Negosiasi Ala Nadhira

Negosiasi Ala Nadhira
Oleh: Telly D.
Pagi itu, seperti biasa, nenek bersiap mengantar Nadhira ke sekolah Sparkletots. Udara pagi di Woodlands terasa segar, meski masih ada sisa kantuk di mata. Nenek tahu hari ini akan sedikit berbeda karena semalam Nadhira ikut salat tarawih bersama ayah dan ibu. Nenek sudah menduga bahwa kamu pasti kurang tidur dan bangun paginya akan sedikit lebih sulit. Benar saja, ketika dibangunkan, Nadhira hanya bergumam pelan, “Wait 5 menit…” sambil kembali memeluk bantal kesayanganmu dan menutup mata lagi.
Nenek tersenyum sendiri melihat tingkah cucu kesayangan ini. Nadhira memang sudah pandai ‘bernegosiasi’ sejak kecil. Ayahmu pun mencoba bersabar, menunggu lima menit seperti permintaanmu. Tapi setelah lima menit berlalu, matamu tetap tertutup rapat. Nenek paham betul, tubuh mungilmu pasti masih lelah karena semalam ikut beribadah hingga larut.
Akhirnya, ayahmu memutuskan untuk memandikan Nadhira meski matamu masih terpejam. Lucu sekali melihat Nadhira yang masih setengah sadar, dimandikan dengan lembut, dipakaikan baju, dan bahkan sepatu dalam kondisi setengah tertidur. Nenek hanya mengamati dari dekat, memastikan segalanya berjalan lancar. Di dalam hati, nenek merasa bangga pada ayah Nadhira yang penuh kesabaran dan kasih sayang.
Saat tiba waktunya berangkat, nenek mendorong kereta dorong Nadhira menuju sekolah. Sepanjang perjalanan, kamu kembali terlelap. Wajah polosmu terlihat damai, meski nenek tahu di balik ketenangan itu, tubuh kecilmu masih menyesuaikan diri dengan kelelahan semalam. Nenek membiarkanmu beristirahat selama perjalanan, membiarkanmu menikmati waktu tenang sebelum tiba di sekolah.

Nadhira Minta Makan Biskuit Sebelum Masuk ke Kelas. Foto: Dokumen Pribadi
Ketika sampai di depan kelas, Nadhira membuka mata perlahan. Kamu tampak masih mengantuk, tapi tiba-tiba wajahmu berubah ceria saat melihat anak-anak lain yang sedang antri masuk kelas. Seperti biasa, Nadhira punya cara cerdik untuk menunda masuk kelas. “Nenek Ina, I want biscuit,” pintamu dengan suara lembut, matamu berbinar penuh harap.
Nenek tahu ini bukan sekadar permintaan biasa. Nadhira sudah hafal betul aturan di sekolah. Anak-anak yang sedang makan tidak diperbolehkan masuk kelas sampai makanan mereka habis, agar tidak mengganggu teman-teman yang lain. Ini adalah siasat kecil Nadhira agar bisa menunda masuk kelas, dan nenek hanya bisa tersenyum penuh kasih sayang.

Nadhira Memperlambat Makan Biskuit Sebelum Masuk ke Kelas. Foto: Dokumen Pribadi
Ayahmu memberikan biskuit sambil ikut menemani mencoba membujuk, “Nadhira, eat quickly so we can go inside.” Namun, jawaban Nadhira membuat nenek tertawa kecil. Dengan wajah serius, kamu menjawab, “I want eat slowly.” Dan benar saja, kamu mulai menggigit biskuitmu dengan perlahan-lahan, mengunyahnya dengan penuh kesabaran seolah-olah kamu sedang menikmati makanan paling lezat di dunia. Tidak hanya itu, kamu juga menyelingi dengan minum susu, sambil memperhatikan teman-temanmu yang satu per satu masuk ke dalam kelas.

Nadhira Baru Mau Masuk Kelas Setelah Semua Siswa Sudah Masuk. Foto: Dokumen Pribadi
Nenek dan ayahmu hanya bisa saling pandang sambil tertawa kecil. Nenek tahu bahwa ini adalah bagian dari proses tumbuh kembangmu. Nadhira sudah mulai memahami aturan, tetapi kamu juga sudah cukup cerdas untuk memanfaatkannya dengan caramu sendiri. Nenek merasa kagum melihat betapa cepatnya kamu berkembang. Dalam hati, nenek merasa bangga melihat Nadhira yang sudah mampu mempertahankan keinginan, meski dengan cara yang lucu dan menggemaskan.
Proses makan biskuit itu berlangsung hampir 30 menit. Nenek dan gurumu sabar menunggu hingga akhirnya Nadhira berkata dengan suara lembut, “I’m ready now.” Akhirnya, kamu siap masuk kelas setelah puas dengan waktu tambahan yang kamu ciptakan sendiri. Saat itu, nenek menyadari bahwa Nadhira tidak hanya tumbuh secara fisik, tetapi juga secara emosional dan sosial. Kamu mulai menunjukkan pemahaman tentang aturan, tetapi juga memiliki keberanian untuk mempertahankan keinginanmu.
Sebagai seorang nenek, hati ini terasa terharu melihat perkembangan ini. Nadhira sudah mulai belajar tentang kompromi, tentang bagaimana menegosiasikan keinginan tanpa melanggar aturan. Kamu tahu kapan harus meminta waktu tambahan, kapan harus beristirahat, dan kapan harus siap melangkah masuk ke kelas. Nenek melihat ini sebagai bagian dari perjalanan panjangmu menuju kedewasaan.
Saat menatap punggung kecilmu masuk ke dalam kelas, nenek merasa bangga dan terharu. Nenek tahu, Nadhira sedang tumbuh menjadi anak yang penuh rasa ingin tahu, mandiri, dan cerdas. Kamu masih kecil, tetapi hatimu sudah penuh dengan keberanian untuk mempertahankan apa yang kamu inginkan, meski dengan cara yang lembut dan menggemaskan.
Pengalaman pagi itu mengajarkan nenek banyak hal. Nenek belajar bahwa kesabaran, cinta, dan pengertian adalah kunci dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Nenek juga belajar bahwa di balik tingkah laku lucu dan cerdik seorang anak, tersimpan potensi besar yang perlahan-lahan akan berkembang seiring waktu.
Saat pulang, nenek merenung di perjalanan. Nenek sadar bahwa setiap momen bersama Nadhira adalah anugerah yang berharga. Dari cara kamu memeluk bantal sambil minta ‘5 menit lagi,’ hingga taktikmu makan biskuit pelan-pelan agar bisa menunda masuk kelas, semuanya adalah bagian dari proses menjadi seorang anak yang kuat dan mandiri. Nenek bersyukur bisa menjadi bagian dari perjalanan kecil ini, menyaksikan setiap langkah yang kamu ambil menuju masa depan yang cerah.
Terima kasih, Nadhira, untuk momen-momen indah ini. Nenek akan selalu ada di sampingmu, mendukungmu di setiap langkah, bahkan saat kamu ingin “eat slowly” sambil menikmati dunia kecilmu.
Woodlands Singapore, 28 Maret 2025
April 18, 2025 at 3:19 am
Kamaruddin
Pengalaman sederhana tapi mampu dituangkan dalam tulisan indah dann sarat makna, sangat memotivasi cerita nadhirah
April 4, 2025 at 12:50 pm
Abdullah Makhrus
Seru dan mantap sekali negosiasi Nadhira. 👍👍👍👍👍
April 4, 2025 at 3:46 pm
Telly D
Terima kasih pak Makhrus 🙏🏻🙏🏻🙏🏻