August 21, 2021 in Jelajah Nusantara, Uncategorized

Rumah Rayap

Post placeholder image

Rumah Rayap

(Musamus/Bomi)

Oleh Telly D

Rumah Rayap Masamus, Photo by Metamagfirul

Kita mengenal binatang rayap. Binatang yang berbadan kecil, sebesar semut, namun kehadirannya membawa masalah besar.

Suka hidup dalam buku, lemari pakaian bahkan sampai di atas plafon rumah. Kemampuan merusak yang luar biasa. Membawa kerugian yang tidak sedikit, sehingga dilakukan upaya menghindarinya.

Di Papua, tepatnya di Marauke ada Spesies Rayap tanah (Nasutitermes triodiae).Masyarakat Papua menyebutnya Musamus atau Bomi. Rayap jenis ini memiliki ukuran tubuh hanya sepanjang 5 mm. Mereka hidup secara berkelompok dan dipimpin oleh seekor ratu rayap.

Rayap ini pemakan tumbuhan. Punya keahlian membuat rumahnya di atas tanah. Tidak merusak karena hanya hidup di tanah sesuai namanya.  Bahkan karena uniknya, rumah atau istananya menjadi daya tarik wisata.

Rumah rayap dibangun dari bahan pasir kuarsa, tanah liat, dan lumpur. Sebagai perekat bahan itu rayap menggunakan kotoran dan air liurnya sendiri. Betapa tekun dan luar biasa kerjasama yang dilakukan oleh masyarakat rayap ini. Kerjasama bertahun-tahun dengan perlahan-lahan, sunyi, dan tentu tanpa kenal lelah.

Rumahnya seperti tumbuh dari bawah tanah. Seiring dengan waktu akan semakin tinggi dan semakin besar. Tingginya bisa mencapai 5 meter dengan diameter bisa sampai 2 meter, lebih tinggi dari ukuran manusia dewasa.

Rumah yang kokoh mampu bertahan hingga puluhan tahun. Tahan dari semua cuaca panas dan dingin yang menyengat.

Bentuk rumahnya besar di bawah, semakin ke atas semakin mengerucut bak candi prambanan. Punya tiang-tiang penyanggah yang saling melekat sangat kuat. Berbilik-bilik sesuai dengan fungsinya masing-masing. Ada  sistem ventilasinya sehingga di dalamnya tetap hangat.

Sebuah mahakarya alam khas Marauke yang tidak ada tandingannya.

Rumah rayap memang hanya ditemukan di daerah Vegetasi Eucalyptus dan hutan dataran rendah Marauke. Rayap jenis ini memang hanya ditemukan di Marauke dan Australia bagian utara. Hal tersebut sebagai salah satu bukti, bahwa Papua dan Australia pada masa Pleistosen pernah menjadi satu daratan yang bersambung.

Ada puluhan bahkan ratusan rumah rayap di padang savana di taman nasional Wasur. Jika mengunjungi monumen kilometer nol Marauke yang terletak di distrik Sota, dapat mendekati rumah rayap dan berfoto di sampingnya. Sebagai tanda bahwa telah menginjakkan kaki di kilometer nol Marauke.

Rumah rayap Musamus sama menarikmya dengan monumen kilometer nol Marauke.

Orang Papua menyebut ketekunan rayap membangun rumah dengan slogan Diam Berkarya, Nyata dalam Karya. Menginspirasi mereka untuk memasang rumah rayap di lambang kota Marauke dengan simbol 3 tungku.

Bahkan karena keunikannya dan menjadi daya tarik yang tidak dimiliki propinsi lain di Indonesia, pemerintah mengabadikan Musamus itu menjadi nama universitas yang ada di Marauke.

Pemerintah berharap Masyarakat Marauke seperti halnya dengan rayap-rayap musamus, mereka bekerja giat tanpa banyak bicara tiba-tiba hasilnya terlihat sebuah istana Musamus yang menjulang tinggi ke langit dengan megahnya.

Demikian pula yang diharapkan kepada warga Marauke, untuk mampu terus bekerja tanpa banyak mengeluh dan tanpa merusak alam, hingga terlihat hasilnya yang membanggakan.

Ada ancaman lain yang dihadapi rumah rayap ini. Suku Marind yang mendiami wilayah ini punya kebiasaan memasak yang disebut dengan bakar batu.

Bakar batu adalah memasak dengan membungkus jenis makanan;  tepung sagu, daging kangguru, daging rusa dengan dengan daun pisang, bungkusan itu diletakkan di atas batu dan dihimpit dengan batu yang panas.

Rumah Rayap Masamus. Photo By Metamagfirul

Marauke adalah daerah dataran rendah yang berpayau sehingga sangat sulit untuk mendapatkan batu. Suku Marind sering menjadikan  bongkahan rumah rayap sebagai media dalam tradisi memasak bakar batu.

Caranya, bongkahan rumah rayap (musamus/bomi) dibakar dengan kayu. Setelah merah membara, bongkahan bomi disusun di permukaan tanah. Diletakkan makanan di atasnya. Kemudian di atas makanan ditaruh lagi bomi panas.

Terakhir ditutup rapat dengan kulit kayu bus, tidak boleh ada celah atau asap yang keluar. Setelah 30 hingga 45 menit, barulah dibuka atau di bongkar untuk makanan siap dinikmati. Kebiasaan yang jika tidak terkendali dan dilakukan dengan serampangan bisa membuat punah rumah rayap.

Mari menginjakkan kaki diujung tertimur indonesia, Kilometer Nol Marauke. Menikmati alamnya yang masih original sambil mengagumi kerjasama dan ketekunan rayap membangun istana Musamus/Bomi. Tentu sangat menginpirasi.

Perjalanan yang menarik menumbuhkan rasa cinta tanah air melalui kegiatan mengenal lebih banyak daya tarik negeri tercinta ini.

Ditulis di Swiss-Belhotel Marauke. 




2 Comments

  1. May 23, 2024 at 7:59 am

    Sri Rahayu

    Reply

    Hem…Ratu penjelajah…matur nuwun…dari tulisan Bunda Telly saya tahu belahan bumi Timur Indonesia…Top bingit…Barakallahu fiiki…

    1. May 23, 2024 at 9:32 am

      Telly D

      Reply

      Saya suka gelat “ Ratu penjelajah itu” terima kasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree