August 26, 2021 in Jelajah Nusantara, Uncategorized

Si Gale-gale, Sang Penghibur

Si Gale-gale; Sang Penghibur

0leh Telly D

Diberi nama Sigale-gale oleh Raja Rahat yang artinya si lemah lembut atau si gemulai. Mungkin yang dimaksud oleh si pemberi nama jika Sigale-gale bergerak menari untuk menghibur,  maka gerakannya lemah lembut atau gemulai.

Sigale-gale menghibur mengikuti irama musik Gondang, ihutan, odap, sarune bolon, pagora, garantung, taganing, hapetan yang bunyinya berpadu harmonis dan  dinamis.

Dok. Pribadi

Banyak cerita yang menghidupkan Sigale-gale, namun cerita terpopuler adalah Sigale-gale diciptakan untuk menghibur Raja Rahat, Raja  pulau Samosir yang kehilangan putera mahkotanya Pangeran Manggale  yang gugur dalam perang mempertahankan kerajaannya. 

Kesedihan raja kehilangan putera semata wayangnya begitu mendalam sehingga membuat sang raja jatuh sakit. Oleh  rakyatnya diupayakan cara untuk menghiburnya, dengan membuatkan patung yang wajahnya mirip Pangeran Manggale.

Dimasukkan roh Manggale di dalamnya, sehingga dapat bergerak seperti manusia. Jika raja bersedih, Sigale-gale menari menghiburnya. Raja sangat terhibur bahkan ikut manortor/menari bersama Sigale-gale.

Dalam perkembangan selanjutnya Sigale-gale bukan saja jadi penghibur Raja Rahat namun juga jadi penghibur semua orang tua yang meninggal dan tidak punya keturunan.

Membuat Sigale-gale menari menghibur pada keluarga-keluarga bangsawan. Dalam drama penghiburan itulah harta orang yang tidak punya keturunan dihabiskan guna  mencegah orang lain mengambilnya. Betapa berartinya anak laki-laki untuk masyarakat Batak, sebagai pelanjut keturunan.

Sigale-gale pun mengukuhkan diri menjadi penghibur dari zaman ke zaman yang tidak tergantikan. Di zaman ini Sigale-gale menghibur para pelancong yang datang mengunjungi kampung adatnya Tomohok.

Sesungguhnya Sigale-gale hanya sebuah patung kayu sederhana, yang dipahat mirip manusia dengan ukuran biasa seukuran manusia. Tampilannya menggunakan ikat kepala dari kain ulos, yang menggunakan cara ikat suku Batak Tapanuli utara.

Memakai baju hitam dengan model teluk belanga, ada dua kantong di depan bajunya. Menggunakan selendang yang diikatkan menyilang di dada. Memakai sarung untuk menutupi bagian tubuh bawahnya, sarung dengan tenunan yang seirama dengan ikat kepalanya.

Berwajah tirus khas prototipe suku Batak, berhidung mancung dengan bibir yang tipis.  Sigale-gale memang termasuk kategori patung laki-laki yang menarik.

Sigale-gale sangat terkenal namanya, tersohor dalam dan luar negeri.  Banyak wisatawan peminatnya, yang berharap dapat bertemu dan manortor bersamanya. 

Kemampuan manortor Sigale-gale tidak diragukan lagi, tahan sepanjang waktu yang diinginkan dengan kualitas manortor yang baik. Hanya saja untuk menemuinya harus menyediakan waktu yang cukup karena Sigale-gale berkediaman di Tomohok, di Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba.

Prapat adalah salah satu kota yang dapat diakses jika ingin berkunjung ke Tomohok tempat Sigale-gale manortor. Prapat dapat ditempuh melalui udara dan darat. Jika menggunakan jalur udara, ada penerbangan langsung Bandara Silangit dari Bandara Halim Perdanakusuma atau dari Bandara Soekarno Hatta  ke  Bandara Kualanamu di Medan. Dari Bandara Si Langit dilanjutkan dengan naik mobil sekitar 1 jam 40 menit menuju kota Prapat.

Apabila menggunakan jalur darat, maka perjalanan dari kota Medan dapat ditempuh sekitar 3-4 jam karena jaraknya 176 km. Dapat menggunakan transport umum atau transport pribadi.

Tiba di Prapat kita dapat segera naik alat tranportasi laut yang tersedia. Ada banyak ragamnya, di antaranya dengan kapal kayu untuk penumpang dengan membayar tarif Rp 25.000 pulang-pergi. 

Menunggu waktu kapal berangkat, bisa menikmati ketangkasan anak-anak pesisir dalam berenang dan menyelam mengejar uang koin yang dilemparkan dari pinggir dermaga. 

