November 3, 2021 in Catatan Harianku, Uncategorized

Kabar Pagi : Penulis Kitab Kehidupan Menjadi Guru Kehidupan

Kabar Pagi (11)

Penulis Kitab Kehidupan Menjadi Guru Kehidupan

Oleh Telly D

Awalnya hanya rasa penasaran. Penasaran pada penulis Kitab Kehidupan karena produktivitasnya yang luar biasa: Mampu menghasilkan sejumlah makalah, artikel, artikel ilmiah, opini, novel, cerpen, puisi, kisah perjalanan, dan 66 buku yang mendapat komentar dari para penulis hebat lain sebagai buku- buku yang berkualitas.

Saya pernah menghitung usia penulis itu dengan waktu kapan dia mulai menulis. Saya mendapatkan angka menulis buku yang fantastis. Kemampuan menulis yang luar biasa.

‘’Gila” itu ucapan yang cocok. Hanya orang ‘’gila menulis’’ yang mampu melakukan hal itu.

Orang suka mengatakan ada hubungan yang erat antara kemampuan menulis dan kemampuan membaca. Jika ingin menulis dengan baik, anjuran standarnya selalu harus banyak membaca.

Melihat koleksi buku.
Sumber : dokumen pribadi

Menulis adalah proses merangkai, menyusun, dan mencatat hasil pikiran dalam bahasa tulis. Semakin banyak mendengar, melihat,

dan membaca, tentu semakin mudah untuk memaparkan dalam tulisan.

Tidak salah rasanya jika rasa penasaran itu Saya muarakan untuk melihat perpustakaan dan buku-buku bacaan yang menggerakkan penulis itu seproduktif dan sebaik itu. Belajar dari kesuksesan orang memang salah satu cara belajar yang baik.

Saya tahu itu bukan hal yang mudah, di samping penulis itu supersibuk, apa juga urusan Saya mengintip perpustakaannya? Siapa Saya ini?

Saya bukan mahasiswanya yang diberi tugas membaca, bukan kolega dosen yang mesti berdiskusi tentang buku, bukan peneliti yang memerlukan bacaan tertentu, dan juga bukan penulis yang selalu haus bacaan. Saya benar-benar tidak punya alasan yang layak disampaikan untuk dipertimbangkan.

Saya melakukan hal buruk dengan seolah-olah menggugat kejujurannya.

’’Saya ingin datang ke perpustakaannya untuk menghitung sendiri apa buku yang 66 buah itu benar-benar ada,’’ kata Saya dalam pesan pendek.

Spontan saja dia menyetujui ‘’Monggo Mbakyu, jika ada kesempatan datang ke kediaman kami, boleh menghitung sendiri,‘’ tulisnya dalam pesan pendek.

Pesan pendek yang bernuansa janji, yang menjadikan Saya membangun mimpi mengunjungi kediaman penulis itu sekaligus masuk ke perputakaan pribadinya.

Ketika Saya sudah di Surabaya dalam perjalanan pulang dari Pamekasan Madura, Saya menghubungi penulis itu.

‘’Saya sudah di Surabaya, besok jika hasil tes PCR Saya negatif, Saya berniat datang ke kediaman Bapak menghitung buku yang 66 buah itu,’’ Saya memberi informasi awal.

Saya mesti memastikan diri aman sebelum bertemu. Dalam kondisi pandemi covid-19 mesti berhati-hati, Saya sudah berkeliling di Pamekasan Madura beberapa hari.

‘’Kapan hasil tes PCR keluar?’’ balasnya dalam pesan pendek tanpa Saya harus menunggu.

‘’Besok setelah pukul 15.00,’’ balas Saya.

Mengetahui Saya menginap di Best Western Papilio Hotel jalan A. Yani 176 Surabaya, penulis itu mengatakan,

‘’Saya kebetulan ada kegiatan tidak jauh dari hotel tempat Mbakyu menginap, saya bisa menjemput untuk bersama-sama datang ke rumah,’’ balasnya menawarkan jasa baik.

Wah! kebetulan tawaran yang sangat bersahabat, Saya langsung mengiyakan karena putra Saya juga punya agenda ke Sidoarjo, sehingga tidak bisa mengantar.

Saya sudah siap lebih awal di lobi hotel. Ketika penulis itu datang bertopi Blantik Literasi dengan style anak muda (tidak memakai batik) menunggang Xentuner (Xenia sensasi Fortuner), tunggangan kesayangannya.

Sebelum menikmati sensasinya, Saya mencoba menyapanya Xentuner sambil menyentuh wajahnya.

‘’Kamu pasti Xentuner, Saya mengenalmu karena ada dalam tulisan pemilikmu.’’ Kami tertawa bersama di depan Xentuner penulis itu seperti buku yang terbuka isinya.

Menjemput dengan menyetir sendiri, Saya dipersilakan duduk di belakang sebab di samping kursi pengemudi penuh dengan buku- buku (karena dia pulang dari mengisi pelatihan menulis di sebuah lembaga).

Saya senang saja, rasanya nyaman dengan pilihan itu, apa dia tahu ya bahwa Saya pasti salah tingkah dengan kondisi hanya

berdua jika harus duduk berdampingan di depan. Betapa bijaknya penulis ini.

Penulis itu pengemudi yang baik. Sepanjang jalan kami berceritra. Apa saja yang kami lihat dan kami lewati menjadi bahan diskusi. Dia punya kepekaan mengamati dan punya kemampuan baik untuk mengomuniasikan apa yang diamati. Ketahuan orang terdidik, punya banyak ilmu dan bacaan. Cerdas dan tajam, analisis sosial budayanya mengalir dengan sempuna. Nilai-nilai moral, agama suka diselipkan dalam setiap pembicaraan.

Saya menemukan dalam dirinya kombinasi yang baik antara pendidik, ilmu, kecerdasan, kepekaan pengamatan lapangan, semangat, dan penguasaan Bahasa, modal dasar jadi penulis. Seandainya Saya merekam pembicaraan itu, layak menjadi satu artikel.

Tiba di kediamannya di Driyorejo Gresik, Saya disambut hangat oleh keluarganya (isteri dan dua orang putranya: putri dan putra). Keluarga yang hangat dan membuka diri untuk saling mengenal dengan baik.

Saya ikut terbawa arus dengan keakraban yang disodorkan sehingga gelas yang berisi air tomat yang dihidangkan memerlukan untuk diisi ulang. Saya berulang meminumnya sampai tandas.

Saya tidak tahu apa Saya lagi bahagia dengan kehangatan itu atau Saya kehausan sebab rahasia tergelap. Saya bukan orang yang doyan tomat mentah bahkan suka menghindari baunya.

Memakai topi Blantik Literasi di Studio Blantik Literasi.
Sumber : dokumen pribadi

Orang suka katakan di balik kesuksesan pasti ada orang kuat di belakangnya. Penulis itu memiliki dukungan keluarga yang kuat untuk sukses menjadi penulis.

Dari percakapan terungkap, penulis itu diberi waktu khusus membaca, punya waktu khusus menulis sehingga jika masuk perpustakaan keluarga memastikan bersih dari gangguan yang bisa merusak fokus dan menguapkan konsetrasi.

Ada waktu khusus penulis itu diberi kebebasan menjadi penulis tanpa gangguan urusan keluarga.

Saya beri dua jempol kemampuan penulis itu menata waktunya dengan efisien, efektif, dan produktif. Saya mencurigai ada pekerjaan yang dikerjakan bersamaan.

Dia sebagai dosen atau pengajar akademik, pembimbing dan penguji mahasiswa, menjadi narasumber dimana-mana, membaca, menulis, penggiat literasi, youtuber, Blogger, editor, ayah, suami, dan anak yang bakti pada orang tua. Punya jadwal khusus mengunjungi orang tuanya di luar kota (Madiun). Ini masih sedikit dari  pekerjaan yang Saya bisa tulis.

Saya terharu, ternyata dalam peran yang tumpang tindih itu dia masih berperan menjadi suami yang berjuang memelihara dan memulihkan kesehatan isterinya dari stroke yang dihayatinya (hampir lima tahun ini).

Saya haru, ikut merasakan semangat yang penuh optimis untuk berjuang memulihkan isterinya 100%. Harapan yang memerlukan ketekunan dan ketelitian, biaya, dan waktu yang yang tidak sedikit.

Penulis itu pernah melewati tahun-tahun sulit di mana sambil menjaga isteri namun tetap mampu menjaga semangat menulisnya. Menulis di mana saja, dalam HP pun sering dia lakukan jika waktunya sudah harus menulis.

Punya mental yang luar biasa. Disiplin dengan komitmen yang telah ditekadkan. Tangguh dan percaya dengan kerja keras dan ketekunannya akan membawa keberhasilan.

Isterinya sekarang sudah berangsur pulih. Sebagian besar motorik dan daya ingatnya berangsur normal. Sudah bisa mengaji dan sholat dengan baik sekalipun masih duduk. Wujud perhatian dan kasih sayang yang luar biasa.

Setelah selesai membangun jembatan silaturahim, Saya diajak untuk masuk ke perpustakaan keluarga.

Dari depan tidak tampak bahwa rumah kediaman itu terdiri atas dua rumah yang dijadikan satu. Tempat Saya diterima adalah rumah tempat beliau beraktivitas dengan keluarga. Perpustakaan dan studio Blantik Literasi menguasai rumah yang satu lagi.

Untuk mencapai perpustakaan dan studio Blantik Literasi, aksesnya melewati jalan penghubung dan itu melintasi kamar utama penulis. Saya diantar oleh penulis dan keluarganya.

Weih, perpustakaan pribadi mesti melewati lorong yang sangat pribadi pula. Saya jadi merasa malu mengetahui permintaan Saya yang ‘’liar’’ tidak mempertimbangkan hal ini.

‘’Ini mesti ada petanya, supaya tidak tersesat,’’ kata Saya sambil berjalan. Kata itu untuk mengimbangi rasa bersalah yang tahu-tahu menyelinap begitu saja mengganggu perasaan. Saya mencoba menghibur diri.

Akhirnya Saya jadi tahu bahwa penulis itu bekerja sendiri tanpa asisten. Bekerja berteman dengan kesunyian jauh dari hiruk pikuk dunia. Dalam kesunyian itu dia mampu menciptakan sendiri keramaian dan hiruk-pikuk dalam karya-karya yang dihasilkan.

Perpustakaan pribadi itu tampilan umumnya sama seperti perpustakaan yang lain. Dipenuhi buku yang disusun dalam rak buku yang berjejer-jejer. Apa yang berbeda?

Perpustakaan itu rupanya merangkap jadi ruang kerja penulis. Ada meja kerja, kursi, dan laptop yang melengkapi fasilitas yang ada.

Buku-bukunya beragam namun banyak didominasi buku sastra dalam dan luar negeri, buku agama, sosial, budaya, dan buku-buku lain yang tentu jadi kebutuhannya dalam bekerja dan menulis.

Perpustakaan yang aktif dan hidup. Buku-buku yang ada terkesan selalu ditarik untuk dibaca dan dikembalikan lagi, tidak sekedar pajangan. Kelihatan sekali suka dibuka lembarannya, bahkan beberapa buku yang kelihatan tampilannya sudah tidak mulus lagi karena seringnya dibuka dan dibaca.

Ada meja ‘service’ kecil yang disediakan di samping meja kerja. Meja yang berfungsi meletakkan tugas-tugas mahasiwa yang belum dibaca, yang sudah dibaca, buku-buku yang dipersiapkan terbit menunggu jadwal diedit atau diberi kata pengantar.

Bahkan ada meja kecil yang masih berisi buku-buku referensi Kitab Kehidupan. Saya mengetahuinya karena sempat melihat-lihat tumpukan buku itu. Buku yang menjadi referensi buku Kitab Kehidupan belum dikembalikan ke rak buku.

Sejujurnya perpustakaan itu sudah terlalu sesak untuk buku yang ada. Dindingnya telah dikelilingi lemari buku. Bahkan ada buku dalam dua lemari besi. Saya tertegun menatap lemari besi itu.

‘’Apa buku yang di dalamnya buku-buku yang dikeramatkan karena lemarinya istimewa dari lemari buku yang lain?”

‘’Tidak. Itu karena saya kehilangan satu lemari karena dimakan rayap dan saya menggantinya dengan lemari besi ini,’’ suara penulis itu memberi penjelasan. Apa yang ada di pikiran Saya rupanya terbaca.

‘’Ada berapa jumlah koleksi bukunya?” Saya memajukan pertanyaan standar.

‘’Nggak tahu, Mbakyu. Dulu saya telaten mendokumentasikan. Sudah 10 tahun ini tidak update lagi. Padahal setiap pekan ada tambahan buku, entah saya beli sendiri, entah kiriman teman yang minta pengantar atau endorsement, atau mereka yang saya bimbing menyusun buku. Saya tidak pernah menghitungnya lagi,‘’ jelas penulis itu.

Pantas bukunya ada di mana-mana teronggok diam-diam mengisi ruang yang masih ada untuk meletakkannya.

Saya mendapat penjelasan bahwa ruang ini dan semua letak buku yang ada tidak boleh ada tangan lain yang dibenarkan menyentuhnya.

Harus sesuai keinginan si penulis bahkan menurutnya lantai perpustakaan akan penuh buku yang terbuka jika penulisan itu

semakin meminta perhatian dan bacaan yang beragam, dan itu harus dibiarkan saja.

Akhirnya Saya memperlihatkan telunjuk jari dan mengatakan,

‘’Mana buku yang 66 buah itu? Saya sudah ingin memulai untuk menghitungnya,’’ kata Saya sambil menggerak-gerakkan telunjuk jari.

Penulis itu tertawa berdampingan dengan isterinya melihat lakon Saya. Saya dibukakan satu lemari yang rak atasnya berjejer buku karya beliau dari awal.

Beliau sudah menulis sejak tahun1986, namun baru mulai menyusun buku pada tahun 2011. “Masih ada tulisan-tulisan terdahulu yang bekum dibukukan,” katanya. Sekarang Saya mulai membilang dari kanan ke kiri.

Saya teriakkan satu, buku pertama adalah antologi cerpen berjudul Ndoro, Saya Ingin Bicara. Saya membilang dua dan seterusnya sampai buku terakhir tahun 2021 Kitab Kehidupan.

Rasanya ‘Plong’ Saya sudah membuktikan bahwa buku 66 buah benar ada, 40 buku dijejer di depan, dan selebihnya dijejer di bagian belakang berdampingan dengan cadangannya jika masih ada.

‘’Mana buku yang menginspirasi yang dibicarakan dalam kanal youtube Blantik Literasi yang viral itu?’’ Saya disodorinya buku Mahabharata-Ramayana, dan buku-buku tebal yang lain. Saya memeriksanya. Akhirnya tensi rasa penasaran Saya menurun dan menjadi jinak.

Saya jadi tahu mengapa begitu banyak ide yang berserakan mampu dia pungut satu persatu dan menuliskannya, mengapa begitu produktif, mengapa begitu indah penulis itu merangkai kalimat dan paragraf yang memukau sehingga memaksa orang- orang yang membacanya selalu ingin mengulangnya.

Buku-buku yang beragam menutrisi otak menjadi mesin ide, kata- kata dan kalimat yang tidak habis-habisnya mengalir.

Mengisi kepala dengan bacaan buku yang banyak dan beragam. Konsekuensi logisnya memang isi kepala mesti dikosongkan dan cara tepat untuk mengosongkannya dengan mengeluarkan dalam bentuk tulisan.

Fasilitas dan pengalokasian dana berperan tidak kalah pentingnya mendukung kesuksesan penulis.

Dari perpustakaan, Saya ditawarkan beralih ke studio Blantik Literasi yang ada di sebelahnya. Saya penikmat loyal dari Blantik Literasi. Saya tekun mengikuti hampir semua segmennya namun Saya sama sekali tidak tahu jika studionya bersebelahan dengan perpustakaan. Ini Bonus dalam kunjungan Saya.

Ada fasilitas standar sebagaimana layaknya sebuah studio, ada PC computer, ada latar belakang, ada lampu kiri kanan, dan seterusnya, dan ada yang menarik yaitu ada beberapa topi Blantik Literasi tergantung pada stand gantungan topi. Saya mencobanya satu di kepala dan meminta untuk Saya diphoto sebagai kenangan bahwa Saya pernah mengunjungi studio ini.

Di studio itu ada tempat tidur beton yang diberi porselin. Di atasnya diberi Kasur lepek yang tipis dilengkapi bantal kepala. Ketika tangan Saya menyentuhnya untuk mengukur ketebalannya, penulis itu mengatakan,

‘’Ini tempat saya sekedar meluruskan badan Mbakyu, sengaja dibuat tidak empuk supaya tidak bisa terlena, dan bisa segera bangkit kembali bekerja.’’ Penulis itu mampu membaca apa yang ada di pikiran Saya. Betapa kerasnya dia mengedukasi diri.

Melihat studio, Saya jadi tahu betapa kreatifnya penulis itu menyiasati fasilitas yang ada untuk membuat kanal Blantik Literasi menjadi tayangan yang berkualitas. Memulai satu mimpi tidak harus dimulai dengan fasilitas yang mewah. Dengan kemauan keras dan kreativitas langkah awal sudah bisa dimulai.

Saya masih berdiskusi ketika azan magrib berkumandang, dan diskusi mesti diakhiri. Kami akhirnya sholat magrih berjamaah dengan keluarga yang diimami oleh Penulis itu di studio Blantik Literasi.

Duduk sambil berdiskusi diatas tempat istirahat Studio Blantik Literasi
Sumber : dokumen pribadi

Dalam sholat, Saya bersimpuh menengadahkan kedua tangan, membisikkan rasa syukur Saya dengan pertemuan ini.

‘’Terima kasih ya Allah, hari ini Saya diberi kesempatan belajar banyak hikmah mencintai hidup dan kehidupan dari guru kehidupan Saya, penulis Kitab Kehidupan.’’

Penulis yang menulis di tengah kesibukan dan menggerakkan orang lain untuk mau melakukan hal yang sama, memahami bahwa kebahagiaan yang hakikih itu diperoleh tatkala menjadi sosok yang berarti dan bermakna bagi kehidupan di sekelilingnya. Berkahi Saya ya Allah agar dapat mengambil hikmah dari semua ini.

Akhirnya kunjungan selesai, beliau dan keluarga mengantar Saya ramai-ramai kembali ke hotel di mana Saya menginap.

Besok Saya akan meneruskan perjalanan ke Sorong, Papua Barat. Kini Saya semakin bersemangat menulis, menulis dalam kesibukan seperti yang telah dicontohkan penulis Kitab Kehidupan. Penulis yang macak Blantik Literasi, Penulis itu adalah Much Khoiri. Jangan mati sebelum menulis buku!*

Surabaya, 27 Oktober 2021




6 Comments

  1. November 3, 2021 at 4:56 am

    kang Amri

    Reply

    mantaap..masya Allah

    1. November 9, 2021 at 8:38 am

      daswatiaastuty

      Reply

      terima kasih Kang Amri

  2. November 3, 2021 at 4:55 am

    Hariyanto

    Reply

    MasyaAllah kita seperti hadir di rumah beliau. Ketika menghitung jumlah buku seolah inspektorat datang. Ketika mengamati mobil misalnya langsung terurai dengan runtut. Apalagi ketika mengurai sosok beliau”Saya menemukan dalam dirinya kombinasi yang baik antara pendidik, ilmu, kecerdasan, kepekaan pengamatan lapangan, semangat, dan penguasaan .” Bu Daswatia seperti menemukan kemiripan dalam mereportase….tajam dan tuntas. Mantap Bu. Terimakasih sudah diajak silaturrahmi. Salam literasi.

    1. November 9, 2021 at 8:39 am

      daswatiaastuty

      Reply

      Memang ditulis dengan maksud semua dapat merasa ikut bersilaturahmi di Perpustakaan dan Studio Beliau. Sehingga bisa mengenal beliau lebih dekat

  3. November 3, 2021 at 3:36 am

    Mukminin

    Reply

    Luar biasa komplit plot.

    1. November 9, 2021 at 8:38 am

      daswatiaastuty

      Reply

      terima kasih Cak Inin atas kunjungannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree