November 1, 2023 in Jelajah Nusantara, Uncategorized

Ikan “Palsu”

Ikan “Palsu”

0leh Telly D.


“Kepalsuan bisa menutupi kenyataan, tetapi tidak pernah bisa menggantikannya.” (Daswatia Astuty)

Palsu atau kepalsuan memang siapa yang suka. Tak ada yang menyukai tindakan yang tidak jujur atau tidak sesuai dengan kenyataan. Hampir keselurahan orang menghindari kepalsuan dengan berbagai alasan.

Kejujuran dianggap sebagai fondasi yang penting dalam membangun hubungan yang sehat dan produktif, serta dalam menjaga moralitas dan etika dalam masyarakat.

Sekalipun memiliki konsekuensi negatif jika terungkap, namun kepalsuan dapat terjadi dalam berbagai konteks baik dalam hubungan sosial, komunikasi, bisnis, politik, atau aspek-aspek lain dalam kehidupan manusia.

Kita mengenal istilah ‘cinta palsu’ dimana seseorang berpura-pura mencintai orang lain, mungkin dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau untuk memanipulasi orang tersebut.

Ada ungkapan ‘janji palsu,’ akhir-akhir ini suka dihubungkan dengan janji calon legislatif. Ungkapan yang menggunakan humor atau kritik sosial untuk menyatakan bahwa janji-janji yang dibuat oleh calon legislatif (calon anggota parlemen atau perwakilan rakyat) seringkali tidak dipenuhi atau tidak tulus.

Ungkapan ini mencerminkan ketidakpercayaan atau skeptisisme terhadap janji politik yang sering diucapkan oleh calon-calon politik selama kampanye pemilihan.

Kecuali “gigi palsu,” tentunya ada pengecualian karena gigi palsu secara alami palsu (bukan gigi asli) tetapi diterima sebagai solusi medis yang sah untuk masalah gigi yang hilang atau rusak.

Ikan Bandeng. Foto: Dokumen Pribadi


Bagaimana dengan judul “Ikan Palsu” dalam tulisan ini.
“Ikan Palsu,” adalah ungkapan yang digunakan untuk merujuk kepada situasi dimana sesuatu tampak seperti aslinya, tetapi sebenarnya itu adalah tiruan atau palsu.

Dalam konteks ini, “Ikan Palsu” merujuk pada ikan tiruan yang mencoba memalsukan atau meniru ikan asli.

Istilah ikan palsu adalah istilah yang digunakan oleh “daengku” (Pak Su ) sehubungan dengan ikan bandeng asli namun isinya sudah bukan lagi ikan bandeng sebagaimana biasanya.

Ikan Bandeng yang telah diolah, dikeluarkan daging ikannya dan dicampur dengan kelapa sangrai, diberi bumbu khusus kemudian dimasukkan kembali sehingga menyerupai bandeng asli. Lauk tradisional suku Bugis Makassar “Bolu Kambu,” mereka menyebutnya demikian.

Bolu kambu hanya dihidangkan untuk waktu tertentu seperti maulid Nabi Muhammad SAW disandingkan sebagai lauk “Ka’do Minyyak” (nasi ketan berwarna kuning) bersama telur dan ayam goreng, atau jika ada acara adat khitanan, perkawinan, dan lain sebagainya dihidangkan sebagai lauk.

Membuatnya memerlukan ketekunan dan kemampuan khusus mengeluarkan daging ikan dengan tidak merobek kulitnya, meracik bumbu dan menyeimbangkan rasanya, menggoreng atau memanggangnya. Faktor kegagalannya terletak jika isinya pecah dan terhambur keluar.

Saya setuju saja dan tidak ada penolakan setiap kali daengku menyebut bolu kambu dengan sebutan ikan palsu, bahkan putraku pun ikut-ikutan memberi nama lain dengan sebutan sedikit lebih mewakili zamannya “ikan terpapar teknolgi” untuk memberi kesan isinya sudah kena sentuhan lain.
.
Namun, daengku bukan sekedar hanya mengatakan ikan palsu, ucapan itu disempurnakan dengan menghindari makan ikan palsu, terlalu berlebihan menurutku.

Apa daengku mau memberi kesan menghindari atau menolak terlibat dalam tindakan atau situasi yang dianggap tidak jujur, tidak tulus, atau palsu?

Bolu Kambu. Foto: Dokumen Pribadi


Atau mungkin daengku ingin memesonaku sebagai pendukung berat nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan tindakan tulus, dan merasa bahwa dengan menjauhi “ikan palsu” adalah cara untuk mempertahankan integritas diri sendiri.

Setelah memasuki usia lanjut, dimana saya hanya hidup berdua dengan daengku tentu saya berdamai dengan hal ini. Ikan palsu menjadi hidangan yang saya hindari membuat sendiri, jika ada di dalam menu kami itu pasti kiriman keluarga,

Namun, hari ini saya tidak bisa menghindar, saya memiliki ikan bandeng yang banyak tepat di saat asisten rumah tangga izin istirahat sakit, tak ada jalan lain nyonya rumah mesti turun dapur.

Jika nyonya rumah melakukan akrobat di dapur, maka kenyamanan dan kecepatan kerja sangat diperhitungkan. Masalahnya nyonya rumah selalu menargetkan dirinya hanya mau 1 jam di dapur. Enam puluh menit bukan waktu yang banyak untuk membuat ikan palsu.

Bahan disiapkan dengan teliti, kelapa sangrai beli jadi supaya tidak melelahkan. Semua perangkat khusus yang hanya nyonya rumah boleh pakai di keluarkan. Blender yang memiliki kecepatan melumatkan mempercepat proses, pisau jepang yang tajam dan lembut digenggaman tangan. Wajan keramik anti lengket untuk memudahkan menggoreng ikan sehingga tampilannya mulus dan menggiurkan.

Sret sret begitu celemek dipasang, dengan mahir pisau dimainkan, ikan dibersihkan dikeluarkan insangnya, disisik dan dipotong sesuai kebutuhan. Bagi Nyonya rumah dengan pengalaman kerja sudah teruji nyaris tak ada yang sulit untuk dilakukan di dapur.

Kemudian bagian terberatnya perlahan dengan sangat hati-hati daging ikan dikeluarkan, dimasak dengan asam garam supaya nikmat. Setelah matang dikeluarkan tulang-tulangnya dengan teliti. Nyonya rumah harus memakai kacamata untuk tahapan ini.

Bolu Kambu. Foto: Dokumen Pribadi


Daging ikan dicampur dengan kelapa parut yang sudah di sangrai, diberi bumbu dan dimasukkan dalam blender. ..ngggh suara halus blender mengerjakan tugas penggilingan.

Sekejap saja, Nyonya rumah hanya memerlukan waktu 10 menit untuk proses ini, adonan mulai diuleni untuk menghindari gagal diberi perekat putih telur. Dalam hitungan menit ke 50 ikan palsu sudah terhidang dengan rapi bersama nasi. Sepuluh menit terakhir Nyonya rumah gunakan untuk membersihkan dapur. Tepat 60 menit celemek sudah dapat digantung, pisau dapur kembali disarungkan.

Silakan makan, ikan palsu sudah dihidang, baunya wangi dan tampilannya menggiurkan. Dimakan dengan nasi putih yang mengepul.

Woe pagi yang menyenangkan masak sendiri untuk makan hanya berdua. Persis tuan dan nyonya di gedongan (jadi ingat syair lagu Bing Slamet). Masalah muncul ketika melihat hasilnya terlalu banyak untuk di makan berdua, Tidak apa-apa bisa dibagi ke Pos jaga keamanan.

Cerita istimewanya, hari ini daengku terlibat dalam kepalsuan karena tidak ada lauk lain jadi alternatif. Hehehe kepalsuan memang sesuatu yang harus dihindari dengan berbagai alasan namun kali ini menyantap ikan palsu bukan tindakan yang tidak etis dan melanggar prinsip-prinsip moral dasar.

Bukan perilaku tidak jujur, yang bisa membuat kehilangan kepercayaan orang lain. Tidak merusak hubungan atau merugikan diri mereka sendiri dalam jangka panjang. Tidak dapat merusak hubungan sosial, baik dalam lingkungan pribadi maupun profesional.

Tidak melanggar hukum dan memiliki konsekuensi hukum serius. Hehehe begitu ucapanku satu persatu mengalir mengganggu setiap suapan ikan palsu yang masuk ke mulut daengku.

Terkadang kehidupan kita mungkin bertemu dengan kepalsuan tetapi justru itulah yang membuat kita semakin menghargai keaslian. Dalam kepalsuan, kita dapat menemukan permata kejujuran yang bersinar terang. Jadi, biarkan keaslianmu bersinar dan biarkan ‘ikan palsu’ tetap menjadi cerita di baik sarapan pagi.

Salam literasi
Makassar, 29 oktober 2023




2 Comments

  1. November 1, 2023 at 3:39 am

    Chrirs Admojo

    Reply

    Aku suka bingit dengan paragraf terakhirnya “Terkadang kehidupan kita mungkin bertemu dengan kepalsuan, tetapi justru itulah yang membuat kita semakin menghargai keaslian. Dalam kepalsuan, kita dapat menemukan permata kejujuran yang bersinar terang. Jadi, biarkan keaslianmu bersinar dan biarkan ‘ikan palsu’ tetap menjadi cerita di balik sarapan pagi.”

    1. November 1, 2023 at 8:42 pm

      Telly D

      Reply

      Terima kasih Abah 🙏🏻🙏🏻👍

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree