PASAL YANG DITINGGALKAN

Pentigraf
PASAL YANG DITINGGALKAN
Oleh: Telly D.
Di ruang gelap kantor penyidik, suara mesin pendingin berdengung pelan seperti napas kecewa yang tak sempat diucapkan. Seorang penyidik senior duduk menatap berkas setebal kitab suci, tapi isinya hanya fotokopi ijazah, skripsi , foto alumni, daftar kelulusan, daftar KKN, kuitansi pembayaran, dan tangkapan layar transaksi. Tangannya tak gemetar, tapi hatinya yang retak. “Mereka mencetak gelar seperti brosur promo minimarket,” gumamnya lirih. “Tapi nyawa hukum tak bisa dicetak ulang.”
Ia pernah menangani pembunuhan, korupsi besar, bahkan persekongkolan politik. Tapi kali ini, hatinya terasa lebih sesak. Karena pemalsuan ijazah bukan sekadar kebohongan dokumen. Ia adalah perusakan sistem kepercayaan. Selembar ijazah palsu bisa menanamkan orang bodoh di posisi penting, memutus rantai keadilan, dan membunuh harapan orang jujur tanpa darah. Namun saat ia membawa berkas itu naik ke atas, ke tangan pimpinan, ia hanya dijawab dengan senyum dingin: “Nanti saja, tunggu angin berubah.”
Malam itu ia menulis di notulen pribadinya: “Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, maka palu sidang bukan lagi lambang keadilan, melainkan alat penakluk suara-suara sunyi.” Dan sejak hari itu, ia mulai menyimpan rasa curiga pada semua gelar yang dicetak rapi, sebab hukum tak bisa hidup dari tinta palsu, tapi dari keberanian menegakkan yang benar meski sendirian.
Makassar, Juli 2025
Leave a Reply