February 21, 2023 in Catatan Harianku, Uncategorized

Berbuat Baik Tidak Perlu Menunggu Jadi Kaya

Berbuat Baik Tidak Perlu Menunggu Jadi Kaya

Oleh Telly D

Barangsiapa yang berbuat kebaikan (sebesar biji dzarrah), niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang berbuat kejahatan (sebesar biji dzarrah), niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.

Pernahkah anda merasakan macet di jalan akibat ada pasar yang menggunakan pinggir jalan sebagai tempat transaksi jual beli? Siapa sangka di pasar kaget seperti itu punya cerita yang dapat diambil hikmahnya. Dunia ini Madrasah Kehidupan (Much Khoiri, 2020).

Dekat rumah ada pasar kaget yang menjual sayur, ikan, dan buah untuk kebutuhan memasak rumah tangga. Pasar yang sederhana namun cukup lengkap jika hanya untuk kebutuhan sehari-hari.

Awalnya pasar kaget yang hanya berlangsung pagi hari sampai pukul 08.00 WITA. Namun karena letaknya yang strategis, maka perlahan-lahan penjual mendirikan lapak darurat yang memungkinkan mereka berjualan sepanjang hari.

Sekalipun mereka mesti siap untuk menghadapi satpol PP yang sewaktu-waktu bisa melakukan razia, karena daerah itu bukan peruntukan pasar dalam tata kota.

Jualan hanya diletakkan di atas meja atau lapak-lapak darurat di pinggir jalan tepat di depan kampus UNM Fakultas Ilmu Pendidikan. Kemudian para penjual mengharap pembeli datang dari orang-orang yang melintas di jalan raya depan pasar itu.

Ramai transaksinya, khususnya pada jam-jam tertentu sering membuat kemacetan jalan terkhusus jika bulan Ramadhan dimana penjual juga memanfaatkan kondisi bulan Ramadhan dengan menjual buah atau bahan untuk berbuka puasa.

Onggokan Ikan yang dijual. Foto: Dokumen Pribadi


Pagi itu saya berdiri di depan lapak ikan membeli ikan. Ketika seorang wanita berusia muda menyetop motornya dan turun untuk menawar ikan seperti yang saya lakukan.

“Daeng, berapa harga ikan itu?”ujarnya memulai penawaran, sambil menunjuk onggokan ikan yang dimaksud.

“Ikan yang ini Rp 25.000 bisa ditawar, ikan-ikan segar belum kena es, ikan tangkapan tadi pagi,” promosi penjual ikan terhadap si pembeli.

“Saya tawar Rp15.000, mau?” kata si pembeli, tidak peduli dengan promosi yang dilakukan.

“Wah, jangan jika RP 15,000 saya tidak mendapat untung. Ikan itu saya beli dengan harga Rp 22.000. Saya hanya meminta Rp 3000 untuk saya pakai hidup dan bisa berjualan lagi besok. Jika tidak punya uang, jangan membeli ikan.” Gerutu penjual ikan, tidak mau ikannya ditawar di bawah harga.

Penjual Ikan di Pasar Kaget. Foto: Dokumen Pribadi


Si Penjual memperlihatkan bahasa tubuhnya bahwa dia enggan melayani orang yang tak punya uang.

Saya menoleh untuk melihat wajah wanita pembeli itu. Dia berada tepat di sebelah kiri saya. Berusia muda, kelihatan tidak sabar dengan hasil pembicaraan dengan penjual ikan itu.

Spontan dia berpindah ke sebelah kanan saya dan mulai menawar pada penjual ikan yang lain namun tetap dengan jenis ikan yang sama.

“Daeng, berapa harga ikannya?” katanya pelan menurunkan volume suara.

“Ikan yang ini Rp 25.000, ini juga Rp 25.000 semua Rp 25.000 satu onggok,” ucap penjual ikan.

“Bisa ditawar?” kata pembeli wanita muda itu.
“Bisa, silakan tawar supaya saya bisa dengar kemampuan belinya,” respons si penjual ikan.

“Saya tawar Rp 15.000,“ katanya bersemangat.
“Oh….. jika mau Rp 15.000, ini,“ kata penjual itu dengan melakukan gerakan cekatan membagi onggokan ikan dua bagian yang tidak sama.
“Ini yang harga Rp 15.000 dan ini yang harga Rp 10.000,” ujarnya menjelaskan sambil menunjuk ikan itu.
“Silakan mau ambil yang mana?”
“Terima kasih daeng, saya ambil yang Rp 10.000 saja. Tolong dimasukkan dalam plastik,“ ucapnya riang.

Cekatan sekali penjual itu memasukkan ikan onggokan kecil ke dalam kantong plastik dan sebelum menyerahkan ikan itu sang penjual masih menambah ikan teri basah (mairo) satu onggokan dengan ucapan.
“Karena kamu membeli yang harga Rp 10.000 maka ini saya tambahkan bonus ikan mairo, semoga kamu punya cadangan ikan untuk hidup 2 hari ke depan.”

Onggokan Ikan yang Dijual. Foto: Dokumen Pribadi


Saya yang berada di samping dan menyaksikan transaksi jual beli ikan itu tersentak.

Dua kondisi yang sangat berbeda terjadi. Penjual yang pertama sangat ngotot tidak mau ikannya ditawar namun si penjual kedua mau mengeluarkan solusi sehingga kebutuhan si pembeli terpenuhi.

Sederhana sekali hanya mau saling memahami. Kedua pihak merasa puas dan tak ada yang dirugikan

Ini tidak sekedar jual beli ikan, bisikku dalam hati, namun sudah masuk ke ranah menggetarkan kepedulian kemanusiaan.

Jika sudah begini, mereka tidak berbicara rasional lagi mereka sudah menggunakan hati, menggunakan rasa, sehingga jalaran rasa kepedulian itu ikut menggetarkan hati saya.
Saya menunggu transaksi itu selesai dan mendekati penjual ikan itu.

“Apa yang kamu lakukan tadi daeng?“ kataku meminta penjelasannya.

Dia menatapku pelan kemudian mengeluarkan senyum terbaiknya dan berbisik, “yang belanja itu mahasiswa keluar dari kampus yang di depan itu (UNM-Fakultas Ilmu Pendidikan).”
“Memang kenapa jika dia mahasiswa?“ kejarku penasaran.

“Sekarang kampus itu kosong bu, sehingga jika ada anak yang tidak pulang pasti dia sudah kesulitan uang. Cuma itu kebaikan yang dapat saya lakukan bu. Saya orang yang tidak mampu, hanya penjual ikan.”
“Semoga dengan apa yang saya lakukan, saya dapat memberi makna diri saya. Mampu menyemangati anak-anak bersekolah.”

Haru saya mengakhiri pembicaraan itu. Mata saya berkaca-kaca, betapa banyaknya orang-orang berhati mulia yang dimiliki negeri ini. Melakukan kebaikan dengan diam-diam saja.

Tentu seperti ini tidak tercatat dalam buku sejarah yang dipelajari di bangku sekolah namun saya yakin sekali tercatat di buku langit oleh para malaikat.

Ya Allah hari ini saya bercermin pada penjual ikan itu, tidak perlu menunggu kaya untuk mampu berbuat baik. Saya pulang ke rumah dengan mensyukuri kejadian ini. Saya bersenandung bahagia sekali. Penjual ikan itu telah menjadi guru kehidupan saya untuk selalu mau berbuat baik dalam kondisi apa pun.

Makassar, 2023




7 Comments

  1. March 25, 2024 at 1:44 pm

    Marlon Witry

    Reply

    Excellent write-up

  2. March 9, 2023 at 1:14 pm

    Fatma

    Reply

    Astagfirullah, semoga bisa bangkit lagi,, pengalaman yang sangat berharga, semoga ,sempat menikmati cotonya

  3. February 21, 2023 at 1:51 pm

    cahyati

    Reply

    Beramal disaat sempit itu luar biasa. Beramal pada kondisi melimpah itu biasa. Penjual ikan itu luar biasa bisa kita contoh.

  4. February 21, 2023 at 1:27 pm

    Astuti

    Reply

    Semoga saya bisa mengikuti pola pikir penjualikan yang cerdas

  5. February 21, 2023 at 1:01 pm

    Hajrah

    Reply

    Masya Allah. Sangat tersentuh. Terima kasih bu

  6. February 21, 2023 at 12:46 pm

    Much Khoiri

    Reply

    Catatan harian yang penuh hikmah. Bagus

  7. February 21, 2023 at 12:18 pm

    Milla Efendy

    Reply

    Tulisan yg luar biasa bunda Telly
    Terima kasih jadi ikut belajar dan pentingnya mensyukuri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree