November 3, 2021 in Catatan Harianku, Uncategorized

Kabar Pagi : Jumpa Penulis

Kabar Pagi : Jumpa Penulis. dok.pribadi

Kabar pagi (8)
Jumpa Penulis
Oleh Telly D

Saya yang bermukim di Makassar dan penulis itu bermukim di Surabaya. Sudah jadi satu tantangan jika ingin bertatap muka, jumpa penulis, dalam kondisi pandemi covid-19.

Jika Saya sudah tiba di Surabaya pun belum ada jaminan bisa bertemu, mesti menyesuaikan dengan jadwal penulis yang padat. Penulis itu suka berpindah dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain.

Saya tidak menyangka semua jadi simpel, campur tangan Allah SWT, dan kelapangan hati penulis, mau memahami dan mau berbagi waktu membuat semuanya dapat terjadi dengan cara sederhana.

saya menerima informasi tentang isi buku dan latar belakang penulisannya.
Sumber : dokumen pribadi

Penulis itu Saya kenal melalui salah satu grup literasi. Saya tertarik dengan buku yang dia tawarkan. Kami berkomunikasi, dan Saya terkesan dengan kesantunannya dalam berkomunikasi. Bahasa yang dia gunakan tertata baik, tidak banyak lagi orang yang peduli menggunakan bahasa yang baik dan benar jika melakukan pesan pendek. Ketika itu Saya belum tahu nama besar dan latar belakang penulis itu.

Rasa nyaman membuat Saya mau mengakui dan mengirim pesan pendek kepadanya,

‘’Saya orang kuno, nanti memegang bukunya baru merasa membaca buku,“ itu untuk meyakinkan bahwa Saya belum mampu beradaptasi sepenuhnya dengan buku digital.

‘’Sama, Saya juga orang kuno Bu,” tulisnya dalam pesan pendek.

Kata “sama” yang dia gunakan memiliki daya dorong yang tinggi membuat Saya mau membuka pintu untuk berkomunikasi lebih

jauh. Cepat saja prosesnya Saya memesan buku, buku datang tepat waktu. Selesai transaksi itu menurut Saya.

Menjadi lain karena beberapa hari kemudian, Saya menerima pesan pendek yang menanyakan apa buku itu sesuai dengan yang harapkan?. Wah! ini menarik, Saya tidak pernah menemukan penulis begitu peduli dengan pembacanya.

Saya mencari tahu siapa penulis ini. Mengetahui nama besarnya, Saya semakin terkesan dengan kepedulian dan kerendahan hati yang dia miliki.

Cerita itu yang menjadi awal diskusi-diskusi. Sedianya hanya perkara bagaimana Saya bisa menulis tertib sesuai kaidah penulisan, dalam rangkaian hubungan penulis-pembaca. Kemudian beralih dan tergeser menjadi hubungan guru-murid.

Saya menemukan diri telah memanggilnya dengan panggilan cikgu, sejatinya memang harus demikian.

Penulis itu memasukkan Saya dalam grup Rumah Virus Literasi (RTL), Saya memahaminya tentu dengan niat agar Saya bisa belajar banyak dari orang-orang yang hebat dalam grup itu.

Semua Interaksi kami hanya sebatas pesan pendek dalam WA, sangat terbatas sehingga selalu ada keinginan untuk bertatap muka membicarakan banyak hal dengan lebih mendalam.

Saya sebelumnya sudah pernah ke Surabaya tapi tidak punya kesempatan bertemu muka. Beberapa kali berniat ke Surabaya juga tertunda karena pengetatan protokol kesehatan.

Ketika buku ‘Kitab Kehidupan’ terbit, Saya sudah bertekad buku itu Saya hanya mau terima melalui tangan penulisnya.

‘’Jangan dikirim cikgu, biar Saya datang sendiri mengambilnya,” kata Saya kepada penulis buku Kitab Kehidupan.

Ketika hal ini Saya katakan padanya, Saya juga tidak yakin dapat bertemu.

Namun Saya sudah punya alasan yang tepat ketika melangitkan doa Saya dua bulan yang lalu.

‘’Ya Allah izinkan Saya bersilaturahim dengan penulis buku Kitab Kehidupan.’’

Kesempatan itu Saya dapatkan ketika Saya dan putera dalam perjalanan keluarga ke Pamekasan Madura. Saya tiba sore di Surabaya, sebenarnya malam itu sudah bisa bertemu namun Saya menahan diri.

Dari bandara dengan kondisi pandemi, Saya harus memastikan diri steril dulu sebelum berinteraksi. Saya menunda pertemuan ke besok siang tanggal 19 Oktober 2021 sebelum ke Pamekasan. Kebetulan setelah pkl 12.00 penulis itu menyiapkan waktu untuk jumpa penulis.

Saya menginap di hotel Best Western Papilio hotel yang berada di jalan Ahmad Yani no 176-178 Surabaya. Sebelum ke rumahnya Saya mengecek keberadaannya dan meminta rekomendasi restoran untuk tempat makan siang.

Primarasa tempat yang direkomendasikan. Restoran itu berada tepat di sebelah kiri hotel tempat kami menginap. Saya dan putera Saya berjalan melihat kondisi restorannya.

Kondisinya sepi dan lengang tidak banyak pengunjungnya. Puteraku mengundang Penulis itu untuk makan siang bersama keluarga sekaligus jumpa penulis.

Saya tahu persis bahwa penulis itu baru saja tiba di rumah, dan Saya juga tahu jarak rumah ke tempat makan itu cukup jauh, pasti dalam kondisi kelelahan.

Saya senang sekali ketika mengetahui bahwa penulis itu dengan senang hati mengatakan bersedia mengubah pertemuan dari rumah ke Primarasa dan meminta Saya menunggu kedatangannya.

Saya menunggu, dalam menunggu Saya berpikir apa bisa Saya mengenalinya sekalipun wajahnya sudah dilihat berkali-kali pada meeting online dimana dia menjadi narasumber.

Melihat Saya hanya berdiam, putera Saya mengganggu,

‘’kenapa tegang?” tanyanya sambil meremas telapak tangan Saya.

‘’Ini pertama kali Saya bertemu dengan penulis itu,’’ Saya menjelaskan.

‘’Jangan tegang, yang ada di sekitar ini juga adalah penulis,’’ katanya sambil menunjuk ke stafnya yang juga ikut makan siang bersama dengan keluarga. Staf itu adalah staf yang bertanggung jawab dengan keuangan perusahaan.

Melihat Saya bingung, putera Saya menjelaskan,

‘’Ini penulis laporan tahunan, ini penulis laporan bulanan, ini penulis piutang, asset dan saham,‘’ katanya bergurau. Kami tertawa berderai-derai.

‘’Hus! yang Saya maksud penulis buku,’’ kata Saya memperjelas

‘’Betul, ini juga penulis buku, buku kas, buku piutang, buku jurnal,’’ katanya sambil ngakak.

‘’Nilainya milaran lagi,’’ yang lain ikut menambah sambil tertawa. Rupanya ketegangan Saya terbaca oleh mereka semua.

Apa yang membuat Saya tegang, Saya berusaha mengoreksi diri ternyata terlalu banyak yang ingin Saya sampaikan dan waktu yang tersedia sempit sekali.

Kami masih harus meneruskan perjalanan dan tiba sebelum maghrib di Pamekasan, supaya dapat mengikuti tahlilan 100 hari.

Penulis itu masuk ruangan, Saya langsung mengenalnya tidak sesulit yang Saya bayangkan. Topi identitas Mr. Blantik yang bertengger di kepalanya jadi petunjuk untuk mengenalnya.

Anak Saya yang di samping Saya berbisik,

‘’Weih luar biasa orang ini, benar datang dengan isteri dan keluarganya menemui kita,’’ Saya mengangguk mengiyakan.

‘’Saya juga merasa tersanjung betapa penuh perhatiannya pada Saya,’’ kata Saya berbisik.

Puteraku sangat bersimpatik melihat keseriusannya, langsung melonggarkan waktu yang boleh Saya gunakan.

‘’Pakailah waktu sesuai keinginan bunda, saya shalat dulu nanti saya bergabung,’’ bisiknya menyemangati Saya.

saya menerima penjelasan urutan membaca buku sehingga manfaatnya bisa maksimal.
Sumber : Dokumen Pribadi

Saya menyalaminya dan kemudian menyalami keluarganya. Saya menangkap keharmonisan keluarga ini. Tidak heran bisa sesukses itu menulis karena punya keluarga yang sangat mendukung.

Kami duduk satu meja di kelilingi oleh keluarga. Kami saling bertukar kabar bagaimana layaknya jika keluarga saling bertemu. Kami saling menyapa, memperkenalkan diri sehingga suasana jadi penuh canda dan saling melempar gurauan.

Saya mulai mengamatinya dengan cermat, ada dua hal yang berbeda. Penulis itu lebih muda dari yang Saya bayangkan dan lebih responsif, fleksibel, dan lebih intuitif.

Saya mulai melakukan jumpa penulis itu, sambil menunggu pesanan makanan kami datang.

‘Cikgu, Saya punya tradisi jika bertemu dengan guru, Saya

selalu lakukan mencium tangannya,’’ kata Saya.

‘’Itu tradisi dalam keluarga kami supaya ilmunya berkah,’’ kata Saya membuka pembicaraan.’’ Saya memberi sambungan penjelasan.

‘’Oh, saya tidak membolehkan Mbakyu melakukan itu,’’ katanya lugas.

‘’Umur saya lebih muda dari Mbakyu seorang adik tidak pantas dicium tangannya oleh Mbakyunya,’’ ucapnya dengan tersenyum.

Penulis itu meletakkan buku Kitab Kehidupan di atas meja. Rupanya sudah disiapkan dengan baik, tapi Saya menolaknya.

‘’Jangan yang itu, itu penutup dari pembicaraan kita, biar jadi gongnya.’’

Saya memulai menyodorkan kumpulan tulisan Saya yang tidak pernah Saya bukukan atau dibaca orang lain selain kalangan terbatas keluarga kami.

‘’Ini Saya serahkan 3 buku Saya, supaya tahu seperti ini cara Saya menulis, menulis hanya untuk membahagiakan keluarga.’’

‘’Saya tidak pernah mempublikasikan.’’

‘’Saya ingin Cikgu melihatnya, niatnya hanya begitu, tentu Saya menunggu komentarnya.’’

Saya lega dapat menyerahkan kumpulan tulisan itu. Buku itu tulisan-tulisan lama Saya, bahkan sudah tidak ada filenya. Saya punya kebiasaan menulis sejak kecil dan menghadiahkan kepada keluarga, hanya sebatas itu. Kemarin sebelum ke Surabaya, suami Saya menemukannya dan memfotocopi untuk Saya bawa.

Jumpa penulis hanya layak jika ada tulisan yang saling diperlihatkan dan didiskusikan. Saya merasa layak duduk jumpa

penulis karena buku kumpulan tulisan itu telah menyelamatkan wajah Saya.

Serta merta penulis itu membuka lembar demi lembar dengan teliti, seperti anak-anak yang punya mainan baru. Saya bersegera menyetopnya dan meminta diteruskan di rumah saja membacanya.

‘’Mana buku kitab kehidupan itu. Sesuai niatnya Saya ingin terima dari tangan penulisnya.’’ Kata Saya mengalihkan ke pembicaraan berikut.

Maha besar Allah Saya benar menerima buku Kitab Kehidupan itu dari tangan penulisnya seperti doa yang Saya langitkan. Bukan itu saja, Saya bahkan diberi beberapa buku yang lain.

Saya sangat terharu. Harta yang paling bernilai untuk seorang penulis adalah buku, dan hari ini Saya menerima buku dari penulisnya.

Buku itu telah dipersiapkan dengan baik, Semua halaman depan ditulis nama Saya dan dibubuhi tanda tangan basahnya. Disempurnakan dengan panggilan Mbakyu seperti yang selalu dilakukan jika menyapa Saya.

Saya masih dibonus lagi dengan diberi informasi apa isi buku tersebut. Cerita dibalik ketika buku itu ditulis termasuk urutan membacanya supaya menjadi lebih maksimal.

Benar-benar pertemuan penulis. Kami membicarakan banyak hal dan Saya menerima banyak motivasi yang menyemangati Saya untuk mau menulis mengisi masa purna Saya.

Saya menerima banyak hal yang mesti menjadi fokus perhatian untuk Saya diperkuat atau diperbaiki.

Kami akhirnya menuntaskan pertemuan itu. Kami berpisah di restoran itu. Beliau pulang ke rumahnya bersama keluarga dan

Saya meneruskan perjalanan ke Pamekasan Madura bersama putera Saya dan stafnya.

Jumpa penulis yang sukses dan membawa kesan istimewa. Di perjalanan Saya melantunkan rasa syukur.

‘’Ya Allah Saya hanya minta sedikit dan betapa banyak yang Engkau berikan, tidak pernah Saya bayangkan begitu berlimpahnya rasa bahagia ini. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah dengan kebahagiaan ini.’’

Mengetahui Allah berpihak pada Saya, Saya melangitkan doa lagi,

‘’Ya Allah beri Saya kesempatan untuk bertemu dengannya lagi. Saya ingin melihat perpustakaan yang merupakan dapur yang melahirnya buku 66 buah.’’

‘’Saya sangat ingin belajar menangkap getaran kerja keras yang membuahkan hasil yang luar biasa seperti itu.’’

‘’Ini silaturahim ya Allah seperti yang Saya lakukan ke Pamekasan silaturahim ziarah ke makam saudara dekat yang meninggal yang tidak bisa Saya ikuti prosesi penguburannya.’’

Aamiin ya Robb.

Ketika doa telah Saya langitkan kepada penguasa semesta, Saya hanya mampu menunggu dan percaya dengan kekuatan doa, yakin akan terkabul.

Surabaya, 19 oktober 2021.




One Comment

  1. March 25, 2024 at 12:47 pm

    Refugio Ridling

    Reply

    Outstanding feature

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree