KAPUR, PAPAN DAN KERTAS KOSONG

Pentigraf
KAPUR, PAPAN DAN KERTAS KOSONG
Oleh: Telly D.
Di kelas yang dindingnya mengelupas dan kipas anginnya berdecit pelan, Bu Lestari menulis kata “Kejujuran” di papan tulis dengan kapur yang tinggal separuh. Ia seorang guru SMP di kampung kecil, yang sejak dulu percaya bahwa ilmu adalah cahaya, dan tugasnya adalah menyalakan lentera-lentera kecil di dada anak-anak. Tapi pagi itu, tangannya terasa berat. Ia baru saja membaca berita tentang pejabat dengan ijazah palsu yang tetap menjabat, tetap disanjung, dan tetap kebal.
Ia memandang murid-muridnya yang polos, yang belajar mengeja, menghitung, dan menghafal lambang negara. Ia ingat anak-anak yang menangis karena tak lulus ujian, yang belajar di bawah pelita karena tak punya listrik, yang berjalan kaki sejauh lima kilometer demi satu nilai. Dan kini ia harus menerima kenyataan bahwa ada orang-orang yang tak pernah duduk di bangku sekolah, tapi bisa punya ijazah, punya jabatan, dan punya kuasa. Rasa pilu itu seperti debu kapur yang menempel di paru-parunya tak terlihat, tapi menyesakkan.
Setelah mengajar, ia duduk sendiri di ruang guru yang sunyi, dan menulis di buku catatannya: “Jika anak-anak tumbuh besar melihat pemalsuan sebagai jalan pintas, lalu apa arti semua pengorbanan kami yang mengajar dengan jujur? Mungkin nanti, papan tulis pun ikut bohong.”
Makassar, Juli 2025
Leave a Reply