June 8, 2021 in Ramadhan, Uncategorized

Cara Allah Menjawab Doa

Cara Allah menjawab Doa

Oleh Telly D

Pandemic Covid-19 membuat  saya  menahan diri untuk tidak keluar rumah kecuali untuk hal-hal yang sifatnya mendesak. Hal ini berakibat bahwa semua aktivitas saya ikut pindah  ke rumah. Saya melakukan banyak upaya untuk mampu meredam  keinginan selalu  beraktivitas di luar rumah.

Saya mengembangkan kualitas ibadah,  mengembangkan hobby,  mencoba resep makanan dan kue,  membaca,  menulis, melukis, dan meneruskan kebiasaan menanam bunga.  Sekali-sekali diselingi dengan menonton berita atau film. Rasanya hanya itu yang dapat saya lakukan  dengan baik.

Saya dan suami  hanya berdua di rumah,   semua berjalan lancar-lancar saja tanpa masalah. Saya bisa menikmati  hobby, menikmati semua keinginan sambil bersenang-senang, bersenandung dan menggunakan waktu sebanyak yang saya mau. Demikan juga untuk menghabiskan uang sebanyak yang saya inginkan. Sangat menolong untuk menguapkan kebosanan.  Hasilnya mampu membuat saya bahagia, tersenyum lebar, langkah saya ringan, hati saya pun merekah menikmati indahnya memulai masa purna seperti yang saya harapkan.

Hidup tenang merasakan waktu yang berjalan pelan, bangun pelan, membuka mata pelan, turun dari tempat tidur pelan,  dan melakukan hal yang dulu tak cukup waktu untuk melakukan dan menikmatinya. Namun demikian, tak ada kesenangan abadi, hidup itu  selalu ada tantangannya.

Suami saya memelihara burung merpati. Burung merpati yang dibiarkan terbang bebas di halaman rumah. Dibuatkan kandang di bawah wuwungan atap. Setiap pagi, saya selalu menikmati kepak sayap merpati sebagai ucapan selamat pagi saat membuka pintu dan jendela rumah. Saya menikmati memberi makan burung  merpati. Burung itu terbang mendekatiku dan hinggap  di tangan,  mematuki jagung yang ada di genggaman dengan jinaknya.  Senang sekali menikmati kepak sayapnya yang terbang mengitari halaman rumah. Mereka berkejar-kejaran di udara memadu kasih dengan pasangannya. Halaman rumah jadi hidup dengan kehadiran mereka.

Awalnya burung itu  saya bawa sepasang dari Sulawesi Barat. Anak dari burung yang saya pelihara di kantor LPMP Sulbar.  Setelah saya meninggalkan rumah 4 tahun  bekerja di P4TK Matematika Yogya. maka secara alami  saja pemeliharaannya berpindah tangan  ke suami.  Suami selalu mengatakan itu peliharaannya, burung itu miliknya. Saya tidak terganggu  sah-sah saja, bukankah yang memelihara adalah dia.

Semua berjalan harmoni saja. Bunga saya  bertumbuh dan berkembang dengan baik. Saya bahkan harus menambah pot-pot dan rak-rak baru karena jumlahnya semakin berkembang banyak dan  mengaturnya  berjejer-jejer. Prestasi yang bagus, dari satu pot bunga bisa berkembang menjadi beberapa pot. Dari tanaman kecil  tumbuh jadi tanaman besar, dari satu jenis bertambah menjadi beragam jenis.

Burung merpati peliharaan suami saya juga berkembang dengan baik sehingga dibuatkan kandang baru dari satu menjadi dua. Kami  menyebutnya aparteman burung  untuk menampung warga baru yang selalu  hadir. Terakhir hasil perhitungan banyaknya sudah melampaui  40 ekor. Ramai sekali wuwungan rumah  dengan kegaduhan yang sering  burung merpati itu timbulkan. Saya tidak merasa keberatan, termasuk  membersihkan kotorannya karena itu setara dengan kenikmatan yang di peroleh. Memang tak ada yang gratis di dunia.

Masalah baru muncul ketika memasuki musim hujan membuat kondisi lingkungan jadi lain. Ketika dalam 2 minggu hujan turun terus menerus tanpa henti,  burung merpati tak bisa terbang kemana-mana. Halaman rumah menjadi satu-satunya tempat burung itu bercengkerama   Merpati-merpati itu hinggap di atas pot bunga dan tanaman bunga saya  dijadikan makanan selingan.

Tanpa merasa bersalah bunga kadaka yang saya pelihara dengan waktu yang relatif lama, bahkan  saya sudah memamerkan keindahannya dalam pot porselin di terase rumah,  dihabisi semua daunnya beramai-ramai laiknya mereka lakukan kenduri besar. Kenduri itu hanya menyisakan tongkolnya sebagai bukti bahwa mereka telah bersenang-senang, tak ada yang tersisa. Ada dominasi burung itu terhadap bunga saya.

Burung itu tidak hanya menghabiskan  bunga  namun juga menyakiti hati saya.

….. ini sudah tidak benar…kataku membuka diskusi dengan suami   tentang peliharaan kami.

Coba lihat hanya sekejap merpati itu sudah  menghabiskan semua prestasi yang saya bangun selama berbulan-bulan……. Mengaum saya layaknya raja singa yang marah karena terganggu kawasannya.Seperti biasa suamiku tak suka melayani suara mengaumku,  dia memilih memasang rang kawat yang mengelilingi bunga, mungkin itu mengisyaratkan bahwa dia merasa bersalah  sekaligus permintaan maafnya.

.…Populasi burung itu sudah terlampau besar, sudah mesti dikurangi… kataku  memberi penegasan. Eh …jangan karena marah mengucap populasi banyak, populasi itu cuma ada satu. Tidak pernah banyak…… sambut suamiku sambil bercanda. Saya menahan tertawa karena paham maksudnya  dan mengatakan;

….Saya tak peduli mau populasi mau sampel yang jelas burung itu tidak boleh lagi ada di situ. Juga sudah tua sudah perlu dibuang…. Rasanya kemarahan saya sudah  sampai di ubun-ubun. Saya menutup pintu kompromi.

Jangan … jangan di putuskan begitu…..Saya yang memelihara merpati itu,  saya yang berhak memutuskan dia harus bagaimana… suara suami saya menimpali. Dulu ….hanya dia mahluk hidup yang menemani saya ketika kamu tidak ada,…. saya yang membiayai hidupnya.… Mau tahu berapa banyak dana saya siapkan setiap bulan untuk membuatnya berkembang sebaik itu, kata suami sambil menyebut  sejumlah biaya…

Saya baru tahu mahal juga, belum lagi tentu perhatian  dan waktu yang diserahknan untuk burung itu.

Itu bunga saya juga mahal, kataku juga tak kalah  sengitnya.

Saya bersedia ganti kerugian  jika itu jadi masalah.

Suamiku menantang.

Buat daftar kerugian dan saya bersedia  ganti rugi.  Itu kata yang digunakan  untuk memadamkan api  kemarahan yang membara.

Saya terdiam berpikir mau membuat daftar kerugian yang ditimbulkan oleh merpati itu, namun bagaimana menilai waktu dan kerja keras yang saya lakukan…..harga bunga harus ditambah dengan biaya pemeliharaan.

Burung itu sudah tua, bagaimana jika kita berikan orang saja bujukku menurunkan suaraku supaya bisa kompromi.

Dibuang maksudnya ….. boleh saja  jika mau juga setelah tua dibuang …  suamiku sengit menantang.

Pembicaraan ini sudah mesti saya hentikan. Jika saya teruskan maka saya seeperti memantik korek gas untuk membakar segalanya. Biasanya suami saya sudah  ikut melunak jika saya sudah melunak tapi ini kok sengit juga.

Saya memilih diam. Saya tak mau hidup berdua dan saling ngotot-ngototan di bawah  satu atap. Saya tidak ingin   membuat rasa bahagia menguap dan  tak ada anak-anak yang dapat membuat kondisi netral kembali. Saya memilih masuk ke dalam rumah, diam dalam kamar saja.

Kondisi ini berjalan sampai tiba di suatu pagi saya menjerit  karena semua bunga begonia dan anggrek yang sudah dilindungi dengan rang kawat  dimakan  burung  habis tak bersisa. Batangnya pun ikut di makan  pot dan tanah berantakan di sana sini.Saya mengeluarkan pernyataan sikap dengan menyatakan saya tak mau memelihara tanaman, saya melakukan  mogok tak  mau keluar halaman   rumah lagi.

Berhari-hari suami saya memelihara bunga sendiri. Mungkin karena menyadari bahwa burungnya sudah terlalu banyak sehingga dengan kemauan sendiri menangkap  merpati itu mengurangi jumlah yang ada. Saya sudah kehilangn keinginan untuk ke taman lagi, daripada susah saya tinggalkan begitu saja.

Pagi itu saya menerima SK untuk membantu LPMP Sulsel di Kabupaten Gowa. Kegiatan monitoring dan evaluasi kesiapan  Dinas Pendidikan  Kabupaten  untuk membuka sekolah tatap muka dalam pandemic covid-19. Biasanya saya tidak diberi izin meninggalkan rumah, namun jadi lain suami saya justru menyupport untuk   mengikutinya. Mungkin karena melihat akhir-akhir ini saya banyak diam saja, dan hanya tekun menulis.

Jika lembaga pemerintah yang mengundang pasti taat prosedur jadi tidak perlu takut… katanya menyemangati. Hal yang tidak boleh itu ke pasar, ke mall, ke perkawinan atau reunian   karena tidak ada prosedur standar yang dipakai.

Pergi saja….. itu lembaga pendidikan pasti tertib, katanya membujuk. Saya mengikuti sarannya mengkuti kegiatan itu. Akhir kegiatan saya pulang menumpang di mobil seorang teman laki-laki, yang dulu penah bertetangga.

Saya senang sekali bisa saling bertemu dan saling  menyapa. Dalam pembicaraan itu saya menanyakan banyak hal yang jadi kebiasaan kami dulu. Teman itu suka menanam maka kami bertukar cerita tentang hal ini. Dia bercerita tentang kemajuannya membuat kompos sendiri sehingga semua tanamannya memakai kompos buatannya.

Apa masih memelihara suplir? ….. kataku

Maaf … suplir yang diberikan dulu sudah mati semua. Meninggalkan rumah dalam waktu lama membuat tidak ada yang pelihara… maaf ya….. kataku membuka pembicaraan lain.

Masih bu, jika mau  suplir kita terus saja ke rumah, saya berikan.

Saya punya suplir masih banyak….. ajaknya bersemangat.

Bagus sekali ……  saya langsung setuju. Kami terus ke rumahnya.

Tiba di rumahnya hujan gerimis, beliau meminta saya tak perlu turun dari kendaraan. Saya menunggu lama dalam mobil karena dia  mesti membuka pintu pagar dan memilih tanaman yang akan diberikan.

Saya diberi beberapa suplir,  dia mengangkat sendiri bersama putranya di bawah hujan gerimis. Keluarga yang baik hati suka membahagiakan orang.

Dari mobil saya mengamati halaman  rumahnya. Penuh tanaman dan sangat rimbun. Saya melihat ada 2 bunga kadaka yang besar sekali diletakkan tepat di sisi pintu masuk yang kecil.

Memerlukan bertahun-tahun  bunga kadaka bisa sebesar itu.  Sehat sekali, daunnya rimbun dan memanjang lebar-lebar terbentang ibarat lengan-lengan yang sementara berdoa. Betapa tekun orang yang memelihara.

Saya membuka aplikasi tokopedia untuk mengetahui berapa harga bunga kadaka seperti itu. Wow saya terhenyak  mahal sekali, itupun hanya yang ukuran sedang…. Tidak ada yang menjual indukan…. Itu indukan….  Kenapa diletakkan di luar ya…. Apa tidak takut dicuri orang….

Saya jadi ingat bunga kadakaku yang tinggal tongkolnya dihabisi burung merpati.

Ya Allah ajari saya ikhlas menerima kadaka yang dihabisi burung, bisikku lirih…… Perlu berapa waktu kadaka bisa sebesar itu… kelihatannya saya mesti bersahabat dengan kondisiku… , berhenti bermimpi memelihara bunga,…  mari berdamai, saya menyemangati diri.

Saya membujuk diri saya  lebih baik menjaga perasaan suami saya daripada kesenangan memelihara bunga. Aku Ikhlas ya Allah, bisikku lirih

Saya turun dari mobil untuk mengucapkan kata berpisah dan terima kasih. Sambil tanganku mengusap dan memuji kadaka besar itu… bahagianya jika bisa punya bunga sebesar itu bisikku  pada diri sendiri.

Kami berpisah, saya pulang membawa suplir. Selesai tidak ada yang istimewa. Mana saya tahu bahwa doa yang saya bisikkan pelan itu, yang saya yakin tak ada isi bumi yang tahu berjalan terus sampai ke Arasy.

Keesokan harinya, masih pagi sekali, saya dibangunkan dengan telepon teman. Dia mengatakan mau memberi saya bunga. Saya bingung dan bertanya. Apakah bunga yang kemarin itu salah …… adakah yang salah ….Bukan bu … bukan salah…..saya ingin memberi lagi ibu bunga… katanya menjelaskan. Tapi syaratnya bawa mobil besar, karena saya tidak ingin jika daunnya melengkung dan patah. Bunganya besar sekali dan banyak.

Iya bapak terima kasih saya upayakan dulu nanti saya telepon kembali.

Dari nada suaranya  sangat bersemangat, sehingga  mesti  direspons dengan semangat yang sama baiknya. Saya memerlukan waktu menenangkan diri bernapas pelan, apa yang terjadi ini bukan main-main. Saya menelepon ke teman untuk meminjam  mobil pick up.  

Naik pick up saya ke rumah kawan. Sampai di sana semua bunga sudah siap dan langsung dinaikkan ke mobil. Saya tidak sempat mengetahui bunga apa dan berapa banyak, yang saya tahu kadaka besar yang kemarin saya bisikkan ke sang maha pencipta keindahannya  sudah diikat rapi daunnya dan dinaikkan ke mobil beserta anak pisang pendek dan beberapa bunga   yang lain. Mobil pick up penuh sesak,  benar  mesti bawa mobil besar, terlalu besar dan banyak.

Tak mampu saya mengatakan terima kasih, saya senang sekali, membuncah kebahagiaanku. Saya perlu menarik napas untuk menenangkan rasa bahagia. Rasanya paru-paruku penuh berisi oksigen.Saya berbisik …..kenapa bunga yang dipelihara bertahun-tahun  dan sudah sangat besar itu mau diserahkan .

…. . Apa yang terjadi……kataku

 Kawan itu mengatakan  

…. Dulu saya punya  sebesar ini 4 pot besar bu.

…. Saya berikan ke orang 2 pot…. Sisa dua ini, saya berikan ke ibu 1 pot.

 …Saya sudah lama memelihara bunga ini

… Saya  berikan ke orang yang menurut saya mampu pelihara dengan baik.

Ya Allah ternyata saya orang yang dipilih untuk memelihara bunga yang  begitu disayangnya  sampai daunnya pun tidak mau diperlakukan seenaknya, tidak boleh patah. Ini bukan memberi bunga namun menitipkan amanah itu untuk saya teruskan pelihara.

Kondisi itu belum merupakan puncak kebahagiaan, setelah saya membeli pot baru saya menghitung berapa banyak tanaman itu … tak pernah terbayangkan  begitu banyak bunga yang besar-besar saya terima, sehingga memerlukan pot khusus dan membutuhkan uang yang tidak sedikit. Ketika bunga itu saya jejer maka saya bisa menghitung 10 pot besar Supplier (adiantum cuneatum), 10 pot besar kadaka lasagna (Asplenium scolopendium) ukuran sedang  dan 1 pot besar kadaka lasagna ukuran besar sekali. Kedatangan bunga itu menghiasi separuh dari halamanku, Ya Allah ampuni aku.

Haru saya berdiri dihadapan bunga itu. Luar biasa caramu ya Allah menjawab doa saya. Melampaui keinginan yang saya harapkan. Kau Menguasai dan menggerakkan hati manusia.

Minggu yang sama adikku datang membawakan bunga Begonia besar  dalam 4  pot  besar dengan jenis yang berbeda (dodsonil, obliqua,  Rhizomatous, dan shubs), kemudian paman saya memberikan bunga gelombang cinta (Anthurium) besar 2 buah ditambah 10 anggrek morning glory  yang juga sudah besar dan dewasa.

Jika tangan Tuhan mulai bekerja maka tidak ada  kekuatan bumi yang mampu menghentikannya.

Saya yang sibuk mempersoalkan bunga kadaka  kecil dimakan burung, hanya sekejap Allah  menggantinya  dengan  kadaka yang luar biasa besar dan banyak jumlahnya bahkan dengan bunga-bunga  lain yang tak terbayangkan.

Saya malu  pada  diriku yang tidak tahu bersabar menjalani skenario Allah. Saya harus mau saling memberi ruang untuk hidup bersama dengan mahluk ciptaanNya yang lain. baru layak  berharap  nikmat kasih sayang dan keberkahanNya.  

Ampuni aku ya Allah. Saya jadi memahami  cara doa dijawab.

Menggerakkan orang bumi untuk  melakukannya pada sesama orang bumi.

Laaa haula wala kuwata illah billah.

Tangan Allah bekerja dengan caranya sendiri.

Makassar, 26 Mei 2021




One Comment

  1. March 25, 2024 at 10:43 pm

    Cedric Pedretti

    Reply

    great article

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree