KETIKA SEMUA IKUT DIAM

Pentigraf
KETIKA SEMUA IKUT DIAM
Oleh: Telly D.
Aku relawan medis di tenda haji sektor D. Sudah lima hari aku berjaga, lelah bercampur lapar, tapi kupikir masih kuat menolong siapa pun. Sore itu, saat angin gurun membawa debu ke ujung tenda, seorang jemaah lansia tersungkur di lorong. Tubuhnya gemetar, bibirnya biru, wajahnya seperti kain putih yang diperas matahari.
Sepuluh orang melihat. Sebagian memalingkan wajah, sebagian sibuk ada yang membereskan sandal, dan sisanya hanya memejamkan mata seolah sedang khusyuk berdoa. Petugas jaga lewat tanpa jeda. Tak ada satu pun yang bergerak. Hanya gumaman lirih menanyakan apa masih ada yang mau dibantu? tapi bahkan itu pun tak bersambut. Suaranya kalah oleh rasa takut menjadi sorotan, jatuh gengsi dan diam.
Aku berdiri paling dekat. Tapi kakiku juga terpaku. Tanganku tak kunjung terulur. Dalam lima detik yang terasa selamanya, seseorang lain berlari dari ujung tenda bukan tenaga medis, bukan panitia, seorang jemaah muda dari Afrika, yang datang dan langsung memeluk lelaki itu. Aku terpaku, malu. Hari itu, aku belajar, diam bisa membuatku terlihat suci, tapi tak akan pernah membuatku menjadi manusia.
Makassar, Mei 2025
Leave a Reply