Di Bawah Purnama, Ramayana Menari

Di Bawah Purnama, Ramayana Menari
Oleh: Telly D.
Langit Yogyakarta malam itu menjadi panggung langit yang turut bersolek, bulan menggantung penuh, bundar sempurna, seolah ingin turut menyaksikan kisah cinta yang tak lapuk oleh zaman. Aku duduk berdampingan dengan anakku, di antara desir angin dan desir gamelan yang mengalun pelan, menunggu tabir malam membuka kisah yang telah kutonton sembilan kali sebelumnya. Malam ini adalah penayangan kesepuluh yang berhasil kutonton dalam hidupku. Dan anehnya, aku tak pernah merasa jenuh.
Seperti membaca puisi yang sama dalam keadaan hati yang berbeda, Sendratari Ramayana di Prambanan selalu memberi makna baru, luka baru, dan harapan yang diperbarui. Setiap gerak penari adalah aksara hidup, setiap hentak kaki adalah tanda baca, dan setiap sorot mata mereka adalah bait-bait tak terucap. Tidak ada dialog, tapi jiwa penonton justru diajak berbicara oleh sesuatu yang lebih halus daripada kata, simfoni gerak, cahaya, dan getaran batin.
Seperti purnama yang selalu indah meski datang berkali-kali, pertunjukan ini tak pernah kehilangan pesonanya. Ia bukan hanya tontonan, tapi ritual batin, ziarah rasa, tempat aku menambatkan rindu pada keindahan yang tak dikejar oleh waktu.
Puncak pertunjukan adalah ketika Hanoman si kera putih sakti mengamuk dan membakar negeri Alengka. Api sungguhan menyala, menari liar di atas panggung, disusul ledakan kembang api yang menghujani langit malam. Itu bukan sekadar efek visual. Itu adalah ledakan emosi, pengingat akan kobaran keberanian, ketika kebaikan melawan kelicikan, ketika seekor kera menjadi utusan cinta dan pengorbanan.

Uji Kesaktian Laksmana dan Rahwana. Foto: Dokumen Pribadi
Aku dan anakku yang duduk bersebelahan takjub, kagum, dan saling memekik hebat saat api menyala tinggi. Bertepuk tangan saat kembang api menghujani kami, aku merasakan sesuatu yang lebih besar dari sekadar hiburan. Warisan jiwa. Aku tak sedang mengajaknya menonton, aku sedang menurunkannya sebuah kenangan yang akan abadi lebih lama daripada usiaku.

Negeri Alengka Dibakar Oleh Hanoman. Foto: Dokumen Pribadi
Lalu datanglah adegan yang lebih menyayat: Sinta dibakar di tengah panggung, tubuhnya berdiri tegar dalam lingkar api, dikelilingi sorot cahaya merah dan kepulan asap. Ia diam, tapi matanya berbicara. Itu bukan nyala api biasa. Itu adalah nyala kepercayaan. Ujian cinta yang tak bisa dijawab dengan kata-kata. Di titik itu, aku tak hanya melihat kisah Sinta, aku melihat banyak perempuan yang diuji kesetiaannya dalam dunia yang sering tak adil. Aku melihat nyala kesucian yang bahkan api pun tak sanggup menghanguskan.

Sinta Dibakar di Tengah Panggung. Foto: Dokumen Pribadi
Malam terus berputar, seperti kisah Ramayana yang abadi. Ketika tirai ditutup, penonton berdiri memberi tepuk tangan. Tapi di dalam diriku, ada suara lain yang bertepuk lebih dalam suara jiwa yang kembali diingatkan akan arti keindahan dan keberanian.

Menikmati Sendratari Ramayana. Foto: Dokumen Pribadi
Mengapa aku menonton lagi dan lagi?
Karena setiap pertunjukan ini adalah cermin dari perjalanan hidupku sendiri. Dalam Rama, aku melihat harapan. Dalam Sinta, kesabaran. Dalam Hanoman, pengabdian. Dan dalam Rahwana, kesombongan yang sering muncul diam-diam dalam hati. Pertunjukan ini tidak berubah, tapi akulah yang berubah, dan karena itulah maknanya selalu baru.

Para Penari dan Pendukung Sendratari Ramayana Berdiri Menerima Aplaus dari Penonton Pada Akhir Sendratari Ramayana . Foto: Dokumen Pribadi
Aku akan terus menonton selama tubuh ini sanggup duduk dan mata ini bisa menatap panggung. Karena seperti pohon tua yang terus kembali ke mata air, jiwaku selalu ingin kembali ke panggung Prambanan, menyaksikan legenda yang hidup di bawah cahaya bulan.
Dan barangkali kelak, saat aku tak lagi bisa datang, anakku akan datang sendiri. Duduk di bangku yang sama, di bawah langit yang sama, merasakan kehangatan yang dulu pernah kurasakan. Dan saat api membakar Alengka sekali lagi, ia akan tahu: ibunya pernah duduk di sana, sepuluh kali, dan tetap jatuh cinta untuk yang kesebelas.
Yogyakarta, Juni 2025
July 9, 2025 at 3:28 pm
Ruth2598
Join our affiliate family and watch your profits soar—sign up today! https://shorturl.fm/4gfZY