Anak-anak negeri berusia 9-10 tahun, bertelanjang dada dengan kulit yang sudah berwarna legam terbakar sinar matahari mengajak para pelancong untuk melemparkan uang koin ke dalam laut. Mereka bisa mempertontonkan ketangkasan yang mereka miliki. 

Ketangkasan menyelam dan berenang yang ditempa oleh alam yang tidak diragukan. Tidak memerlukan waktu lama kepala para penyelam cilik  itu  sudah bermunculan di permukaan air dengan mulut yang mengigit uang coin itu. Bisa dibayangkan kecepatan menyelam mengejar uang yang melayang di air sebelum tiba di dasar laut.

Para pelempar koin puas dengan tontonan yang  sesungguhnya mereka bayar sendiri. 

Sayangnya susah menghentikan walaupun tontonan itu dianggap cukup. Anak-anak penyelam berhasrat untuk mendapatkan koin sebanyak-banyaknya. Sangat agresif meminta  bahkan separuh memaksa  supaya lemparan koin jangan dihentikan,  terus ..terus … lempar…lempar!

Dari atas kapal, dalam perjalanan ke Tomohok bisa menikmati pemandangan yang sangat indah. Allah benar-benar sangat bermurah hati dengan memberikan alam yang semenarik ini. Terasa ada keterbatasan bahasa untuk mengungkapkan keindahannya. 

Semua paduan ada di sini. Ada wisata bahari yang indah ditawarkan dengan air danau yang berwarna hijau toska dan biru tua mengisyaratkan betapa murni tidak tercemar airnya, namun juga sangat dalam. 

Perahu-perahu bermesin maupun tidak bermesin hilir mudik di atasnya memberi pesona yang indah. Kombinasi perahu  layar di atas gelombang air adalah kombinasi  elok yang sangat primitif. Tempat yang cocok untuk menikmati ski air, naik boat, berenang, dan memancing ikan.

Ada wisata pegunungan ditawarkan. Berlayar di Danau Toba sama dengan menyusuri pulau Samosir, sehingga bisa menikmati keindahan panorama pegunungan dari atas perahu.

Panorama pegunungan yang melengkung di atas punggung Pulau Samosir. Dari Lembah-lembah itu tersembul perkampungan kecil  dengan rumah-rumah tradisonal.  Kadang-kadang ada tersembul menara-menara gereja di antara sela-sela daun nyiur yang tampak dari kejauhan.

Tepi-tepi bukitnya adalah pantai-pantai yang membentang sepanjang Pulau Samosir. Pinggiran pantai itu jadi tempat parkir bagi pemilik perahu. Beragam jenis, beragam warna, dan beragam ukuran. Pada lambungnya ada tulisan nama-nama sang pemilik. Mereka memilih nama-nama wanita untuk nama perahu itu.

Jika cuma berkeinginan sekedar berjemur di pantai, berenang, dan berperahu maka tempat ini juga surganya. Seberapa kuat keinginan kita terlayani dengan alam yang ada, pantai-pantai yang indah sepanjang tahun ada di situ.

Di perkampungan itu, ada makanan tradisional, nyanyian-nyanyian sunyi, dendang keindahan alam, dan kesunyian yang mendekap. Ada alat-alat musik tradisional yang mengiringi lagu, ada Bahasa, dan adat istiadatnya tersendiri. 

Tempat ini kaya dengan cerita-cerita, selalu ada cerita kasih tak sampai. Cerita cinta menghiasi bumi sepanjang sejarah dengan versi yang berbeda-beda.

Sigale-gale Sang Penghibur
Dok. Pribadi

Di sini ada cerita cinta terlarang.  Menceritakan bagaimana anak manusia memperjuangkan cintanya. Rela dikejar sampai di ujung bukit.

Harusnya mereka berdua jatuh ke dalam jurang lautan namun alam mengasihinya memberi tebing untuk menahan badan keduanya. Kekuatan kutukan yang dilontarkan membuat anak manusia itu berubah menjadi batu.  Cerita  latar belakang ini  menghidupkan batu gantung yang ada di situ.

Danau Toba, memang danau yang berukuran besar memiliki panjang 100 kilometer dan lebar 30 km, dengan kedalaman 1130 km. Danau terbesar di Indonesia bahkan di Asia tenggara.

Sangat terkenal dengan keindahan alam dan cerita-cerita mistis yang dimiliki. Ini yang membuatnya jadi magnit wisatawan mengunjunginya.

Kapal tiba di dermaga penyeberangan Tomohok, masih perlu berjalan kaki melewati pasar kerajinan untuk sampai ke perkampungan adat Tomohok.

Pasar menjual kerajinan batak, tenun  tangan khas syal merah dan hitam yang disebut ulos yang masih digunakan hingga saat ini, kalender batak dari rotan, ukiran kayu dan lain-lain.

Akhirnya bisa bertemu dengan Sigale-gale sang penghibur itu. Sigale-gale sudah siap menantikan para peminatnya di depan rumah adat, berdiri di atas podium yang dibuat khusus untuk dia tempati berdiri, ada ukiran-ukiran khas Batak yang diukir di sepanjang podium itu.

Patung kayu sederhana berpakaian tradisional dengan wajah yang kaku tanpa ekspresi. Di Tana Toraja ada patung kayu yang juga seperti ini berpakaian adat Toraja namanya Tau-Tau, digunakan ketika pesta kematian (ma’badong).

Arena pertunjukan berada di halaman depan rumah adat Batak Tomohok yang berjejer rapi. Ada kursi-kursi berjejer untuk tempat duduk  pertunjukan, semacam panggung penonton dengan atap dari plastik.

Ada pemandu yang menyapa dengan ucapan selamat datang, membuka pertunjukan itu, kemudian menjelaskan Sigale-gale dengan sangat lancar tentu. Ada ajakan untuk ikut menari/manortor dengan aturan menggunakan selendang dan ikat kepala dari tenunan ulos.

Musik mulai dimainkan dan Sigale-gale bergerak sesuai gerakan yang dilakukan oleh sang dalang dengan menarik benang-benang yang berhubungan dengan anggota badan Sigale-gale. Dalang duduk di belakang Sigale-gale tersembunyi dari pemandangan depan. Sigale-gale bergerak dengan kaku.

Pemandu mengajari pengunjung gerakan-gerakan sederhana manortor dan pengunjung dengan spontan mengikuti irama musik dan manortor dengan gembira.

Pengujung larut dengan irama yang dinamis dan menghentak-hentak itu.  Tangan ditangkupkan di depan dada, digerak-gerakkan dengan kaku sekaku gerakan patung kayu Sigale-gale. 

Mengikuti gerakan yang ditiru dari pemandu, bergerak berkeliling-keliling, berputar-putar di depan Sigale-gale. Pengunjung bisa merasakan keunikan manortor bersama sang penghibur Sigale-gale. 

Menurut pandangan mereka, upacara ini dianggap sebagai upacara keagamaan parbegu, upacara yang didasarkan pada kepercayaan terhadap begu dari orang yang sudah meninggal, dalam rangka pemakaman yang disebut papurpur. 

Upacara tersebut dilakukan dalam rangka mengusir petaka meninggal tanpa memiliki keturunan dan untuk menenangkan roh agar arwahnya tidak penasaran.

Sampai sekarang ada kepercayaan di masyarakat Batak bahwa pembuat patung Sigale-gale harus menyerahkan jiwanya pada patung-patung buatannya supaya patung bisa bergerak seperti hidup. Karena itulah sehingga banyak orang tidak bersedia membuat patung Sigale-gale.

Tarian Manortor mulai memuncak, pengunjung bergembira bersama dan meneriakkan horas berulang dengan melambai-lambaikan selendang.

Manortor Di Kampung Adat Tomohok, Dok. Pribadi

Siapa sangka kantong Sigale-gale harus diisi dengan uang, ini jelas bukan keinginan Sigale-gale, pemandu mencontohkan mengepit uang di antara jari tangannya yang sedang manortor, semua peserta manortor memakluminya, 

Serentak tangan yang dinaikkan sudah ada duit yang terjepit di sela-sela anak jarinya.  Tarian mulai ditambah dengan gerakan memasukkan uang ke kantong Sigale-gale. Tiga kali putaran baru sang pemandu merasa puas dengan uang yang dimasukkan. Kantong baju Sigale-gale sudah menggembung isinya.

Nilai uang tidak seberapa, namun jika lakon memberi uang di kantong Sigale-gale sudah dilakukan dari jaman dulu, bisa bayangkan bahwa anak negeri ini suka bermain-main dengan memasukkan uang secara sembunyi-sembunyi di kantong, betapa beratnya tugas menghentikan kebiasaan yang begini yang sudah dipindahkan dari generasi ke generasi.

Musik berhenti yang sekaligus tarian berhenti.  Horas…Horas teriak pengunjung. Semua senang setelah mengikuti prosesi penghiburan itu. Pertujukan usai. Pemandu mengucapkan terima kasih, dan pengunjung membubarkan diri dengan sukarela.

Horas!

Makassar , Agustus 2021




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree