November 25, 2021 in Catatan Harianku, Uncategorized

Terima Kasihku Padamu, Cikgu

Terima Kasihku Padamu, Cikgu

Oleh Telly D.

Guru dan Cikgu adalah ungkapan yang sama. Saya memiliki banyak guru, namun saya hanya punya satu guru yang saya sapa dengan sapaan cikgu. Mengapa berbeda?

Betapa istimewanya “Cikgu” yang hanya seorang itu.

Bersama Cikgu. Foto: Dokumen Pribadi

Memang istimewa. Dia guru yang istimewa, saya juga murid yang istimewa, pertemuan dan interaksi kami juga interaksi istimewa.

Cikgu seorang dosen Unesa, universitas terkenal di negeri ini, kelahiran 1965. Jika ditelusur lebih jauh dia dosen yang berprestasi, pengajar Sastra Inggris kebanggaan universitasnya.

Namanya tertulis dalam buku 50 Tokoh Inspiratif Alumni Unesa (2014). Punya nama besar sebagai penulis dan penggiat literasi.

Buka youtubenya, kamu akan mengenalnya sebagai Mr. Blantik atau Blantik Literasi. Lihatlah caranya berinteraksi dengan guru-guru, kamu akan mengagumi dedikasinya yang tidak kenal lelah mengangkat kualitas guru.

Baca bukunya, kamu akan tahu kualitas berpikir dan caranya berkomunikasi. Ikut pertemuan-pertemuan dimana dia menjadi narasumber, kamu akan tersadar negeri ini bangga punya anak bangsa seperti dia.

Beragam cara orang menyapanya, Much. Khoiri nama resminya, orang yang akrab menyapa dengan Emcho tentu berasal dari Moh. Khoiri. Ada yang memanggilnya Master atau Mr. Blantik, itu karena kanal youtube Blantik Literasi di mana dia berperan sebagai Mr. Blantik.

Dulu, saya juga memanggilnya Mr. Blantik. Ada yang memanggilnya Abah, bahkan ada juga yang menyapanya dengan Cikgu sama seperti sapaan saya. Tapi saya sangat yakin latar belakang penyebutan cikgu itu pasti tidak sama.

Sapaan itu mengisyaratkan betapa beragamnya kalangan yang berinteraksi dengannya. Sangat popular di kalangan penggiat literasi.

Namun, saya juga murid yang istimewa. Istimewa karena dapat belajar padanya di usia senja 62 tahun. Mungkin saya murid tertua yang pernah Pak Khoiri miliki.

Saya murid yang tidak perlu dimotivasi untuk rajin belajar, harus rajin baca buku, harus rajin kerja tugas, hormati gurumu, apalagi dimotivasi untuk bekerja keras untuk punya masa depan.

Cikgu. Foto: Dokumen Pribadi

Saya justru telah menghabiskan separuh umur saya menjalani masa depan, sehingga pengalaman saya memadai, pendidikan saya tuntas menyelesaikan semua jenjang yang ada. Tapi saya tidak tahu apa itu memudahkan Pak Khoiri membimbing saya atau malah justru sebaliknya.

Kata orang hubungan guru murid sebaiknya ada rasa saling mengagumi atau rasa bangga. Sekalipun saya setua ini, saya bangga punya guru seperti dia, saya selalu meyakinkan diri bahwa saya pantas dan tepat berguru padanya.

Ilmunya mumpuni, karakternya baik, dan yang membuat saya memuliakannya dia sangat santun dan menghargai, pandai menginspirasi saya, berkomunikasi dengan rendah hati, sederhana ucapannya.

Namun bagaimana saya di matanya, saya tidak pernah menanyakan hal itu.

Hal yang lebih istimewa waktu dan cara interaksi guru murid dilakukan.

1.Perkenalan yang istimewa

Saya berada dalam kondisi istimewa ketika itu yaitu   beradaptasi untuk tiga hal sekaligus memasuki masapurna, pandemi covid-19, dan kehilangan orang terkasih.

Setahun saya bergumul dengan rasa pilu dan kesedihan mendalam kehilangan orang terkasih.

Naluri saya mengirim sinyal. Saya mesti menolong diri saya, bangkit berjuang mengembalikan kewarasan.

Saya sadar harus punya aktivitas yang menantang selain beribadah sehingga punya alasan berjalan menjauhi kesedihan.

Saya harus membumikan diri saya berdamai dengan takdir yang mesti saya jalani.

Seorang penulis yang saya tidak kenal, memperlihatkan buku edisi barunya (SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan, Pagi Pegawai Petang Pengarang, dan Writing is Selling). Dalam grup WA literasi di mana saya jadi anggota, saya jadi ingat kebiasaan suka menulis dan menghadiahkan orang tulisan.

“Mengapa saya tidak mencoba menulis dengan serius, buku itu kelihatannya cocok untuk memotivasi saya mulai menulis dengan benar.’’

Bersama Cikgu. Foto: Dokumen Pribadi

Saya mencoba berkomunikasi dengan penulisnya. Saya mendapat sambutan yang bersahabat, sehingga saya mau sedikit membuka diri dan mengatakan.

‘’Saya ini orang kuno, membaca buku mesti memegang bukunya. Jika membaca buku digital saya tidak nyaman,’’ tulis saya.

‘’Sama, Bu, saya juga orang kuno sama dengan ibu membaca buku juga mesti pegang bukunya,’’ jawabnya juga hanya dalam pesan pendek.

Saya suka kata ‘sama’ punya kekuatan membuka rasa persahabatan. Mendorong saya bertransaksi, mengirim alamat, dan menunggu buku itu (datang ke rumah).

Sentuhan tangan Allah menolong saya, melalui buku itu. Penulis tersebut mengikuti perkembangan saya dalam membaca bukunya. Saya tidak pernah menemukan penulis yang memilik tanggung jawab memastikan bahwa buku itu berguna bagi si pembaca.

Betapa murninya pertemuan penulis-pembaca, kami saling berinteraksi tanpa mengetahui nama besar masing-masing. Saya tidak tahu nama besar penulisnya, dan saya sangat yakin penulis itu pun tidak mengetahui persis siapa saya yang jadi pembaca bukunya.

Sekalipun hal itu terungkap di kemudian hari tapi saya suka persahabatan yang dimulai tanpa bayang-bayang kebesaran nama. Saya memulainya dengan baik di waktu yang tepat.

2. Interaksi tanpa tatap mukan

Cara saya berinteraksi unik, semua hanya melalui pesan pendek kecuali pernah satu kali Pak Khoiri menelepon. Begitu pentingnya meluruskan pemahaman sehingga mesti berdialog langsung tidak cukup melalui pesan pendek.

Saya tidak pernah bertemu secara fisik, sampai saya tulis tulisan ini. Dialah guru yang tidak pernah saya jabat tangannya untuk saya cium. Cium tangan pada seorang guru adalah tradisi saya.

Usia kami jauh berbeda. Ada upaya menjembatani jarak usia dengan memanggil saya ibu. Saya memulai menjembatani keakraban itu menjadi persaudaraan.

Cikgu. Foto: Dokumen Pribadi

Dia meminta saya memilih disapa kakak atau Mbakyu.Saya memilih disapa Mbakyu. Dia memang saudara saya dari tanah jawa. Saya

menyapanya dengan sebutan adinda atau Ndi. Seperti cara kami di tanah Bugis. Paduan harmonis identitas suku kami.

Untuk membedakan peran saudara dan peran guru yang kadang beririsan maka saya mengunakan sapaan lain.

Sapaan cikgu adalah sapaan interaksi untuk pembelajaran.

Jika saya memulai pesan pendek itu dengan kata Cikgu, itu memberi isyarat bahwa saya lagi berperan jadi murid dan saya meminta layanan guru.

Mbakyu, kata memulai percakapan untuk interaksi sehari-hari dimana saya berperan sebagai kakak yang punya kekuasaan memaksa untuk hal- hal tertentu.

Mbakyu suka saya gunakan untuk mendominasi percakapan. ‘’Mbakyu sudah menyelesaikan tanggung jawab saya sebagai kakak, selebihnya menjadi tanggung jawab adinda’’ itu kata-kata dominasi yang saya pakai sebagai kakak. ‘’Siap Mbakyu’’ kata yang dia gunakan jika menyatakan kepatuhannya jadi adik.

3. Tidak Mengeal Waktu

Satu-satunya ruang belajar saya hanya melalui whatshap. Komunikasi dilakukan dengan pesan pendek.

Karena kesibukan Pak Khoiri, saya tidak pernah tahu kapan ada waktu kosongnya. Saya hanya menyimpan pesan pendek atau mengirim hasil tulisan saya dan menunggu kapan Pak Khoiri punya waktu untuk membacanya.

Namun secara umum setiap saat saja Pak Khoiri menjawab pesan pendek saya. Dan mengomentari tulisan saya. Jika memerlukan waktu untuk menjawab, maka selalu ada permintaan maafnya memberi alasan mengapa pesan pendek saya tidak dapat dijawab cepat.

Saya pernah menghapus pesan pendek saya karena berubah pikiran, takut mengganggu kesibukannya. Namun ada pertanyaan, ‘’Mengapa dihapus, Mbakyu?” Sejak itu saya tidak pernah menghapus pesan pendek saya sekalipun tidak segera dijawab.

4. Pandai mengispirasi

Sekalipun saya murid dengan pengalaman dan pendidikan yang memadai, tidak berarti semua berjalan mulus.

Titel itu hanya asesoris belaka. Menulis adalah keterampilan, tidak serta merta karena doktor otomatis bagus menulis apalagi jika tulisan kreatif. “Menulis adalah keterampilan, untuk bagus tidak ada cara lain selain berlatih setiap hari.” (Much Khoiri).

Saya ‘’dipaksa’’ masuk dalam grup Rumah Virus Literasi (RVL) yang berisi penulis-penulis hebat. Kondisi saya ibarat rusa masuk kota diminta perkenalan diri.

Perkenalan diri yang saya tulis membuat saya menerima banyak komentar. Sekarang saya sudah bisa tersenyum jika mengingatnya.

Saya membenarkan tulisan perkenalan itu panjang dan belepotan. Bagaimana bisa menata pikiran dengan baik jika menata hati saja saya kesulitan.

Saya mengerjakan dengan separuh hati, dongkol diminta menulis, yah hasilnya seperti itu.

Saya menerima pesan pendek. ‘’Baca dulu sebelum tulisan dikirim’’

‘’Lebih enak menulis daripada mengedit, perlu banyak waktu, saya tidak suka’’ jawab saya sembrono.

‘’Jenengan jika mau begitu, pakai asisten.’’

‘’Waduhh,’’ tidak perlu dijawab.

‘’Perhatikan tanda baca dan ejaan,’’ pesan pendek berikutnya

Pekerjaan memeriksa tanda baca dan ejaan itu pekerjaan ibarat mencari kutu dalam beras.

Akhirnya mesti meneliti ulang kata demi kata. Memperhatikan tanda baca dan ejaan memang membuat tulisan saya lebih tertib, itu sama saja dengan meminta saya mengeditnya.

Kerja kecil yang berdampak besar. Memperhatikan tanda baca dalam tulisan menggunakan prinsip 20/80 Pareto. Menyelesaikan masalah utama hanya 20%, dan 80% untuk menaikkan kinerja mencapai 100 persen.

Beberapa tulisan saya terinspirasi dari Pak Khoiri. Kami lagi bertukar informasi tentang covid-19. Beliau menggunakan ungkapan “sakti” untuk orang yang tidak peduli pakai masker. Saya melahirkan tulisan “Sakti atau Sakit’’ sekalipun komentarnya tulisan itu bergaya skripsi.

Tulisan “Berpikir Kritis, Perlukah” juga karena ungkapannya dalam grup bagaimana berpikir di atas kertas, menggabungkan berpikir dan bahasa dalam menulis. Saya mendapat pujian untuk tuisan ini.

Seorang guru bertanya “Bagaimana menghilangkan rasa minder jika berbicara’’ dalam meeting zoom di mana Pak Khoiri jadi nara sumber, menginspirasi saya menulis tulisan ‘’Membandingkan’’. Jadi lain senangnya karena di grup RVL Pak Khoiri memuji tulisan ini.

Setiap interaksi saya memperoleh banyak manfaat, itu karena saya sangat yakin dan percaya kemampuannya sebagai seorang guru, sejatinya hubungan guru murid harusnya demikian.

5. Mengapa saya menyapa dengan cikgu

Saya terinspirasi dengan cikgu dalam Serial Ipin Upin yang selalu membawa kebahagiaan bagi murid-muridnya.

Ada kesamaan Pak Khoiri juga selalu berupaya membuat saya bahagia melalui merangkai kata demi kata, menjadi penulis.

Sekalipun demikian, sesungguhnya yang mendasari saya menyapanya dengan Cikgu adalah bahwa saya menghargai kesungguhan hatinya yang tidak kehabisan akal serta kesabaran menuntaskan masalah yang saya hadapi dan memberi saya kesempatan menunjukkan potensi terbaik.

Saya ingin memberi pengakuan pada kehebatannya, bukan karena dia berprestasi di kampusnya atau karena dia memiliki banyak gelar kebesaran, namun dia hebat karena mampu memotivasi dan menyadarkan saya mengapa saya mesti tetap belajar dalam kehidupan ini

Sesungguhnya dia memberi kesan melangit namun karena disertai fakta- fakta bahwa dia juga telah melakukan hal yang sama, jatuh bangun menghadapi masalah hidup dan juga pernah kehilangan orang terkasih.

Dia tampilkan dirinya sebagai sosok yang tidak sok tahu. Dia hindari sikap “merasa” paling benar. Argumentasinya cerdas dan bernas, lengkap dengan semua produk karya hasil tulisan.

Apa yang dikatakan dia mampu perlihatkan buktinya. Berdiskusi dengannya saya memiliki ilmu bercampur pengalaman hidup sangat membumi.

Dia menyadarkan saya bahwa hidup itu mesti terus berjalan. Perbaiki sisi lemah dari diri, dan berlatihlah terus untuk menunjukkan prestasi terbaik.

Dia melakukan semua dengan tulus dan tanpa pamrih.

Saya percaya sekali dengan apa yang dikatakan sehingga saya mau saja patuh mengikuti bimbingannya.

Saya merasa sangat istimewa di matanya. Terlebih ketika dengan segenap ketulusannya dia menemani saya merangkai kepiluan itu dalam kata. Kekuatan kata-kata dipakai mengangkat bongkahan kesedihan yang menghimpit di dada.

Melepas satu kata demi satu kata dari luka itu perih sekali memeras semua air mata namun itu mesti dilakukan. Saya orang yang merangkai kata-kata dengan linangan air mata.

Saya berharap akan tiba di saat yang paling mengharukan nanti, yaitu jika buku saya, memoar orang terkasih yang meninggal telah terbit. Buku yang mengabarkan tentang kuatnya ikatan istimewa yang melandasi hubungan di antara murid dengan guru.

Buku itu wujud perasaan cinta sang cikgu, melakukan yang terbaik untuk saya muridnya.

Dialah manusia yang dipilih menjadi pijakan bagi kebahagiaan saya muridnya.

Cikgu, Terima kasihku padamu.

Saya menulis cerita ini sebagai wujud terima kasih. Pada peranan cikgu menarik saya dari kepiluan dengan menulis

Dialah yang menyemangati saya untuk berjuang terus, menyelamatkan kebahagiaan saya yang masih tersisa.

Menulis adalah terapi jiwa yang lara. Himpitan kesedihan itu terlalu besar dan berat cikgu, saya tidak yakin bisa mengangkat seluruhnya. Bahkan mungkin akan saya bawa sampai akhir hidup ini.

Namun saya telah memiliki sedikit celah untuk menghirup udara dengan lega, sedikit cahaya untuk berani menatap langit dan matahari, sedikit

keriangan untuk menjadi alasan tersenyum, dan sedikit energi untuk saya pakai berdiri dan  berjalan menuju keabadian nanti.

Terima kasih atas semua yang cikgu lakukan. Dengan apa yang cikgu dedikasikan, saya paham Allah mengirim cikgu di waktu yang tepat menolong saya. Kita hanya menjalankan apa yang jadi ketentuanNya.

Jika nanti, saya lebih awal menghadap pada sang Khalik, saya akan bersaksi punya cikgu yang benar-benar guru sejati, mendedikasikan semua waktu, tenaga, pikiran, dan ilmu untuk profesi dan untuk semua orang yang membutuhkan.

Semoga Allah selalu melindungi cikgu, memberi kebahagiaan, Kesehatan, dan keberkahan hidup dunia dan akhirat.

Ya Allah lindungilah guruku dari pesona dunia yang bisa mencederai nama besarnya. Biarkanlah dia tetap seperti sekarang sederhana, mulia dan rendah hati.

Aamiin ya Robbal alamin

Selamat hari guru. Jayalah guru Indonesia

Jayalah Bangsaku.

Makassar, 25 November 2021




One Comment

  1. November 23, 2023 at 1:47 am

    N. Mimin Rukmini

    Reply

    Subhanallah! Bunda, tulisan yang keren pisaaan! Tak kuat haru dan bangga, air mata tu meleleh tak terbendung. menyimak kisah guru dan murid ini. Betapa menjadi murid dan guru istimewa Bun! Potensinya, sikapnya! Ah, Bunda dan Abah! Moga ini menjadi inspirasi sekaligus refleksi diri saya,. Akhlak mulya guru dan siswa yang super keren! InsyaAllah akan terus menyimpan kebaikan sampai akhirat ndnti. Kami harus mencontoh Bun! Terimakasih! Ya, Allah lindungilah guru dan murid luar biasa ini! Bimbimbinglah mereka hingga ke sorga kelak. Aamin Yaa robbal Aalamiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree