HARGA DI BALIK GRATIS
Pentigraf
HARGA DI BALIK GRATIS
Oleh: Telly D.
Di bawah naungan senja yang lembut, Daeng Jarre duduk di kursi bambu, menyesap udara sejuk yang jarang ia nikmati. Istrinya, Daeng Te’ne, datang dari pengajian dengan langkah ringan, membawa kabar yang membuat wajahnya bersinar. Sekolah anak-anak mereka akan menyediakan makan gratis. Dalam benaknya, beban memenuhi tuntutan gizi anak-anak, seperti yang ditekankan Puskesmas, kini akan berkurang. Namun, Daeng Jarre hanya menyambut kabar itu dengan gumaman datar, matanya tetap lurus menatap halaman.
Keheningan itu berubah menjadi ketegangan ketika Daeng Te’ne menyadari sikap suaminya. Baginya, kabar ini adalah angin segar setelah hari-hari penuh keluhan tentang harga bahan pokok, tapi Daeng Jarre memandangnya dengan sikap skeptis. Baginya, dunia tidak pernah memberi tanpa meminta. Percakapan di pos jaga sore itu kembali terngiang di benaknya, menenggelamkan kegembiraan istrinya.
“Orang tua dipajaki untuk membayar makanan anaknya.” Ucapnya menjelaskan pajak penghasilan yang dinaikkan. Kata-kata itu jatuh membungkam kehangatan di wajah Daeng Te’ne. Kebahagiaan itu kini tampak semu, terselubung oleh kenyataan bahwa apa yang tampak gratis sesungguhnya telah dibayar oleh jerih payah mereka sendiri.
Makassar, 2 Januari 2025
Leave a Reply