TANAH DAN GELAR YANG TAK TUMBUH

Pentigraf
TANAH DAN GELAR YANG TAK TUMBUH
Oleh: Telly D.
Pak Samin duduk di pematang sawah, menatap hamparan padi yang mulai menguning. Tangan tuanya penuh kapalan, kakinya berlumur lumpur, tapi wajahnya tenang seperti embun pagi. Ia tak pernah sekolah tinggi, hanya tahu mengeja huruf dari kalender dinding. Tapi ia tahu satu hal pasti: sesuatu yang tumbuh dari keringat tak akan pernah menipu. Maka ketika ia mendengar kabar tentang ijazah palsu dibeli seperti pupuk oplosan di pasar gelap dadanya terasa sesak. Sebagai anak negeri, ia malu atas nama bangsa yang membiarkan kebohongan tumbuh subur.
Ia teringat anak bungsunya yang gagal ikut ujian masuk perguruan tinggi karena tak cukup biaya bimbel dan transportasi. Anak itu kini ikut membantu di ladang, menanam harapan dari benih yang nyata. Sementara di televisi, wajah orang-orang dengan gelar palsu tampil percaya diri, membacakan pidato, memimpin rapat, membuat aturan untuk rakyat yang seumur hidupnya tak pernah main curang. Pak Samin menghela napas, seperti meniup debu dari batok kepala yang lama menyimpan kecewa.
Sambil menanam bibit terakhir hari itu, ia berkata lirih pada tanah: “Tanah ini jujur, ia hanya menumbuhkan yang ditanam. Tapi negeri ini? Menumbuhkan gelar dari kebohongan, lalu memanen kehancuran dengan bangga.”
Makassar, Juli 2025
Leave a Reply