di sudut negeri selalu menggores kenangan indah dan unik tak terlupakan ….. Semua diga.batkan dengan sangat eksotis oleh Bunda Telly. Satu saat kisah ini seperti menjadi.buku yang sangat menarik. mantap Bu lanjut. Karena pembaca jadi lebih tahu. Salam literasi

  3. February 20, 2022 at 9:53 am

    Sri Sugiastuti

    Reply

    Alam yang indah dipadu dengan posisi duduk seperti itu menyengat gairah anak muda ini seperti menyalakan korek gas. Tangan wanita muda itu terlihat melengkung ke belakang menarik leher pasangannya untuk memaksanya lebih merapatkan badannya yang memang sudah sangat rapat. Wanita remaja itu terlihat tidak puas dengan kerapatan badan yang ada.

    Perlakuan yang sangat primitif, naluri alam yang dimilikinya memandu pria itu menggosok-gosokkan hidung dan mulutnya ditengkuk dan leher wanita itu. Wanita muda itu menyambutnya dengan gairah yang sama.

    Amazing Bun . Riset kecil kecilan

  4. February 20, 2022 at 1:43 am

    Much. Khoiri

    Reply

    Wip markusip. Hanya satu catatan, gambarnya belum terunggah

  5. February 19, 2022 at 11:44 pm

    Mukminin

    Reply

    Joz Bun. Lanjut jadi buku
    Saran Fotonya blm ada tlg dimasukkan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree