LARI DARI BATAS

Pentigraf
13
LARI DARI BATAS
Oleh: Telly D.
Tiwi suka berlari sejak kecil, menyusuri pematang sawah, melompati parit kecil, dan berlomba dengan angin sore. Tapi ketika ia menyatakan ingin jadi atlet lari, orang-orang tertawa. Perempuan itu nanti capek, kakinya kasar, siapa yang mau, seolah kecepatan adalah milik laki-laki saja. Tapi Tiwi tetap berlatih, setiap subuh di lapangan sekolah, walau hanya beralas sepatu bekas kakaknya.
Ia mulai ikut lomba antar desa, lalu antar kabupaten. Di satu pertandingan, ia nyaris menang tapi dijatuhkan lawan. Ia bangkit dengan lutut berdarah, dan tetap menyentuh garis akhir. Kamera televisi merekam wajahnya, bukan karena juara, tapi karena tekad yang tak bisa dihalangi luka. Sejak itu, namanya dikenal. Ia diundang ke pelatnas, dan menjadi inspirasi bagi banyak gadis di kampungnya yang dulu tak pernah berani keluar rumah saat matahari tinggi.
Ketika seorang wartawan bertanya apa yang paling ia banggakan dalam kariernya, Tiwi tersenyum dan berkata pelan.”Aku bukan berlari untuk jadi juara aku berlari agar perempuan lain tahu bahwa kita punya kaki untuk melangkah sejauh mimpi.” Dan untuk pertama kalinya, Tiwi merasa tubuhnya bukan hanya kuat, tapi juga berarti.
Makassar, 21 April 2025
Leave a Reply