Enam Ekor Gajah dan Orang Buta
Enam Ekor Gajah dan Orang Buta
Oleh Telly D.
Hai Nadhira
Dengarkan cerita lucu tentang enam orang buta yang hidup di sebuah desa. Suatu hari, mereka mendengar kabar bahwa ada seekor gajah yang datang ke desa mereka. Karena penasaran, mereka memutuskan untuk pergi dan meraba-raba gajah itu untuk mengetahui seperti apa bentuknya.
Orang pertama, yang menyentuh badan gajah, berteriak, “Gajah ini seperti tembok besar yang kokoh!” Dia membayangkan ada tembok berjalan di sekitar desa, dan itu membuatnya tertawa tergelak-gelak.
Orang kedua menyentuh gading gajah dan langsung membantah, “Tidak, tidak! Gajah ini seperti tombak yang tajam dan keras!” Dia berpikir gajah itu membawa tombak seperti ksatria dan tertawa membayangkannya.
Orang ketiga menyentuh belalai gajah dan berseru, “Kalian berdua salah besar! Gajah ini seperti ular panjang dan lentur!” Dia terbayang gajah sedang menari seperti ular, dan itu membuatnya merasa lucu.
Orang keempat yang bertubuh pendek memegang kaki gajah berargumen, “Tidak! Gajah ini seperti pohon besar yang kuat!” Dia membayangkan gajah sebagai pohon berjalan yang menari-nari, dan dia pun tertawa terbahak-bahak.
Orang kelima menyentuh telinga gajah dan tertawa, “Kalian semua keliru. Gajah ini seperti kipas besar yang lebar dan tipis!” Dia membayangkan gajah mengipasi dirinya sendiri dan itu membuatnya juga tertawa-tawa.
Orang keenam yang memegang ekor gajah juga tidak setuju dan berkata, “Gajah ini seperti tali panjang yang ramping!” Dia membayangkan gajah sedang bermain lompat tali dengan ekornya, dan itu membuatnya sangat keriangan.
Perdebatan mereka semakin keras dan penuh tawa, masing-masing merasa deskripsinya yang paling benar dan lucu. Mereka bahkan mulai saling meledek dengan pandangan mereka yang aneh dan lucu.
Melihat keributan itu, seorang guru yang kebetulan lewat mendekati mereka. Guru bijak ini sangat bijaksana, tapi juga suka humor. Dia bertanya, “Apa yang kalian perdebatkan dengan begitu keras dan lucu ini?”
Enam orang buta itu menjelaskan bagaimana mereka mendeskripsikan gajah berdasarkan apa yang mereka rasakan, sambil tertawa-tawa. Guru itu ikut tertawa mendengar deskripsi mereka yang kocak dan berkata, “Wahai anak-anak, kalian semua benar, tetapi hanya sebagian benar. Kalian masing-masing hanya menyentuh sebagian kecil dari gajah. Untuk memahami kebenaran sepenuhnya, kalian harus menggabungkan semua pandangan kalian.”
Guru itu kemudian mengajak mereka duduk bersama dan mendengarkan satu sama lain dengan hati terbuka, sambil terus tertawa. Setelah mendengarkan semua pandangan yang lucu, mereka mulai melihat gambaran yang lebih utuh dan kocak. Mereka memahami bahwa gajah memiliki bagian-bagian yang berbeda. Badan besar seperti tembok, gading tajam seperti tombak, belalai lentur seperti ular, kaki kuat seperti pohon, telinga lebar seperti kipas, dan ekor panjang seperti tali.
Dengan bantuan seorang guru itu, mereka belajar bahwa penting untuk mendengarkan dan menghargai sudut pandang orang lain, meskipun lucu. Mereka menyadari bahwa kebenaran sering kali terdiri atas berbagai aspek yang berbeda, dan hanya dengan mendengarkan dan memahami satu sama lain, mereka dapat mencapai pemahaman yang lebih lengkap dan juga lebih menghibur.
Nadhira, cerita ini mengajarkan kita bahwa setiap orang mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang suatu hal, tetapi semua pandangan itu berharga. Mari kita selalu mendengarkan dan menghargai pandangan orang lain agar kita bisa memahami kebenaran dengan lebih baik.
______________
Semoga cerita ini bisa membuatmu tersenyum dan memberi inspirasi, Nadhira!
Peluk cium nenek Puang Ina
Makassar, 28 Juni 2024
Catatan: sumber dongeng Klasik Budha
Leave a Reply