August 9, 2022 in Jelajah Nusantara, Uncategorized

Nasi Boronan – Membuhul Silaturahim di Lamongan

Nasi Boranan
Membuhul Silaturahim di Lamongan
Oleh Telly D

“Jika punya keinginan, berdoalah dan tunggu bagaimana tangan Allah bekerja mewujudkan keinginan itu.’’

Seorang teman guru dari Lamongan dalam grup WA ‘’Rumah Literasi Menulis (RVL)’’ mengunggah foto keluarga yang sedang menikmati Nasi Boranan.

Sebenarnya tidak ada yang istimewa. Nasi merupakan makanan pokok yang dikonsumsi oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Saking menjadikan nasi sebagai makanan pokok, sebagian besar masyarakat Indonesia merasa “belum makan” jika sehari belum mengonsumsi nasi.

Indonesia yang memiliki banyak budaya dari ragam masyarakat sehingga tidak heran jika nasi pun banyak ragamnya. Di berbagai provinsi di Indonesia, nasi diolah menjadi berbagai macam sajian yang memiliki ciri khas unik dari masing-masing daerah.

Saya yang suka berwisata antar daerah sehingga suka menjajal berbagai jenis makanan. Selalu berburu kuliner (foodies) saat mengunjungi suatu daerah atau negara entah itu makan di restoran, warung, atau pedagang kaki lima.

Referensi saya tentang hidangan nasi cukup beragam. Saya sudah menikmati beberapa ragam hidangan nasi sehingga tahu keunikannya.

Mulai dari nasi Padang Sumatera Barat yang terkenal seantero dunia, Nasi Uduk Betawi, Nasi Liwet Solo Surakarta, Nasi Timbel Sunda, Nasi Tutug Oncom Tasikmalaya, Nasi Jamblang Cirebon, Nasi Subut di Tanah Tidung Kalimantan Utara, Nasi Grombyang di Pemalang Jawa Tengah, Nasi Gudeg di Yogyakarta, Nasi Pecel, Nasi Empong/Nasi Jagung, Nasi Krawu di Jawa Timur, Nasi Bakar di Balikpapan, Nasi Jaha di Menado, Nasi Bambu atau Lemang sampai nasi Kolo di Nusa Tenggara Timur.

Namun Nasi Boranan saya belum pernah mendengar namanya apalagi menikmatinya sehingga saya perlu melakukan percakapan pribadi untuk mengetahuinya.

“Ini Nasi Boranan bunda, khas Lamongan,’’ teman memberi penjelasan lebih detail. Tidak ada di mana-mana sehingga harus datang ke Lamongan jika ingin menikmati lezatnya,’’ ujarnya memberi tambahan energi promosi.

‘’Oke jika saya ke Surabaya, saya akan membuat agenda datang ke Lamongan,’’ serta merta saja saya mengikat janji. Seperti apa nasi yang tidak ada di mana-mana itu.

‘’Janji ya’’ tanyanya untuk memastikan.
‘’Iya janji, apa susahnya saya hanya berdoa kepada Allah supaya diberi kesempatan.’’ Itulah pesan pendek saya di WA mengakhiri pembicaraan kami.

Setelahnya, saya benar-benar berdoa (apa susahnya?). Memohon agar diberi kesempatan datang ke Lamongan. Hanya bisikan doa saja tentu bukan untuk sepincuk Nasi Boranan, namun untuk bersilaturahim. Rasanya itu jauh lebih menarik untuk dijadikan doa yang dikirim ke Arsy.

Saya tidak menyangka tangan Allah bekerja demikian cepat mengabulkan doa silaturahim. Tidak perlu menunggu lama, hanya berselang beberapa minggu, saya sudah punya agenda perjalanan keluarga ke Surabaya.

Saya juga masih sementara menyelesaikan urusan keluarga dan bersilaturahim di Gresik. Allah sudah memberi isyarat dengan caranya bahwa saya harus meneruskan silaturahim itu ke Lamongan.

Silaturahim dengan keluarga Cak Nin. Foto Dokumen Pribadi

Doa saya benar-benar terkabul, saya dapat bersilaturahim ke teman saya di Lamongan. Saya tidak pernah menyangka bahwa akhirnya saya duduk lesehan di terase depan rumah teman bersama keluarga kami sambil menikmati Nasi Boranan.

Maha besar Allah, Laa hawla wala kuwwata illah billah. Jika Allah sudah berkehendak tidak ada satupun kekuatan di atas bumi yang mampu menahannya.

Duduk lesehan menikmati nasi boranan di terase. Foto Dokumen Pribadi

Saya jadi penasaran ingin mengetahui Nasi Boranan itu. Keunikan hidangan nasi selalu tergantung pada cara menghidangkannya, cara memasak nasinya, dan jenis lauk pendampingnya.

Menarik penampilan Nasi Boranan itu ketika dihidangkan, hygiene dibungkus dalam daun pisang dengan cara khas (dipincuk). Ketika dibuka pembungkusnya, di dalamnya ada sebongkah nasi yang pulen hangat dengan takaran cukup untuk mengeyangkan perut. Ada sedikit bumbu terbuat dari rempah-rempah yang ditambahkan dengan cabai dan kelapa parut yang dihaluskan dan sejumput sayur urapan, rempeyek, empuk (tepung yang digoreng).

Ada pelengkap lain yang melengkapi Nasi Boranan, yaitu tahu, udang, pletuk (kacang dan remah nasi aking), dan yang menjadi ciri khasnya yaitu ikan silik yang dimasak gulai.

Nasi putih dengan kombinasi gulai merah dari ikan silik dan udang, benar-benar menggugah selera makan. Lezatnya sudah terasa dikirim keotak sebelum lidah mengecapnya.

Nasi Boranan Lamongan. Foto. Dokumen Pribadi

Kata Boranan ternyata berasal dari nama tempat nasi (terbuat dari anyaman bambu). Pada masa lalu, boranan digunakan oleh perempuan untuk mengirim bekal ke sawah atau untuk membawa barang.

Nasi Boranan muncul sekitar tahun 1945 hingga 1950-an. Saat itu Nasi Boranan hanya dibuat untuk upacara desa atau hajatan. Kemudian Nasi Boranan berkembang dan dijajakan secara turun temurun.

Dalam perkembangannya, Nasi Boranan dijual dengan cara, para penjual berjalan kaki menjajakan nasi dan lauk pauk serta peralatan dagangan yang digendong. Mereka berjualan antar desa dan berhenti di teras-teras rumah warga.

Sekitar tahun 1980-an sejak adanya kompleks-kompleks perumahan dibangun, penjual Nasi Baronan mulai mangkal di satu tempat dengan berjajar, dengan alasan menghemat tenaga karena usia para penjaja yang sudah mulai berumur.

Hal unik berikutnya, penjual Nasi Boranan adalah anak dari penjual Nasi Boranan sebelumnya. Bahkan tradisi berjualan Nasi Boranan berlangsung hingga generasi ketiga sampai keempat.

Sebagian besar penjual adalah warga Dusun Kaotan atau Dusun Sawu yang letaknya dekat dengan perumahan tersebut. Dua dusun tersebut masuk kawasan Desa Sumberejo, Kecamatan/Kabupaten Lamongan.

Disebutkan mayoritas penduduk desa ini tidak berkarakter perantau seperti orang Lamongan pada umumnya yang berjualan soto maupun tahu campur di kota-kota besar, baik di Jawa atau pun luar Jawa. Hal inilah yang membuat Nasi Baronan hanya ditemukan di Lamongan dengan jumlah penjualnya yang terus bertambah.

Setelah menikmati Nasi Boranan, saya jadi tahu bahwa pembeda nasi ini dengan hidangan nasi yang lain adalah adanya tambahan empuk, pletuk, dan ikan sili.

Empuk terbuat dari tepung terigu yang dibumbui lalu digoreng. Sedangkan pletuk adalah nasi yang dikeringkan atau kacang yang dibumbui lalu digoreng.

Nama pletuk diambil dari bunyi saat makanan itu dikunyah. Ikan sili adalah salah satu lauk musiman yang harganya cukup mahal dan hanya ada di Lamongan.

Ikan sili sesungguhnya adalah ikan hias dan harganya lebih mahal dibandingkan daging ayam. Bentuknya panjang seperti belut dan durinya hanya ada di bagian tengah.
Selain itu juga ditambahkan urapan sayur segar yang diberi urapan parutan kelapa plus sambal, kemudian dilumuri dengan bumbu kuah khas yang memberikan rasa pedas.

Bahan bumbu kuah adalah lengkuas, jahe, terasi, jeruk purut, cabe rawit yang direbus, beras mentah yang direndam sebagai pengental, parutan kelapa, bawang merah, bawang putih, merica, gula, serta garam.

Sementara sambal urapan sayur dibuat dari bahan: bawang merah, bawang putih, garam, cabe merah, penyedap rasa, dan parutan kelapa.

Menurut ceitanya memasaknya dilakukan secara unik, bukan dikukus melainkan dibiarkan mentah. Namun sambal urapan sayur dipanaskan dengan kreweng, semacam tanah liat bentuk persegi dan dibakar sehingga menghasilkan asap, dan itu justru menimbulkan aroma yang cukup sedap.

Sambil menikmati Nasi Boranan, kami bersilaturahim dan saling berkenalan lebih dekat. Suara tawa dan canda kami silih berganti.

Sebenarnya itu pertemuan kami yang pertama, selebihnya hanya berkomunikasi dalam grup WA. Hari ini kami memperkaya wawasan dengan kekayaan nusantara dan kekayaan persaudaraan.

Sepincuk Nasi Boranan yang saya nikmati mengirim pesan tentang kesabaran, semangat, dan ketangguhan para perempuan penjaja Nasi Boranan di Kabupaten Lamongan dalam menghadapi tekanan ekonomi menghidupi keluarga dan ketatnya persaingan.

Nasi Boranan mampu bertahan dan menjadi identitas diri masyarakat Kabupaten Lamongan berkat tangan para pengawal budaya ini. Menikmatinya, memberi semangat kepada para wanita penjaja Nasi Boranan untuk tetap tangguh bertahan yang juga sekaligus menjaga kelestarian keragaman hidangan nasi nusantara.

Makassar, 30 juli 2022
Terima kasih Cak Nin atas budi baiknya.




One Comment

  1. August 9, 2022 at 12:55 pm

    Mukminin

    Reply

    Alhamdulilah terima kasih bunda atas “Artikel Nasi Borannya”, kapan kita menikmati lagi bersama Abah Khoiri dan teman RVL langsung di tempat jualan Nasi Buran di samping gedung-gedung di pinggir troyira: Pemda Lamongan, pertikaian LA, depan Stasiun Lamogan .

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree