January 26, 2022 in Jelajah Nusantara, Uncategorized

Akhirnya Menyelam Juga

Akhirnya menyelam juga
Akhirnya menyelam juga

Akhirnya Menyelam Juga
Oleh Telly D

Keputusan melakukan petualangan ke Raja Ampat dalam usia di atas 60 tahun sesungguhnya keputusan yang sangat beresiko. Namun resiko itu tidak menghalangi keinginan Saya untuk segera mewujudkannya. Belajar dari pengalaman tidak ada keputusan yang tidak beresiko.

Untuk alasan meminimalkan resiko, Saya tidak dibolehkan joint tour. Kedua putra Saya memilih melakukan dengan tim sendiri, sehingga bisa bebas mengatur tempat yang tepat untuk dieksplore, dan mengatur kecepatan gerak sesuai dengan irama kemampuan Saya.

Bahkan kedua putra Saya menyatakan diri harus mendampingi. Mereka menghentikan aktivitasnya, ikut dalam petualangan ini, guna memastikan bahwa semua dapat berjalan aman dengan terkendali.

Selfie bersama setelah habis menyelam
Sumber : Dokumen Pribadi

Putra Saya memilih tim dengan selektif, para pemandu tour, Dive Master yang handal sekaligus instruktur penyelam bahkan ada seorang wanita yang atlit pemegang medali PON Papua. Seluruhnya anak muda petualang sejati, kecuali Saya tentunya.

Wisata Raja Ampat, wisata bahari yang sangat terkenal dengan julukan surga panorama atas laut dan surga bawah laut. Membuatnya digilai oleh para fotografer dari mancanegara.

Tantangan alamnya memerlukan bukan hanya kekuatan, ketahanan tubuh yang tangguh, namun juga memerlukan keterampilan/skill dalam melakukan: hiking, walking, climbing, tracking, boating, slimming, diving, dan rowing.

Menikmati Sunrise dan bersiap untuk tujuan berikutnya.
Sumber : Dokumen Pribadi

Saya mampu tabah mengarungi lautan dengan durasi waktu yang lama. Berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain, naik speedboat 2 – 4 jam antar pulau, dihempas gelombang, dihadang angin kencang, merasakan dinginnya guyuran air hujan dan panasnya dipanggang matahari silih berganti tanpa mengeluh.

Saya sukses mengatasi kelelahan ketika mendaki gunung-gunung yang tinggi sehingga mampu mencapai puncak-puncak gunung karts yang indah. Sekali pun sangat berat dan mesti mengatur napas beberapa kali.

Kaki Saya tangguh berjalan berkilometer untuk mencapai tempat-tempat yang direkomendasikan. Saya sendiri heran mampu mensejajarkan diri. Betapa bersemangatnya Saya untuk tidak menyerah di antara anak muda khususnya putera Saya.

Namun cerita ketangguhan itu menjadi lain ketika Saya sudah mulai ke pulau yang terkenal dengan surga bawah laut. Ini sudah pada tempat yang harus menggunakan kemampuan menyelam dan berenang.

Persiapan menyelam
Sumber : Dokumen Pribadi

Hanya putra Saya yang mengetahui bahwa Saya satu-satunya orang dalam tim itu yang tidak pernah menyelam bahkan tidak bisa berenang.

Itu rahasia tergelap keluarga Saya. Ironi memang dengan kondisi keluarga Saya yang semuanya penggila lautan, perenang ulung bahkan penyelam yang bersertifikat. Kemudian ada Saya yang memelihara ke’’dungu’’an tidak mampu berenang dan menyelam.

Awalnya Saya berpikir tidak ada masalah, Saya tidak perlu menyelam, Saya bisa mencari kenikmatan lain ketika orang sementara menyelam. Saya bisa berjalan-jalan di atas dermaga atau di pulau mengamati hal lain bahkan tidak kalah mengasyikkan bisa membaca buku.

Namun jadi lain ketika Saya sudah tiba di pulau Arborek, Sawendarek, pulau-pulau yang terkenal keindahan bawah lautnya. Demikian jernihnya perairan itu sehingga semua keindahan bawah laut dan penghuni lautnya sudah tampak dari atas.

Menyelam di tengah kerumunan ikan
Sumber : Dokumen Pribadi

Keindahan yang sangat menggairahkan, semua orang tidak mau menunda waktu untuk menceburkan diri dan berpindah ke alam bawah laut menikmati keindahannya, Saya dibiarkan sendiri.

Duduk sendiri di dermaga dalam kondisi itu terasa tersakiti, aneh tidak bisa ikut bergembira seperti mereka. Terasa termarginalkan, tidak nyaman, Saya tidak suka kondisi ini.

Saya merasa jadi pecundang datang ke tempat jauh dan tidak mampu menikmatinya. Mengeluarkan tenaga dan biaya untuk kekonyolan begini.

Saya berusaha menjinakkan rasa ini agar tidak membakar kebahagiaan Saya. Namun Saya tidak mampu. Getir melihat alat selam yang masih tersisa untuk satu orang, tergeletak begitu saja tidak ada yang memakainya.

Penyesalan mulai datang menghampiri, mengapa Saya dulu tidak pernah mencoba untuk mau belajar berenang dan menyelam padahal kondisinya ketika itu sangat memungkinkan.

Mengapa Saya dulu cuma memilih menemani dan menjaga anak dan keluarga yang berenang dan menyelam.

Mengapa Saya dulu hanya mengantar membeli pakaian dan peralatan berenang dan menyelam tanpa pernah berpikir untuk membeli untuk diri Saya supaya ada alasan untuk memulainya.

Saya bahkan hanya menikmati setiap minggu ke dokter THT hanya untuk merawat telinga anak-anak setiap selesai menyelam.

Saya mulai mengadili diri Saya, miris Saya menyentuh alat selam itu dan mengatakan Saya kenal alat ini dan mengetahui fungsinya dengan baik.

Saya mencoba menyebutnya bak anak-anak yang lagi bermain sendiri.

Persiapan untuk menyelam
Sumber : Dokumen Pribadi

Ini adalah peralatan bernapas dalam air SCUBA (Selft Contained Underwater Appartus); Tabung, regulator, octopus, dan Rompi. Ini alat pengukur tekanan; deep gauges, pressure gauges.

Ini weight belt, masker dan wetsuit, fins, dan terakhir kelompok dive comp, pisau selam, senter , hook, dan sempritan.

Mengapa Saya tidak mencoba memakainya? Diam-diam keinginan itu Saya teruskan. Saya tidak kesulitan memakai wetsuit, masker, weight belt, dan fins karena biasa melihat anak-anak menggunakan.

Seseorang datang membantu ketika melihat Saya harus memasang tabung, regulator, octopus, dan rompi. Akhirnya Saya sudah berpakaian selam lengkap dan bisa duduk di pinggir dermaga sambil menjuntaikan kaki, sedikit agak terhormat.

Putra Saya yang tertua datang berlari menghampiri di dermaga. Saya memamerkan bahwa dengan berpakaian selam lengkap begini, Saya bisa di potret, namun Saya tidak menyangka spontan putra Saya mendorong Saya jatuh dan tercebur masuk dalam lautan. Dia pun ikut melompat melakukan entry diving.

Saya panik, air di demaga itu sangat dalam. Saya benar-benar tenggelam, kelelep, air asin masuk tertelan di mulut. Dalam panik Saya merasakan pelukan anak Saya yang menarik ke atas permukaan air.

Diajar menyelam oleh dua orang putra saya.
Sumber : Dokumen Pribadi

Kepala Saya muncul di pemukaan dengan napas megap-megap dan terengah-engah. Saya berusaha mengeluarkan semua air yang tertelan, mata Saya terasa perih. Memerlukan beberapa saat baru Saya bisa menenangkan diri.

Tidak ada yang dapat Saya lakukan selain bergantung di leher putra Saya, sambil membisikkan ‘‘luar biasa lakon ini, jika terjadi hal buruk akan susah bertanggung jawab pada ayah. Jangan pernah melepaskan Saya.’’

Kedua putra Saya tertawa sambil meyakinkan ‘’tidak usah takut tenggelam, alat selam ini aman dan bisa mengapung sendiri,’’ perlahan-lahan dia mengajari Saya mengapung yang benar, menyesuaikan diri menggunakan alat dan mulai bernapas dengan mulut.

Semua berjalan tanpa ketahuan orang lain, ini hanya urusan internal keluarga. Saya dengan masker yang telah terpasang erat diminta memasukkan wajah pada permukaan air. Untuk dapat melihat keindahan panorama bawah air.

Kemudian genggaman tangan Saya dimasukkan biskuit dan potongan roti, Saya takjub melihat berbagai gerombolan ikan datang mengerumuni Saya, menunggu makanan yang ada dalam genggaman.

Saya merasakan sentuhan gesekan badannya yang licin bahkan Saya merasakan mulutmya yang memakan makanan dari genggaman Saya. Saya dikelilingi ikan, luar biasa Saya benar-benar takjub dengan pengalaman ini.

Saya merasa bercengkerama di bawah laut dengan ikan-ikan sama dengan bercengkerama di darat dengan binatang peliharaan yang jinak, tidak ada jarak. Menyelam membuat Saya serasa menjadi ikan juga.

Saya lupa keterbatasan, Saya meneruskan menenggelamkan seluruh anggota badan Saya. Akhirnya Saya menyelam dipandu oleh kedua putra Saya sebagai buddy diving.

