Teknologi & Media Sosial, Tantangan Nilai Karakter Ki Hadjar Dewantara
Teknologi & Media Sosial, Tantangan Nilai Karakter Ki Hadjar Dewantara
Oleh Telly D
Teknologi memungkinkan kita untuk terhubung dengan cepat, tetapi pada saat yang sama, implikasi sosial dari penggunaan teknologi ini bisa menjadi paradoks dengan nilai-nilai karakter empati, kejujuran, dan kemandirian yang dijunjung tinggi.
Dalam Kopdar 2 RVL yang digelar pada tanggal 24-25 Juni di Yogyakarta, salah satu agenda adalah wisata literasi ke Tamansiswa. Di Pendopo Agung peserta menndapat informasi nilai-nilai Ki Hajar Dewantara dan diakhiri dengan mengunjungi museum dan makam Ki Hajar Dewantara.
Penerimaan Peserta Kopdar-2 RVL di Pendopo Agung oleh Majelis Luhur dan Majelis Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Ki Hadjar Dewantara, atau lebih dikenal sebagai Raden Mas Soewardi Soerjaningrat seorang pendidik, filantropis, dan tokoh nasional Indonesia yang berperan penting dalam perkembangan pendidikan di Indonesia.
Ia mendirikan Tamansiswa, sebuah lembaga pendidikan yang menerapkan pendekatan pendidikan berbasis nilai-nilai karakter.
Ki Hadjar Dewantara mengajarkan pentingnya kemandirian, empati, kejujuran, rasa nasionalisme, kerjasama, dan kreativitas dalam membentuk individu yang berintegritas dan berkontribusi positif bagi masyarakat.
Foto Bersama Founder RVL Much Khoiri dan Peserta Kopdar-2 RVL di pendopo Agung Tamansiswa
Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan kemunculan media sosial, pandangan nilai-nilai karakter yang diusung oleh Ki Hadjar Dewantara menghadapi tantangan baru.
Foto Peserta Kopdar-2 RVL di Depan Museum Ki Hadjar Dewantara Kirti Griya
Foto Founder RVL Much Khoiri dan Penulis di depan Makam Ki Hadjar Dewantara Taman Wijaya Brata Yogyakarta
Kehadiran teknologi dan media sosial telah mempengaruhi cara orang berinteraksi, berkomunikasi, dan memahami dunia di sekitar mereka.
Keterhubungan sosial dalam bentuk virtual melalui media sosial dapat menyebabkan kurangnya interaksi langsung dan empati antara individu.
Penggunaan media sosial yang berlebihan bisa mengganggu interaksi sosial secara langsung dengan keluarga dan teman-teman, mengurangi waktu yang seharusnya dihabiskan untuk membangun kedekatan emosional dan memahami perasaan orang lain.
Menurut survei dari Pew Research Center pada tahun 2021, 56% remaja di Amerika Serikat melaporkan bahwa mereka merasa kesepian atau terisolasi dari orang lain karena banyak menghabiskan waktu di media sosial. Selain itu, 71% remaja melaporkan bahwa mereka sering menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar.
Selain itu, penyebaran informasi palsu atau berita hoaks di media sosial juga menimbulkan dampak negatif terhadap nilai-nilai kejujuran dan integritas. Informasi yang tidak diverifikasi secara akurat dapat dengan mudah menyebar di media sosial dan mempengaruhi persepsi dan pandangan publik tentang berbagai isu.
Sebuah studi oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT) pada tahun 2018 menemukan bahwa berita palsu menyebar lebih cepat dan lebih luas daripada berita yang benar di platform media sosial. Bahkan, berita palsu cenderung lebih menarik perhatian dan mendapatkan lebih banyak interaksi dari pengguna media sosial.
Penelitian oleh Data & Society Research Institute menemukan bahwa media sosial dapat memperkuat pandangan ekstrem dan pemisahan kelompok dalam politik. Pengguna media sosial cenderung terpapar pada pandangan yang sama, dan hal ini bisa mengurangi rasa toleransi terhadap pandangan berbeda.
Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Mental: Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Psychological Science menemukan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan tidur, depresi, dan kecemasan pada remaja.
Efek buruk dari Cyberbullying: Cyberbullying atau perundungan daring telah menjadi masalah serius di era digital. Menurut National Center for Education Statistics, 20% siswa di Amerika Serikat mengalami cyberbullying pada tahun 2019.
Data dan fakta-fakta ini menggambarkan dampak yang signifikan dari teknologi dan media sosial terhadap nilai-nilai karakter, seperti empati, kemandirian, kejujuran, dan kepedulian terhadap sesama.
Penggunaan teknologi yang tidak bijaksana dapat menyebabkan isolasi sosial, pemisahan kelompok, dan menurunkan kemampuan berempati dan berkomunikasi secara langsung.
Dengan memahami fakta-fakta ini, kita dapat menyadari bahwa perlu adanya pendekatan yang lebih bijaksana dan kesadaran dalam menghadapi teknologi dan media sosial.
Teori “Social Presence” adalah teori yang menjelaskan sejauh mana media komunikasi (termasuk media sosial) dapat memfasilitasi atau membatasi kehadiran sosial dalam interaksi manusia.
Teori ini mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat kehadiran sosial dalam komunikasi, semakin lebih kuat ikatan sosial yang terbentuk antara pengguna.
Dalam konteks media sosial, interaksi cenderung bersifat virtual dan dapat mengurangi tingkat kehadiran sosial secara fisik. Sebagai akibatnya, interaksi sosial yang bersifat langsung dan mendalam, yang penting dalam membangun empati dan hubungan interpersonal, dapat terhambat.
Teori “Media Richness” menyatakan bahwa media komunikasi berbeda dalam tingkat kekayaan informasi yang disampaikannya. Media yang kaya informasi memiliki kemampuan untuk menyampaikan informasi yang kompleks, mendalam, dan kaya akan isyarat non-verbal, seperti bahasa tubuh dan intonasi suara. Dalam interaksi sosial langsung, kekayaan informasi ini memainkan peran penting dalam memahami emosi, niat, dan makna di balik pesan yang disampaikan.
Namun, di dalam media sosial, kekayaan informasi ini seringkali terbatas. Pesan-pesan yang disampaikan dalam bentuk tulisan atau gambar seringkali kurang mampu menggambarkan kompleksitas emosi atau niat yang ada.
Dengan demikian, media sosial mungkin kurang efektif dalam memfasilitasi empati dan pemahaman mendalam antara individu, karena informasi yang disampaikan lebih sering bersifat dangkal dan kurang lengkap.
Penerapan teori “Social Presence” dan “Media Richness” dalam konteks teknologi dan media sosial membantu menjelaskan mengapa penggunaan teknologi secara berlebihan dapat mengurangi interaksi sosial langsung dan empati antara individu.
Sebagai hasil dari penggunaan media sosial yang cenderung dangkal, interaksi antar pengguna mungkin menjadi lebih transaksional daripada bermakna, dan hal ini dapat berdampak negatif pada pembentukan nilai-nilai karakter seperti empati, kejujuran, dan kerjasama.
Fakta-fakta lapangan dan konflik yang terjadi menunjukkan kompleksitas dampak teknologi dan media sosial terhadap nilai-nilai karakter Ki Hadjar Dewantara.
Di satu sisi, teknologi dan media sosial memberikan kemudahan dan kecepatan dalam berkomunikasi serta berbagi informasi. Namun, di sisi lain, terdapat implikasi negatif yang harus dihadapi terkait dengan pemisahan digital, gangguan dalam interaksi sosial langsung, dan penyebaran informasi palsu.
Berdasarkan data mengenai isolasi sosial dan kecanduan teknologi, dapat dilihat bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan kurangnya interaksi sosial secara langsung. Dampak ini dapat mengancam nilai-nilai karakter seperti empati dan kepedulian terhadap sesama. Dengan banyak menghabiskan waktu di dunia maya, pengguna media sosial mungkin menjadi kurang peka terhadap emosi dan kebutuhan orang di sekitarnya, karena interaksi yang terjadi tidak mengandung isyarat non-verbal yang kaya akan emosi.
Selain itu, penyebaran berita palsu dan hoaks di media sosial menjadi ancaman serius terhadap nilai-nilai kejujuran dan integritas. Fakta bahwa berita palsu menyebar lebih cepat dan lebih luas daripada berita yang benar menunjukkan bahwa kekayaan informasi dalam media sosial terkadang tidak cukup efektif dalam menyaring dan memverifikasi kebenaran informasi. Penyebaran berita palsu ini dapat mempengaruhi persepsi publik tentang isu-isu sosial, politik, dan budaya, sehingga mempengaruhi pandangan dan sikap masyarakat.
Konflik lapangan yang muncul dalam dampak teknologi dan media sosial terhadap nilai-nilai karakter juga mencakup adanya polarisasi pandangan dan pemisahan kelompok dalam politik. Pengguna media sosial cenderung terpapar pada pandangan yang sama dengan kelompok mereka, dan hal ini dapat mengurangi rasa toleransi terhadap pandangan berbeda. Hal ini berpotensi mengancam nilai-nilai seperti keberagaman, toleransi, dan keterbukaan terhadap pemikiran yang berbeda.
Kompleks Makam Ki Hadjar Dewantara di Taman Wijaya Brata
Analisis ini menunjukkan bahwa terdapat konflik antara perkembangan teknologi dan nilai-nilai karakter yang dijunjung tinggi oleh Ki Hadjar Dewantara. Dampak teknologi dan media sosial dapat memperkuat nilai-nilai karakter dengan memfasilitasi koneksi sosial dan penyebaran pesan positif. Namun, sebaliknya, penggunaan teknologi yang tidak bijaksana dapat mengancam nilai-nilai tersebut dengan mengurangi interaksi sosial langsung dan menyebarkan informasi palsu.
Sebagai solusi, pendidikan karakter dan kesadaran etika digital menjadi krusial dalam menghadapi dampak teknologi dan media sosial ini.
Pendidikan karakter harus menjadi bagian dari kurikulum di sekolah, untuk memastikan generasi muda memahami dan menerapkan nilai-nilai seperti empati, kejujuran, dan kerjasama dalam dunia digital.
Selain itu, kesadaran akan pentingnya verifikasi informasi dan kritis dalam memilah informasi di media sosial harus diajarkan sejak dini.
Melalui pendidikan karakter dan kesadaran etika digital, generasi muda akan dapat menggunakan teknologi dan media sosial secara bijaksana dan bertanggung jawab, sehingga nilai-nilai karakter Ki Hadjar Dewantara dapat terus relevan dan terjaga dalam masyarakat modern.
Selain itu, melibatkan berbagai pihak seperti keluarga, sekolah, pemerintah, dan platform media sosial dalam menciptakan lingkungan yang mendukung nilai-nilai karakter juga menjadi bagian dari solusi yang holistik untuk mengatasi tantangan di era digital ini.
Kesimpulan dari diskusi ini adalah bahwa teknologi dan media sosial memiliki dampak yang kompleks terhadap nilai-nilai karakter yang dijunjung tinggi oleh Ki Hadjar Dewantara.
Di satu sisi, teknologi memperluas kesempatan untuk terhubung dengan cepat dan menyebarkan pesan positif. Namun, di sisi lain, penggunaan teknologi yang tidak bijaksana dapat mengancam nilai-nilai karakter seperti empati, kejujuran, dan kemandirian.
Salam Literasi
Yogyakarta, 25 Juni 2023
“Penulis adalah peserta Kopdar 2 RVL tahun 2023“
August 29, 2023 at 11:53 pm
Astuti
“Konflik lapangan yang muncul dalam dampak teknologi dan media sosial terhadap nilai-nilai karakter juga mencakup adanya polarisasi pandangan dan pemisahan kelompok dalam politik. Pengguna media sosial cenderung terpapar pada pandangan yang sama dengan kelompok mereka, dan hal ini dapat mengurangi rasa toleransi terhadap pandangan berbeda. Hal ini berpotensi mengancam nilai-nilai seperti keberagaman, toleransi, dan keterbukaan terhadap pemikiran yang berbeda.” Murid Terbaik Dulgemuk, kalau sudah menulis hasilnya Total, lengkap akurat terpercaya dan mencerahkan. Membuka wawasan pembaca . Ewako..