MIMBAR DAN LEMBAR YANG TERKUTUK

Pentigraf
MIMBAR DAN LEMBAR YANG TERKUTUK
Oleh: Telly D.
Di sebuah masjid tua yang dindingnya mulai terkelupas, seorang pemuka agama berdiri di mimbar saat khutbah Jumat. Suaranya pelan tapi mengguncang hati, seperti hembusan angin yang tahu cara menampar dada. Ia tidak menyebut nama, tidak menyindir terang, tapi setiap kalimatnya adalah anak panah yang dilepaskan dari busur kebenaran. “Di zaman ini,” katanya, “ada yang memalsukan ijazah, dan mengira Allah bisa dibohongi seperti biro jasa di Jalan Pramuka.”
Jamaah terdiam, sebagian menunduk karena ikut merasa malu. Ia melanjutkan dengan nada yang lebih dalam, “Jika kita berbangga dengan gelar yang dibeli tanpa ilmu, sama saja seperti memakai jubah nabi padahal hatinya firaun. Ijazah palsu itu bukan sekadar dosa administrasi, tapi dusta intelektual yang menipu masyarakat, merusak keadilan, dan mencemari amanah.”
Sebelum mengakhiri khutbah, ia menggenggam mikrofon dengan tegas, lalu berkata, “Kelak di akhirat, Allah tidak akan bertanya gelar apa yang kau sandang, tapi dari mana ia kau peroleh dan apa yang kau perbuat dengannya. Karena ijazah bisa kau cetak, tapi pertanggungjawaban tidak bisa kau tipu.” Dan saat adzan dikumandangkan, terasa langit ikut merunduk, malu pada manusia yang menggantungkan kehormatan pada kertas, bukan pada amanah.
Makassar, Juli 2025
Leave a Reply