Berpikir Kritis; Perlukah?
Berpikir Kritis; Perlukah?
Oleh Telly D
Suasana batin, jika tidak diikuti dengan berpikir kritis dapat membuat seseorang terjebak mempercayai informasi yang tidak masuk akal. Sumbangan pengusaha Akidi Tio 2 triliyun rupiah di Sumatera Selatan jadi pelajaran berharga betapa pentingnya berpikir kritis.
Bukan main, kok ada orang yang bisa menyumbang uang 2 triliyun. Orangnya tidak terkenal, sudah lama pula meninggal dunia. (Tulis Dachlan Iskan pendiri Jawa Pos, dalam kolomnya di situs Disway.id, dikutip CNBC Indonesia, Rabu tanggal 28/7/2021).
Rasa penasaran dengan sosok keluarga pengusaha Akidi Tio yang memberi sumbangan senilai 2 triliyun rupiah untuk membantu penanggulangan pandemi covid-19 di Sumatera Selatan.
Seandainya rasa penasaran ini juga dimiliki oleh pengambil keputusan di Sumatera Selatan, tidak hanya menerima semua argumen dan kesimpulan namun juga mempertanyakan validitas dari argumen dan kesimpulan tersebut. Tentu cerita drama sumbangan keluarga pengusaha Akidi Tio senilai 2 triliyun rupiah untuk membantu penanganan pandemi covid-19 di Sumatera Selatan akan berakhir lain.
Kasus dugaan sumbangan bodong senilai 2 triliun rupiah dari keluarga pengusaha Akidi Tio untuk membantu penanganan pandemi covid-19 di Sumatera Selatan menambah panjang daftar, kita tidak terbiasa berpikir kritis jika menerima informasi.
Banyak fakta empiris yang memperlihatkan betapa mudahnya kita terperdaya dengan informasi yang tidak masuk akal. Dari kasus kecil sampai kasus besar. Melibatkan rakyat kecil sampai pejabat negara seperti kasus keluarga Akidi Tio ini.
Selalu ada kondisi yang memukau, ada suasana batin yang melenakan sehingga informasi itu langsung diterima tanpa mampu tenang dan berpikir kritis.
Ketika negara dalam suasana batin terbelit utang, seseorang berbicara di depan publik bahwa ada onggokan emas batangan sisa peninggalan kerajaan Pajajaran. Harta itu tersimpan di bawah Prasasti Batutulis di Bogor yang dapat dipakai melunasi utang negara.
Ketika negara sedang dalam suasana batin berduka mengalami bencana likuipaksi di Palu Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat, tiba-tiba ada seorang konglomerat yang mengumumkan ke publik akan membangun 1.500 unit rumah secara darurat.
Demikian juga ketika negara lagi terpuruk dengan pandemi covid-19 mendadak ada keluarga pengusaha Alkidi Tio yang mau memberi sembangan senilai 2 triliyun rupiah.
Padahal jika mau tenang dan berpikir kritis, pernyataan ini dapat dipertanyakan.
Bagaimana mungkin utang negara di tahun 2000 saat itu, senilai Rp 1. 500 triliyun. Harga emas setiap gram kala itu adalah Rp 250.000 per gram. Sehingga untuk melunasi utang pemerintah Indonesia butuh sekitar 6.000 ton emas batangan.
Bayangkan bila emas batangan tersebut diangkut dengan truk yang berkapasitas 4 ton, dengan asumsi panjang truk adalah 5 meter, kita butuh jejeran truk sepanjang 5 km. Itu artinya, truk-truk tersebut berbaris mulai dari Kebayoran Baru hingga Bundaran Hotel Indonesia. “Apa mungkin ada emas batangan sebanyak itu di Batutulis?”
Demikian juga dengan deklarasi menyumbang 2 triliyun rupiah, dengan logika sederhana kita pasti mempertanyakan. Jika keluarga Akidi Tio mampu menyumbang 2 triliyun rupiah, berapa banyak uangnya? Dua triliyun itu jika dalam bentuk uang banyak sekali, 2000 milyar, bisa dibayangkan.
Dari mana dia dapat uang sebanyak itu? Bagaimana cara mendapatkannya?
Lebih jauh dapat ditelusuri sumber kebenarannya di bank mana uang itu disimpan? Dalam bentuk apa? Semua dalam bentuk uang atau asset? Bagaimana pajaknya? Bagaimana proses pencairannya? dan seterusnya.
Semakin tidak bisa diterima akal sehat, setelah diketahui bahwa anak pengusaha Akidi Tio bukan anak yang hidup kaya, malah putri bungsunya yang menyatakan akan menyumbang itu terbelit utang 3 milyar rupiah dengan suami yang pekerjaannya sopir taksi panggilan.
Betapa perlunya kemampuan berpikir secara jernih dan rasional tentang apa yang harus dilakukan atau apa yang harus dipercaya. Proses membuat penilaian yang masuk akal, logis dan dipikirkan secara matang itulah yang disebut berpikir kritis.
Berpikir kritis, tidak hanya menerima semua argumen dan kesimpulan begitu saja, tetapi juga mempertanyakan validitas dari argumen dan kesimpulan tersebut.
Dikutip dari critical thinking, Michael Scriven, seorang profesor di bidang ilmu perilaku dan organisasional dari Claremont Graduate Unversity, menyatakan bahwa berpikir kritis adalah proses disiplin intelektual untuk secara aktif dan terampil membuat konsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan/atau mengevaluasi informasi.
informasi yang dikumpulkan atau dihasilkan melalui observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk meyakini sesuatu dan melakukan sebuah tindakan.
Orang yang berpikir kritis, adalah orang yang memiliki berbagai pertanyaan saat dihadapkan pada sebuah fenomena atau informasi.
Beberapa jenis pertanyaan yang kerap dilontarkan oleh pemikir kritis, di antaranya; dari mana informasi ini datang?, apakah sumber informasi dapat dipercaya?, apakah kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan bukti atau hanya firasat/naluri? apakah aturan yang berlaku sudah final atau masih bisa dimodifikasi? apakah kesimpulan menjawab persoalan?
Selain itu, orang yang berpikir kritis memiliki tiga keterampilan dasar. Rasa keingintahuan yang tinggi, selalu mempertanyakan informasi baru sehingga tidak mudah mempercayai perkataan orang begitu saja, dan berpikiran terbuka, tidak gengsi mengakui kesalahan atau kekurangan saat dihadapkan pada bukti yang meyakinkan bahwa ternyata ide dan pendapatnya salah.
Untuk mampu berpikir kritis, dapat dilakukan dengan cara-cara berikut: Mengidentifikasi, membangun dan mengevaluasi sebuah argumen terkait isu yang menarik perhatian, mencoba memahami hubungan logis dalam setiap ide yang dikemukakan. Mendeteksi apakah ada inkonsistensi dan kesalahan umum di dalam penalaran. Mencoba memecahkan masalah secara sistematis. Mengidentifikasi apa relevansi dan pentingnya sebuah atau beberapa ide.
Namun berpikir kritis bukan hanya tentang mengumpulkan informasi. Seorang pemikir kritis harus mampu: Mencari sumber informasi yang relevan, membuat kesimpulan logis dari informasi tersebut, dan menggunakan informasi tersebut untuk memecahkan masalah.
Keterampilan berpikir kritis tidak hanya diperlukan bagi orang-orang yang bekerja di bidang tertentu. Berpikir kritis dapat memberikan manfaat bagi siapa saja.
Kemampuan berpikir jernih dan rasional menandakan seseorang mampu berpikir dengan baik dan dapat menyelesaikan masalah secara sistematis. Kemampuan ini tentu merupakan aset untuk menjalankan karier di bidang apa pun.
Di zaman yang terus mengalami perubahan dengan sangat cepat, khususnya kemunculan pengetahuan dan teknologi baru, membuat orang yang berpikir kritis mampu beradaptasi dengan cepat.
Orang dengan pemikiran kritis dapat meningkatkan keterampilan intelektual yang fleksibel, memiliki kemampuan menganalisis informasi, dan mengintegrasikan berbagai sumber pengetahuan untuk memecahkan masalah.
Berpikir kritis berarti juga berpikir jernih dan sistematis. Pola berpikir ini dapat meningkatkan kemampuan untuk memahami struktur logika teks saat mempelajari dan menganalisisnya. Hal tersebut dapat meningkatkan kemampuan untuk mengekspresikan ide.
Kemampuan berpikir kritis memungkinan untuk mengevaluasi ke dasar masalah dan menghasilkan solusi kreatif yang relevan. Jadi tidak hanya semata-mata menghasilkan ide, berpikir kritis juga memungkinkan untuk mengevaluasi ide baru, menyeleksi, dan memodifikasinya jika diperlukan.
Berpikir kritis juga dapat menjadi alat untuk evaluasi diri yang bersifat konstruktif. Caranya dengan mengevaluasi keputusan dan tindakan yang telah diambil.
Dengan demikian, seorang yang berpikir kritis dapat berkembang dengan lebih baik.
Tidak ada salahnya untuk mulai berlatih dan mempraktekkan berbagai cara berpikir kritis di atas dalam kehidupan sehari-hari. Meski memerlukan pembiasaan-pembiasaan yang tidak mudah, namun dapat dilakukan secara perlahan untuk menikmati manfaatnya.
Mari berpikir kritis supaya tidak mudah terperdaya dengan informasi yang tidak masuk akal.
Makassar, Agustus 2021
August 24, 2021 at 12:55 am
Tri Sukmono Joko PBS
Alhamdulillah, terima kasih Bunda tulisannya. Inilah antara lain yang disebut saling mengingatkan pada yang haq dan pada kesabaran alias berpikir kritid
October 10, 2021 at 8:33 am
daswatiaastuty
Terima kasih
August 24, 2021 at 12:30 am
Sitti Hajrah
Terima kasih pencerahannya
October 10, 2021 at 8:29 am
daswatiaastuty
Terima kasih 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
October 10, 2021 at 8:32 am
daswatiaastuty
Terima kasih 🙏🏻
August 23, 2021 at 11:05 pm
Syamsuddin
Saya selalu membaca tulisan tulisan Bu telli. Saya berharap akan berwujud sebuah buku nantinya dan insyaAllah memesan. Terima kasih
August 23, 2021 at 11:03 pm
Hasrini jufri
Sangat menarik, perlu di terapkan sejak usia dini. Berfikir kritis dapat meningkatkan kewaspadaan. Mengevaluasi tindakan dan pikiran, jadi lebih bijak.
October 10, 2021 at 8:32 am
daswatiaastuty
Terima kasih 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
August 23, 2021 at 1:30 pm
Much. Khoiri
Tulisan ini menyentil pembaca. Perlukah berpikir kritis, dan kapan itu harus diambil?
October 10, 2021 at 8:31 am
daswatiaastuty
Terima kadih 🙏🏻🙏🏻🙏🏻