Jangan Egois – Dunia ini Bukan Hanya Untukmu
Jangan Egois
Dunia ini bukan hanya untukmu
Oleh
Telly D
Sejatinya ruangan ber AC harus bebas dari asap rokok. Aturan ini sudah diketahui dengan baik oleh para perokok. Namun tetap masih ada yang tidak peduli dan merokok seenaknya dalam ruangan. jika ditegur pasti berbalik lebih galak?
Mengapa harus peduli, masing-masing orang mengurus diri sendiri, urusan penyakit resiko saya, rokok ini uang saya, saya beli sendiri sehingga terserah mau diisap di mana saja, mengapa harus sibuk mengurusi?
Pernahkah? menemukan hal ini?
Atau pernahkah menemukan seseorang yang selalu mengutamakan dirinya sendiri? Selalu mendahulukan dirinya sekali pun mengorbankan orang lain? Tidak peduli, tidak mau mengalah jika kenyamanan dirinya terganggu?
Atau pernahkah menemukan orang yang jika berdiskusi tidak bisa menerima saran, pendapat, dan kritik atau sebaliknya suka mengeritik orang karena merasa hanya benar sendiri.
Atau pernahkah merasakan memiliki atasan yang jika tidak sependapat atau menemukan anak buah lebih pintar atau lebih cemerlang dalam berpikir maka dianggap musuh, sehingga harus diabaikan bahkan dibuat menderita.
Atau adakah memiliki teman merasa sukses padahal tidak berjuang keras dan jika menemukan kesusahan justru menyalahkan orang lain.
Atau menemukan orang yang suka membanggakan pencapaiannya yang tidak seberapa? Atau mengklaim kesuksesan tim kerja sebagai hasil kerjanya, tapi juga menjadi orang pertama yang akan ‘cuci tangan’ ketika dapat masalah, atau menghindar jika mendapat tugas yang menantang.
Cerita tersebut di atas hanya sebagian dari cerita panjang tentang orang yang egois, yang daftarnya mengisi sepanjang sejarah dunia ini.
Pembaca pun bisa memantaskan diri apa termasuk dalam cerita yang ada atau punya cerita yang lain.
Egois adalah sikap seseorang yang mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain. Ego merupakan pusat kesadaran, proses alami individu, yang merupakan gabungan antara pemikiran, gagasan, perasaan, memori, dan persepsi sensoris (Raymond Corsini, Psikoterapi Dewasa Ini, 2003).
Bertemu, berinteraksi dengan orang egois, pasti menyebalkan. Banyak susahnya dibanding baiknya, Susah diberi tahu, susah diberi pengertian. Tidak mau tahu kondisi orang lain, yang diketahui hanya dirinya sendiri.
Mengakibatkan orang malas bergaul dengan orang seperti ini. Karena lebih banyak mengelus dada, makan hati daripada manfaat nya. Hampir semua orang setuju bahwa egois adalah sifat yang menyebalkan, tidak heran jika banyak orang yang menjauhi pribadi dengan karakter seperti ini.
Pandemi Covid-19 yang sementara kita hadapai memberikan kontribusi berarti “Mereka mengatakan krisis bisa memperlihatkan sisi terbaik dan terburuk manusia, semua terlihat jelas selama pandemi virus corona ini,” sebut Piers seperti dikutip Daily Mail.
Ketika Pandemi covid-19 diumumkan, orang-orang egois panik, takut kehabisan makanan mereka menyerbu supermarket dan pasar memborong semua bahan pokok mulai dari bahan makanan, sabun, hand snitizer sampai masker dan tissue basah.Orang egois hanya memikirkan dirinya sendiri.
Mana dia peduli bahwa lakonnya yang memborong bahan makanan itu memberi efek dominonya menaikkan harga barang dan hilang di pasaran, padahal apa yang mereka cemaskan tentang kehabisan makanan tidak pernah terbukti sampai sekarang.
Masker hilang di pasaran, jika ada pasti harganya dibandroll harga yang tidak masuk akal. Bahkan ada yang melakukan menangguk keuntungan dalam kondisi ini dengan menjual masker di atas harga yang wajar, dan bercerita dengan bangganya betapa pandemic ini membawa keuntungan besar untuk mereka.
Puncak keegoisan itu ketika ada segelintir orang yang sanggup menilep uang bantuan untuk orang miskin, memanfaatkan bantuan siosial untk kepentingan pribadi. Tidak tanggung-tanggung nilainya sampai ratusan milyar, itu dilakukan oleh orang terhormat dan berpendidikan.
Pandemic ini sudah berjalan nyaris setahun, harusnya sudah banyak yang bisa dipelajari. Anjuran untuk selalu memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan hal yang selalu disuarakan.
Orang-orang egois, Jika mereka memakai masker pasti hanya untuk menjaga dirinya, mana sanggup berpikr bahwa masker itu melindungi semua manusia di bumi ini.
Orang egois tetap melakukan undangan-undangan untuk pesta, arisan, perkawinan, pengajian bahkan kegiatan-kegiatan yang sebenarnya bisa ditunda jika mau menahan diri dan berpikir kepentingan orang banyak.
Undangan yang membuat kita kesulitan bagaimana mengkomunikasikan bahwa berkumpul itu adalah hal yang dihindari, serba salah jadinya.
Saya baru mendapat undangan menghadiri acara mapettu ada. Acara seperti ini jika kondisi normal pun hanya acara keluarga biasa sehingga menurutku tdk perlu menyusahkan orang untuk berkumpul dalam satu ruangan dalam kondisi pandemik, berdamailah dengan kondisi yang ada.
Ketika saya komunikasi tentang anjuran pemerintah. Enteng saja dia mengatakan, saya lagi menyelesaikan tanggungjawab sebagai orang tua, dan itu dilakukan di hotel yang ketat prokol covidnya, tak ada yang salah hitung-hitung silaturahmi.
Orang egois tidak berpikir bahwa dia juga memiliki tanggungjawab sebagai warga bumi yang menyemangati orang untuk patuh aturan. Jika orang-orang yang berpendidikan dan ikut menikmati nikmatnya kemerdekaan tidak bisa memberi contoh yang baik, maka siapa lagi yang bisa mencontohkan kepatuhan ini.
Apa dia tidak berpikir bahwa dasar silaturahmi adalah kasih sayang, melindungi orang yang kita sayang. Silaturahmi apa yang mendorong orang untuk beresiko terpapar covid-19, benar-benar gagap paham rupanya. Apalagi sekarang silaturahmi sudah dapat dilakukan melalui online tidak harus tatap muka.
Mereka hanya memahami bahwa covid -19 hanya sekedar memakai masker, menjaga jarak. Dia tidak mau tahu Pandemi covid ini sudah menyangkut tentang kemanusiaan, sehingga orang-orang egois ini harusnya dikriminalkan karena dengan sengaja membuka peluang untuk membunuh orang lain melalui terpapar covid-19. Menurutku orang-orang yang masih mengundang orang untuk berkumpul menghadiri acara keluarga adalah penjahat kemanusiaan.
Sudah terlalu banyak pengorbanan yang diserahkan. Berjuta-juta orang kelihalangan pekerjaan , ekonomi terpuruk, bahkan pemerintah jungkir balik mengatasi hal ini. Sekolah-sekolah sudah ditutup, anak-anak usia sekolah kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensi terbaiknya.
Kenapa belum sadar bahwa nyawa pun sudah dipertaruhkan, banyak dokter yang rela mengorbankan jiwanya, mengorbankan hidupnya terpisah jauh dari keluarganya, petugas pemakanam yang bekerja terus menguburkan korban sehingga pernah menembus angka 315 orang yang dikubur dalam sehari. Angka korban yang terpapar grafiknya merangkak naik terus sehingga ini bukan sekedar pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak.
Jangan egois, masihkah kita tidak mau peduli, masihkah kita hanya memikirkan diri sendiri, dunia ini bukan hanya untukmu.
Makassar, 12 Jun 2021
.
Leave a Reply