“Jogetin Saja”
“Jogetin Saja”
Oleh Telly D.
Saya baru menyadari ada tren baru sekarang yang sementara berkembang di kalangan anak muda, dan semakin populer, solusi masalah dengan “jogetin saja.”
Fenomena ini mencerminkan keinginan untuk melarikan diri dari tekanan sehari-hari dan menanggapi masalah dengan cara yang lebih ringan dan santai.
“Jogetin saja” bisa menjadi ungkapan atau fenomena yang mencerminkan cara masyarakat merespons atau menanggapi masalah dengan cara yang tidak konvensional atau non-serius, terutama dengan menggunakan tarian atau hiburan sebagai bentuk pelarian atau penyegaran.
Padahal, tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan pendekatan semacam itu. Beberapa masalah bahkan memerlukan penanganan serius dan solusi yang lebih substansial.
Dalam beberapa konteks, “jogetin saja” mungkin mencerminkan semangat positif dan keinginan untuk melihat sisi terang dari situasi sulit. Namun, pada saat yang sama, jika digunakan sebagai bentuk menghindari atau mengabaikan masalah yang membutuhkan perhatian serius, hal ini bisa berpotensi menjadi hambatan dalam pengembangan solusi yang efektif.
Ada beberapa alasan mengapa fenomena “jogetin saja” atau menanggapi masalah dengan cara yang santai dan hiburan bisa menjadi populer dalam masyarakat.
Fenomena ini dapat dijadikan sebagai pelarian atau pengalihan perhatian dari masalah-masalah yang sulit atau kompleks. Dengan cara ini, orang mencoba menyingkirkan stres atau tekanan sementara dengan mengalihkan perhatian mereka ke aktivitas yang menyenangkan, seperti berjoget.
Pemahaman bahwa kebahagiaan dan semangat positif dapat membantu mengatasi tantangan hidup membuat orang tertarik untuk mengadopsi pendekatan yang lebih ceria terhadap masalah. Menari dan bersenang-senang dapat meningkatkan suasana hati dan memberikan energi positif.
Fenomena ini menjadi populer karena viral di media sosial. Video atau konten yang menunjukkan orang-orang menari atau merespons masalah dengan cara yang santai menyebar luas dan menjadi tren.
Peran budaya populer, seperti musik, tarian, atau film, dapat memainkan peran dalam menciptakan tren dan menginspirasi orang untuk mengadopsi cara baru dalam menanggapi masalah.
Bersama-sama menanggapi masalah dengan cara yang menyenangkan bisa menjadi cara untuk membangun dan memperkuat komunitas. Ini dapat menciptakan ikatan sosial dan rasa solidaritas di antara orang-orang yang terlibat dalam fenomena ini.
Menari atau bersenang-senang dapat dianggap sebagai cara untuk mengekspresikan diri secara kreatif. Hal ini dapat memberikan ruang bagi individu untuk menunjukkan kepribadian dan emosi mereka melalui gerakan tubuh dan ekspresi wajah.
Beberapa pandangan teori psikologis, sosial, dan kognitif, untuk menyusun pandangan seimbang dalam hal ini.
1. Teori Psikososial Erikson. Teori Erikson menunjukkan bahwa individu mengalami tahap-tahap perkembangan psikososial sepanjang hidup. Pendekatan “jogetin saja” bisa dilihat sebagai refleksi dari tahap “Intimitas vs Isolasi.” Anak muda mencari pelarian dalam kesenangan dan kegembiraan untuk mengatasi isolasi atau tekanan hubungan.
2. Teori Kognitif Piaget. Teori ini menyoroti perkembangan kognitif. Jika anak muda cenderung memilih solusi yang santai, ada keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk memikirkan solusi yang lebih kompleks atau abstrak pada tahap operasional formal.
3. Teori Stres dan Penanganan (Coping) Lazarus dan Folkman. Anak muda menggunakan pendekatan “jogetin saja” sebagai bentuk coping untuk mengurangi stres tanpa mengevaluasi secara mendalam masalah yang dihadapi. Ini mencerminkan strategi penanganan stres yang sederhana.
4. Teori Resiliensi. Jika “jogetin saja” hanya digunakan sebagai cara untuk menghindari tekanan tanpa pengembangan kapasitas untuk pulih dan berkembang, ini dapat bertentangan dengan prinsip resiliensi yang mengharapkan individu dapat pulih dan tumbuh setelah menghadapi kesulitan.
5. Teori Psikologi Sosial Bandura. Teori ini mencakup peran pengamatan dan pembelajaran dari orang lain. Jika anak muda mengamati orang lain yang mengatasi masalah dengan cara yang santai, itu dapat memengaruhi cara mereka menanggapi masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan “jogetin saja” menimbulkan pertanyaan kritis tentang dampaknya pada perkembangan pribadi dan kesiapan menghadapi tantangan. Meskipun kesenangan dan kegembiraan penting, terlalu mengandalkan pendekatan ini dapat membawa risiko kurangnya keterampilan pemecahan masalah dan tanggung jawab pribadi. Sebagai masyarakat, kita perlu mempertimbangkan bagaimana mengintegrasikan kegembiraan dengan pembangunan keterampilan hidup yang lebih mendalam.
Memahami bahwa kesenangan dan kebahagiaan perlu dicapai tanpa mengorbankan tanggung jawab dan pertumbuhan pribadi. Dalam upaya mengantisipasi dampak negatif dari tren “jogetin saja,” peran pendidikan dan pengembangan pribadi sangatlah krusial. Anak muda perlu diberdayakan dengan keterampilan kritis dan keseimbangan emosional untuk dapat menghadapi masalah dengan cara yang konstruktif.
Akhirnya, fenomena “jogetin saja” mencerminkan aspirasi untuk kegembiraan dan kebebasan dari tekanan sehari-hari. Namun, melalui analisis teori psikologis, sosial, dan kognitif, kita dapat melihat bahwa pendekatan ini dapat membawa dampak negatif pada perkembangan pribadi anak muda. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan yang diperlukan antara kegembiraan dan tanggung jawab.
Pendidikan, kesadaran, dan dukungan dari masyarakat dapat membantu mengarahkan anak muda menuju solusi yang lebih seimbang dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan hidup. Masyarakat harus berperan aktif dalam membentuk lingkungan yang mendukung perkembangan pribadi dan memberikan dasar yang kokoh bagi generasi mendatang.
Makassar, 6 Januari 2023
Leave a Reply