NEGERI DI ATAS MINYAK

Pentigraf
NEGERI DI ATAS MINYAK
Oleh: Telly D.
Di negeri yang tanahnya kaya akan minyak, hiduplah rakyat yang setiap harinya harus berpikir dua kali sebelum mengisi tangki kendaraan mereka. Harga bensin melonjak seperti layang-layang putus, naik tanpa kendali dan hanya bisa ditangisi. Sementara di negeri tetangga, harga bahan bakar lebih murah, seperti air yang mengalir di sungai tanpa hambatan. Rakyat pun mulai bertanya-tanya, bagaimana mungkin tanah Gemah ripah loh Jinawi yang melimpah minyak justru menjadi tempat orang-orang merintih karena mahalnya harga?
Konflik pun memuncak ketika angka-angka mulai berbicara. Malaysia menjual pertamas Rp 7.800/liter untung 280 triliun, sementara negerinya menjual pertamax Rp 12.500/liter rugi 968,3 triliun seharusnya lebih kaya, malah tekor hampir 1 kuadriliun. Rakyat mengelus dada, sementara para pejabat mengelus perut yang semakin maju ke depan. Permintaan maaf atas kesalahan hitungan angka seolah kesalahan hampir 1 kuadriliun hanyalah selisih kembalian di warung kopi. Tetapi rakyat tahu, ini bukan soal hitungan yang keliru, melainkan kantong yang terlalu besar menampung sesuatu yang bukan haknya.
Di sebuah warung kopi, seorang bapak tua tertawa getir sambil menyeruput kopinya yang mulai dingin. “merasa lucu hidup di negeri yang kaya minyak, tapi bensinnya mahal, untungnya hilang, dan yang kaya malah mereka yang sudah terlalu kenyang.” Setengah berbisik dia memastikan “apa yang dia hisap masih tetap kopi bukan asap kebohongan.”
Makassar, Maret 2025
Leave a Reply