Tidak memerlukan waktu lama Saya sudah merasakan nikmatnya menyelam sekaligus bergerak-gerak berenang dalam kerumunan ikan yang beragam jenis di atas terumbu karang yang beraneka warna dan bentuknya. Pengalaman baru yang luar biasa.

Waktu berjalan dengan cepat, kesenangan itu membuai Saya lupa waktu, tidak terasa hari sudah petang. Dengan berat hati Saya menyudahi aktivitas ini. Saya harus membuka masker dan menenteng fins untuk mulai berjalan menuju pinggiran pantai.
Hari itu Saya sangat bangga mampu menyelaraskan langkah berjalan sejajar dengan putera Saya dalam kostum penyelam. Kami benar-benar jadi keluarga penyelam. Momen itu menjadi sangat penting buat Saya.

Mulai mahir menyelam
Sumber : Dokumen Pribadi

Seorang putra Saya menepuk bahu Saya dan mengatakan kekagumannya memiliki ibu yang tangguh dan bermental petarung sejati. Ucapan itu menyempurnakan kebahagiaan Saya.

Di speedboat ketika para Dive Master mengetahui bahwa Saya menyelam tanpa legalitas menyelam, maka Saya mesti mendengarkan betapa beresikonya hal yang Saya lakukan.

Kondisi lingkungan bawah laut sangat berbeda dengan di daratan. Karena itu, tidak boleh sembarangan saat menyelam. Sebelum menyelam, Saya harus mengantongi sertifikat scuba diving, itu berarti Saya harus ikut kelas belajar diving, menyesuaikan diri berenang di kolam dulu sebelum bisa menyelam di lautan, bahkan harus mengantongi hasil pemeriksaan kesehatan (ilmu ini sudah lama Saya ketahui).

Dengan rasa bahagia Saya menshare foto Saya yang sementara menyelam dalam grup WA keluarga, Saya jadi tranding topic minggu itu. Beragam respons yang Saya dapatkan mulai dari yang ikut senang, mengganggap itu keren dengan mengangkat jempol, sampai yang mencemaskan resiko yang bisa terjadi.

Mereka yang dokter sibuk mengingatkan berada di bawah air, kehangatan pada tubuh Saya akan hilang 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan saat berada di darat. Tanpa pelatihan yang tepat, Saya bisa langsung kedinginan atau mengalami hipotermia, bisa cedera pada telinga tengah karena meningkatnya tekanan bawah air (barotrauma). Bahkan bisa mengalami kelebihan nitrogen dalam tubuh sehingga bisa hilang kesadaran (nitrogen narcosis).

Saya tersenyum, jika harus menunggu siap maka Saya akan menghabiskan sisa umur Saya hanya untuk menunggu.

Suami Saya bahkan menyatakan kesenangannya mengetahui Saya bisa mengatasi keterbatasan Saya. Selagi masih ada kesempatan jangan pernah berhenti untuk belajar hal baru. Kemauan atau niat saja menurutnya tidak cukup, memang harus langsung melakukan.

Semangat untuk belajar hal baru jadi berkobar, memang pembelajaran tidak didapatkan secara kebetulan harus dicari dan dijalani dengan tekun. Jangan pernah berhenti belajar karena hidup tidak pernah berhenti mengajarkan. Hidup adalah madrasah kehidupan (Much Khoiri).

Sorong, November 2021




4 Comments

  1. February 4, 2022 at 2:22 am

    Endang

    Reply

    Masya Allah suka sekali membaca tulisan ini. Barakallahu mam. Tetaplah selalu berbagi kebaikan.

  2. January 26, 2022 at 11:18 am

    Sumintarsih

    Reply

    Elok tenan….
    Hebat ibu nih….. Andai ibu tdk mengenakan pakaian selam, mana mungkin ananda mendorong Ibu ke air. Allah telah memberikan jalan. Selamat ya Bu. Jadi kepingin nih…. Kepingin masuk air aja. Kalau ke Raja Ampat, ga lah….. Hehe…..

  3. January 26, 2022 at 9:44 am

    Hariyanto

    Reply

    Wah reportasenya sangat menarik penuh petualangan dan pembelajaran. Tulisannya sekaligus mengingatkan bahwa manusia harusnya punya prinsip kuat selalu belajar. Mantap reportasenya Bu. Salam…..salam literasi

  4. January 26, 2022 at 7:15 am

    Mukminin

    Reply

    Luar bisa. Tanpa niat dan kemauan yg keras untuk belajar hal baru dengan tekun dan semangat tidak akan tercapai harapan. Krn hidup itu memberi pelajaran pada kita. Hidup adalah madrasah ( Mr. Emcho).

    Terima kasih Ibu Telly D. Smgt

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree