Refleksi Kehidupan di Tanah Sorong

Refleksi Kehidupan di Tanah Sorong
Oleh: Telly D.
Tahun lalu (Januari 2024), saya memulai sebuah perjalanan ke industri pengiriman udang beku di Sorong. Saya bahkan menginap di Industri itu sampai 2 bulan. Di tengah hiruk-pikuk memulihkan kesehatan suami yang menguras waktu dan energi, saya menemukan sebuah selingan yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Lingkungan industri dengan tanahnya yang subur dan udaranya yang segar, menggerakkan saya untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar memulihkan kesehatan suami saya. Di sana, saya memutuskan untuk menanam beberapa pohon matoa dan jenis tanaman lain, termasuk sereh, yang rimpangnya saya dapatkan dengan sederhana hanya meminta sekedarnya di depan sebuah restoran.
Keputusan ini bermula sebagai upaya untuk mengisi waktu luang dan melepas tekanan kejenuhan. Dengan lahan luas yang terbentang di depan mata, rasanya sayang jika hanya dibiarkan begitu saja. Saya menanam dengan tangan sendiri, menancapkan rimpang sereh ke tanah tanpa banyak harapan. โBiarlah alam yang mengasuhnya,โ pikir saya waktu itu. Namun, siapa sangka, apa yang saya lakukan dengan sederhana ternyata menjadi sebuah pelajaran besar dalam kehidupan saya.
Tahun ini (Januari 2025) saya kembali ke tempat yang sama. Begitu saya menjejakkan kaki di lingkungan industri, pemandangan yang menyambut membuat saya tercengang. Pohon-pohon matoa yang dulu hanya setinggi lutut kini menjulang seperti raksasa yang melindungi tanah. Bahkan sereh yang dulu saya tanam tanpa banyak harapan telah berubah menjadi belantara sereh batang-batangnya tumbuh subur, menguasai tanah seolah-olah mereka memiliki tekad hidup yang tak tertandingi. Padahal, sepeninggal saya, tak ada yang merawatnya. Alam Sorong yang kaya mineral benar-benar menjadi ibu asuh yang sempurna.

Pohon Matoa Mulai Menjulang Tinggi. Foto: Dokumen Pribadi
Pengalaman ini mengingatkan saya pada firman Allah dalam Surah Al-Asr: โDemi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.โ
Waktu adalah anugerah yang tak bisa kembali. Ketika kita mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat, bahkan sesuatu yang tampaknya kecil seperti menanam sereh, dampaknya bisa melampaui ekspektasi.
Tanaman yang saya tanam setahun lalu kini memberikan manfaat tidak hanya bagi tanah tempat mereka tumbuh, tetapi juga bagi jiwa saya yang kembali diingatkan tentang makna sabar, usaha, dan menyerahkan hasil kepada Allah.

Belantara Sereh. Foto: Dokumen Pribadi
Rasulullah SAW juga pernah bersabda, โJika kiamat terjadi sementara di tangan salah seorang dari kalian ada benih kurma, maka tanamlah.โ Hadis ini menyiratkan pesan mendalam tentang pentingnya menanam sebagai bagian dari amal jariah. Menanam adalah bentuk kontribusi kita kepada kehidupan, sebuah perwujudan nyata dari keimanan dan harapan. Meski kita mungkin tak sempat memetik hasilnya, tanaman itu akan tetap memberi manfaat bagi makhluk lain. Begitu pula, pohon matoa, avokat, pisang , sisak, durian, rambutan, buah merah dan belantara sereh lingkungan industri di Sorong ini. Saya tentu tak selalu di sana untuk menikmati buah termasuk teduhnya, tetapi alam dan makhluk lain bisa merasakannya.

Pohon Matoa Ketika Ditanam Setahun yang Lalu. Foto: Dokumen Pribadi
Sorong dengan kekayaan tanahnya adalah pengingat bahwa dunia ini penuh dengan peluang. Tanah yang terbentang luas menunggu sentuhan tangan-tangan yang mau bekerja. Seperti lahan kosong di Sorong yang dulu tak terurus, ia hanya perlu niat dan sedikit usaha untuk berubah menjadi sumber kehidupan.
Apa yang terjadi pada tanaman saya adalah bukti bahwa tanah ini tidak pernah pelit. Ia menyimpan nutrisi, mineral, dan kehidupan yang siap menyambut siapa saja yang bersedia memberi sedikit perhatian.
Melalui pengalaman ini, saya juga belajar tentang makna sejati dari amal jariah. Menanam bukan sekadar aktivitas fisik; ia adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya memberikan manfaat duniawi, tetapi juga pahala yang terus mengalir di akhirat. Setiap pohon yang tumbuh, setiap helai daun yang muncul, adalah saksi atas kebaikan yang kita tinggalkan. Bayangkan, pohon yang saya tanam dapat menjadi tempat berteduh, habitat bagi burung, atau bahkan menghasilkan buah yang bermanfaat bagi banyak orang.
Lahan kosong yang menunggu untuk ditanami mengajarkan kita tentang potensi yang belum tergali. Potensi ini tidak hanya ada di tanah, tetapi juga dalam diri kita. Dalam hidup, seringkali kita memiliki kesempatan yang luas, tetapi memilih untuk mengabaikannya karena alasan-alasan sederhana: malas, takut gagal, atau merasa tidak cukup mampu. Padahal, seperti tanah di Sorong yang kaya nutrisi, diri kita pun memiliki โmineralโ yang bisa membuat segala sesuatu tumbuh jika kita mau mencoba.
Melihat pohon-pohon matoa yang menjulang dan belantara sereh yang rimbun, saya tersadar bahwa hidup ini adalah tentang memanfaatkan apa yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. Waktu adalah salah satu anugerah terbesar yang seringkali kita sia-siakan. Ketika kita memilih memanfaatkan waktu untuk sesuatu yang bermakna.
Maka, mari kita jadikan hidup ini ladang amal. Tanamlah sesuatu, apa pun itu. Bukan hanya pohon di tanah, tetapi juga nilai-nilai kebaikan di hati manusia. Ketika kita memanfaatkan waktu untuk menanam kebaikan, hasilnya akan berlipat ganda seperti belantara sereh yang tumbuh di Sorong. Allah telah menyediakan segala yang kita butuhkan; tinggal bagaimana kita mau menggunakan apa yang telah diberikan-Nya.

Pohon Avokat. Foto: Dokumen Pribadi
Akhirnya, pengalaman saya di Sorong adalah refleksi tentang bagaimana alam, waktu, dan usaha saling bersinergi. Tanaman yang tumbuh subur di sana adalah bukti nyata bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Setiap helai daun, setiap butir tanah, memiliki peran dalam ekosistem kehidupan. Kita hanya perlu mengambil bagian, mengisi waktu dengan bermanfaat, dan menyerahkan hasilnya kepada Sang Pencipta. Karena sejatinya, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Asr, hanya dengan iman, amal kebajikan, dan kesabaran, kita bisa terhindar dari kerugian.
Sorong, 28 Januari 2025
January 29, 2025 at 1:52 am
Abdullah Makhrus
Wah..senangnya. Matoa dan sereh yang tumbuh dengan baik menunjukkan begitu suburnya tanah negeriku. Mantap Bunda Telly. Semoga menjadi jariah untuk setiap buah dan tanaman yang dimanfaatkan oleh makhluk di bumi pertiwi. aamiin.
January 29, 2025 at 2:25 am
Telly D
Terima kasih ๐๐ป๐๐ป๐