July 16, 2021 in Umum, Uncategorized

Keteladanan dan Karakter

Post placeholder image

Keteladanan dan Karakter

Oleh Telly D

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya atau like mother like doughter, ungkapan yang mengisyaratkan pentingnya peran keteladanan dalam membangun karakter anak. Tanpa keteladanan pendidikan karakter akan kehilangan ruh. Pendidikan akan berjalan tanpa tujuan bahkan jauh dari sasaran.

Seorang siswa wanita sementara dinasihati di ruang guru. Panjang daftar pelanggarannya terhadap tata tertib sekolah. Dari berpakaian yang tidak sesuai dengan aturan sekolah sampai merokok di kelas. Saya kebetulan ada di ruangan itu sehingga terlibat mengamati.

Rambut siswa itu dicat berwarna. Saya jadi ingat kucing anak saya di rumah yang bulunya belang-belang. Memakai perhiasan kalung leher yang ketat dengan bola kecil sebagai leontinnya sehingga menarik perhatian, dengan 2 kancing baju bagian atas sengaja dibuka.

Setiap kali siswa itu melakukan gerakan tubuh, baju dalamnya yang tipis berwarna merah mengintip di kancing yang terbuka itu, terkesan seronok.

Siswa itu memiliki paras wajah molek, dengan warna kulit kuning langsat. Wajahnya sudah bermakeup yang membuatnya lebih dewasa dari umur sebenarnya. Memakai bulu mata palsu yang diberi mascara, bibirnya berkilap dengan lipstick merah yang diusap tipis. Hasil makeup yang berkualitas dari bahan pilihan.

Kuku tangannya diberi pewarna, bersepatu boot dari kulit, yang sepintas seperti sepatu sekolah. Penampilan sangat modis hanya tentu tidak sesuai jika dipakai ke sekolah. Itu pelanggaran tata tertib sekolah.

Saya berpikir siswa ini sementara mencontoh idolanya habis-habisan. Dandanan itu cocok jika bersekolah di sekolah fashion atau mode. Kekuatan apa yang membuat siswa ini, begitu berani dan percaya diri melakukan hal yang jelas melanggar aturan.

Tidak berselang lama, ada tamu yang masuk ke ruangan itu. Seorang ibu muda, dengan penampilan masa kini. Berbaju blouse dengan model potongan rendah di dada. Kekuatan baju itu hanya bergantung pada tali kecil yang menahannya di bahu.

Model baju itu memamerkan leher pemakainya yang jenjang dan dengan dadanya yang putih bersih. Ibu muda itu memantaskan bawahannya dengan rok pendek, bergerai-gerai mengikuti irama langkahnya. Ukuran rok yang pendek tidak cukup panjang untuk menutupi paha mulusnya.

Bersepatu dengan hak 7cm, rambut dicat pirang, kuku tangannya terawat rapi dengan diberi warna merah darah semerah warna bibirnya. Ruangan jadi semerbak dengan bau parfum yang merebak kemana-mana. Sempurna image yang ingin dibangun sebagai ibu muda masa kini yang mengikuti perkembangan mode.

Ternyata ibu muda itu adalah orang tua dari siswa wanita yang melanggar aturan sekolah. Saya tersenyum dengan makna ‘’Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya’’, sambil melempar pandangan kepada kepala sekolah yang ada di ruangan itu. Kepala sekolah mengangguk-angguk membalas senyum saya. Saya memaknai anggukan itu ungkapan ’’like mother like doughter’’.

Ibu muda itu berhasil jadi teladan bagi anaknya. Anak itu sukses mencontoh apa yang dia teladani. Namun keteladanan bukan sekadar sebagai contoh saja bagi anak, keteladanan juga harus menjadi penguat moral dalam bersikap dan berperilaku.

Ada tiga teori perkembangan yang sebaiknya dipahami orang tua.
Pertama, teori tabula rasa. Teori ini menyatakan bahwa hasil akhir seorang anak sangat ditentukan seperti apa dia dididik. Teori ini mengibaratkan anak sebagai kertas putih yang kosong, tergantung siapa yang menulis dan melukisnya.

Kedua, teori genotype. Teori tersebut menyatakan bahwa hasil akhir seorang anak sangat ditentukan oleh gen (sifat, karakter, biologis) orang tuanya. Teori ini menegaskan bahwa sifat dan karakter anak tidak akan jauh berbeda dengan orang tuanya.

Ketiga, teori gabungan yang menggabungkan dua teori terdahulu di atas ditambah dengan faktor mileu atau lingkungan. Teori ini disebut teori konvergen, dan banyak dipakai oleh para psikolog maupun pengembang pendidikan.

Teori ketiga ini meyakini bahwa hasil akhir seorang anak ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: faktor orang tua, faktor pendidikan dan faktor lingkungan.

Faktor lingkungan dengan siapa dia bergaul, pengaruh orang-orang dekat, diyakini sangat efektif mempengaruhi perkembangan anak.

Orang tua adalah orang dewasa yang terdekat dengan anak, orang tua menjadi figur atau role model, teladan dalam mengasuh dan mendidik anak sejak kecil.

Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab: (a) mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak; (b) menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; (c) mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; dan (d) memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.

Keluarga adalah lingkungan yang pertama dan utama dikenal oleh anak. Dalam lingkungan keluargalah watak dan kepribadian anak akan dibentuk yang sekaligus akan mempengaruhi perkembangannya di masa depan.

Bagi anak, orang tua merupakan figur atau contoh yang akan selalu ditiru. Untuk itu, orang tua harus mampu memberi contoh yang baik pada anak-anaknya, memberi pengasuhan yang benar serta mencukupi kebutuhan-kebutuhannya dalam batasan yang wajar.

Anak-anak akan tumbuh dan berkembang secara optimal apabila orang tua memainkan peranan yang benar dalam mendidik dan mengasuh anak. Demikian pula dengan karakter anak akan tumbuh dengan baik dengan campur tangan orang tua.

Sejak dini pada anak perlu ditanamkan nilai-nilai moral. Dimana nilai-nilai moral sebagai pengatur sikap dan perilaku individu dalam melakukan interaksi sosial di lingkungan keluarga, masyarakat maupun bangsa.

Dalam membangun karakter anak dibutuhkan upaya serius dari berbagai pihak terutama keluarga untuk mengkondisikan ketiga faktor di atas agar kondusif untuk tumbuh kembangnya anak.

Pendidikan karakter pada anak diarahkan agar anak memiliki jiwa mandiri, bertanggung jawab dan mengenal sejak dini untuk dapat membedakan hal yang baik dan buruk, benar-salah, hak-batil, angkara murka-bijaksana, perilaku hewani dan manusiawi.

Sejalan dengan hal tersebut, Ratna Megawangi dalam bukunya ’’Semua Berakar dari Karakter’’, mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the good, loving the good, and acting the good (suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik sehingga berakhlak mulia)‘’.

Kata kuncinya ada pada keteladanan. Anak peniru ulung dan orang tua role model. Sekarang tinggal bagaimana orang tua dapat sebisa mungkin bersikap baik, agar anak meniru sikap yang dilihat. Celah inilah yang ingin dilewati melalui pendidikan karakter.

Beberapa saran teknis yang dapat disarankan pada orang tua.
Hindari tanpa sadar berperilaku buruk. Sering orang tua melakukan hal tanpa sadar. Mengurangi usia anak di restoran agar tidak membayar full price, meminta anak menerima telepon mengatakan ibu tidak di rumah atau membicarakan hal buruk orang padahal meminta anak respek pada orang lain.

Kontradiksi ini membuat anak bingung, anak dapat menerima bahwa kebohongan itu dapat dilakukan. Perbedaan sikap ini menjadi bumerang yang akhirnya anak meniru perilaku buruk orang tuanya.

Sebelum menerapkan aturan buatlah komitmen bersama anak-anak. Orang tua mencontohkan bagaimana menaati aturan, bukan sekedar meminta anak saja yang menaati aturan.

Kedisiplinan adalah hal penting dibangun dalam diri anak. Jika orang tua menunjukkan komitmen pada aturan yang ada, maka ini akan sangat efektif membuat anak mau disiplin dengan aturan yang ada.

Jika orang tua terjebak dalam White Lies, terpaksa bohong demi menjaga perasaan orang lain. Segera dijelaskan secara terbuka kepada anak mengapa hal itu dilakukan sebab bisa membuat anak bingung mengapa bohong menjadi diperbolehkan.

Jika terjadi kesalahan atau harapan tidak sesuai, hal ini bisa dijadikan momentum untuk menyampaikan kepada anak bahwa hidup bisa berjalan tidak sesuai harapan. Ajak anak-anak berdiskusi apa harapan terhadap hal serupa di kemudian hari. Jika orang tua mengelola emosi dengan tidak bereaksi meledak-ledak, anak-anak akan belajar bahwa menangani konflik dapat dilakukan dengan tenang. Orang tua juga memberi contoh gaya hidup sehat. Tentu tidak dengan melarang segala jenis makanan karena anak masih berada dalam tahap mecoba. Setiap kali berkenalan dengan makanan baru sampaikan apa yang membuatnya bergizi, demikian pula sebaliknya sehingga anak memahami mengapa makanan tersebut baik dan tidak baik untuk kesehatan badannya.

Jika orang tua menerapkan aturan berapa lama screen time yang diperbolehkan untuk anak-anak. Jangan hanya satu arah, orang tua juga mesti melihat seberapa lama orang tua berada di depan layar setiap harinya. Mulai dari depan ponsel, depan komputer untuk bekerja, dan seterusnya. Meskipun apa yang orang tua lakukan di depan layar adalah untuk bekerja secara produktif, anak akan tetap menganggapnya sebagai contoh. Jika orang tua ingin menyiasati teknologi, maka mulailah dari diri sendiri sebelum memberlakukan aturan untuk anak-anak.

Hal yang tidak kalah pentingnya adalah mengasah kemampuan sosial dan emosional anak. Orang tua menunjukkan bagaimana cara menyapa orang, bertanya, dan berbicara dengan orang lain dengan sopan. Beri petunjuk pada anak apa yang harus dilakukan ketika berkenalan dengan orang baru atau mengajak orang lain bergabung.

Tunjukkan dan beri bimbingan khusus bagaimana mengelola emosi, rasa sedih, bahagia hingga frustrasi. Tanamkan bahwa membicarakan emosi yang tengah dirasakan bukan hal yang tabu. Orang tua memberi contoh hak ini dengan baik.

Ada hubungan yang erat antara apa yang dijadikan aturan dengan apa yang dicontohkan. Jadilah role model yang baik. Mulailah dari diri sendiri sebelum memberlakuakan aturan untuk anak.

Makassar 13 Juli 2021(H3)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree