TAMAN PERSAHABATAN
TAMAN PERSAHABATAN
Oleh: Telly D.
“Setiap bunga yang tumbuh adalah kenangan yang indah, mengingatkan kita bahwa persahabatan sejati akan selalu ada.”
Halaman rumahku tak luas, namun setiap sudutnya dipenuhi dengan bunga dan tanaman yang tumbuh subur, menyimpan cerita dan kenangan yang tak terhapus oleh waktu. Di sini, setiap pot dan setiap ranting mampu menghidupkan kembali jejak orang-orang istimewa yang pernah singgah dalam hidupku.
Halamanku bukan taman biasa, halaman kecil ini adalah Taman persahabatan dan kasih sayang yang kurawat dengan penuh cinta. Setiap bunga, dari suplir hingga anggrek, adalah titipan kenangan, bukti ikatan yang bertumbuh kuat, mengakar dalam dan tak pernah layu.
Setiap saat jika kulangkahkan kaki di antara tanaman-tanaman itu, aku bukan sekadar melihat keindahan, tetapi juga merasakan kehangatan dan kehadiran mereka yang tersimpan di setiap helai daun dan kelopak bunga.
Setiap pagi, sinar mentari menyapa deretan pot dan bunga yang menjalar di sekeliling teras, di tepi gazebo, hingga ke atap. Saat aku menyentuh daun suplir (adiantum cuneatum) kesayangan, kenangan ibundaku menyelinap diam-diam dalam ingatanku. Almarhumah ibuku memberikan bunga ini dengan tangan yang penuh cinta, seolah menitipkan sebagian jiwanya di daun-daun halusnya. Ketika jemariku menyusuri daun-daunnya yang rapuh, kubisikkan doa, seakan doa itu melekat erat bersama kelembutan setiap helainya. Dalam keheningan, aku tahu bunga ini adalah cara ibuku untuk tetap dekat, untuk terus menjaga dan membimbingku.
Lily Paris Pemberian dari Puang Baji. Foto: Dokumen Pribadi
Di sudut lain, anggrek Cattleya dari Bu Ganumg, sahabatku dari Yogyakarta, tersenyum lembut dalam bunganya yang ungu. Anggrek ini bukan hanya tanaman hias; ia adalah simbol ketulusan seorang sahabat, pengingat akan tawa dan dukungan yang selalu ia berikan, seakan berkata, “Di sini aku untukmu, meski tak selalu terlihat.” Setiap kali anggrek ini berbunga, hatiku pun ikut berbunga.
Bibit Anggrek Pemberian dari Bu Endang. Foto: Dokumen Pribadi
Ada pula Wijaya Kusuma yang anggun dan memesona, bunga yang hanya mekar di waktu tertentu. Tanaman ini saya temukan bersama Mas Guruh, sopir setia yang selalu menemani langkahku dalam setiap tugas dan perjalananku dulu. Meskipun kami berbeda latar belakang, namun persahabatan kami tumbuh seperti bunga ini, unik dan tak terduga. Setiap kali Wijaya Kusuma mekar, hanya sebentar dan hanya pada saat-saat tertentu, aku merasa terhubung dengan kehadiran Mas Guruh, mengingatkan bahwa kesetiaan sejati, walau mungkin tak selalu terlihat, tetap setia menyinari di tengah gelapnya malam.
Keladi-Keladian Pemberian dari Puang Baji. Foto: Dokumen Pribadi
Di bawah terik matahari yang melengkung tinggi di langit, tabebuya dari Pak Harwasono berbunga putih mekar seperti persaudaraan kami yang ceria dan menghangatkan. Di dekatnya, keladi-keladi yang berdaun lebar berwarna-warni, hadiah dari saudaraku Puang Baji, seperti menggenggam pesan-pesan persaudaraan yang tak pernah pudar. Setiap keladi ini, dengan ragam coraknya, seperti berbisik bahwa ikatan darah tak pernah lekang oleh waktu, bahwa meski ditiup angin atau diterpa badai, akar kasih sayang itu akan tetap kuat, tertanam dalam-dalam.
Semua Pemberian dari Orang-Orang Terdekat. Foto: Dokumen Pribadi
Kemudian, ada tanaman bougenvile yang bertumbuh cemerlang di antara bunga-bunga lainnya. Dulu, tanaman ini diberikan kepadaku saat aku menjabat di LPMP Sulawesi Barat, tempat yang mengenalkanku pada orang-orang baik dan tulus yang meninggalkan jejak di hati. Dengan bunganya yang meriah, bougenvile ini berbicara tentang kenangan, perjuangan, dan dedikasi pada negeri. Ketika bunganya berguguran, ia seperti menuturkan bahwa segala pengabdian takkan pernah sia-sia, bahwa jejak langkah kita akan tetap diingat meski raga telah pergi.
Wijaya Kusuma Kenangan dengan Mas Guruh. Foto: Dokumen Pribadi
Tak hanya bunga, pepohonan pun tumbuh subur di halaman kecilku. Pohon mangga arumanis, hadiah dari mertua, bertumbuh dengan dedaunannya yang rindang. Pohon ini, dengan buahnya yang manis, mengingatkanku pada kehangatan keluarga, pada doa-doa yang terucap demi kesehatan dan kebahagiaan. Ada pula pohon matoa dari Ibu Sien Kastanja, seorang sahabat yang berbeda keyakinan denganku mempersembahkan keindahan tropis ini sebagai simbol ikatan yang kuat. Ketika buahnya matang, harum khasnya memenuhi udara, menyampaikan pesan bahwa setiap kebaikan akan kembali berbuah manis.
Gelombang Cinta Pemberian dari Om AzisFoto: Dokumen Pribadi
Dan hari ini, koleksi tanamanku bertambah satu lagi, bunga anggrek langka Papua dari Bu Endang, sahabat yang kujumpai pada ketika menghadiri Kopdar 3 RVL di Malang. Bunga ini hadir dalam kehidupanku sebagai saksi bahwa waktu dan jarak mungkin mengubah banyak hal, tetapi persahabatan sejati akan tetap hidup.
Meski masih muda, namun saya yakin kelak nanti bunganya memancarkan harapan akan kebersamaan yang akan terus bersemi. Aku akan merawatnya dengan penuh kesabaran, menunggu hingga ia beradaptasi dan mulai tumbuh di lingkungan barunya. Seiring dengan pertumbuhannya, bunga ini mengajarkanku bahwa dalam usia yang semakin menua, persahabatan yang tulus akan abadi, seperti tanaman yang terus mengakar dan mekar sepanjang musim.
Kini, halaman kecilku ini telah menjadi taman persahabatan, setiap bunga dan pohon di sini bukan hanya sekadar tanaman hias, tetapi bukti keindahan jiwa-jiwa yang pernah singgah dalam hidupku. Mereka tumbuh dengan membawa kehangatan, cerita, dan doa, menghiasi hari-hariku dengan cinta yang tak pernah layu. Setiap kali kusirami mereka, aku seperti menyiram kenangan, menjaga persahabatan, dan merawat kasih sayang yang tak ternilai.
Makassar, 5 November 2024
Leave a Reply