Sebuah Kisah Jumat Pagi
Sebuah Kisah Jumat Pagi
Oleh: Telly D *)
Jumat pagi itu, ketika mentari masih malu-malu menyembulkan sinarnya, saya baru saja hendak membaca saat getaran ponsel membuyarkan niat tersebut. Sebuah panggilan masuk, mengejutkan saya. Rasanya tidak ada janji yang saya buat di hari Jumat, hari yang selalu saya usahakan untuk bebas dari kesibukan agar dapat lebih banyak merenung dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Namun, kejutan manis datang dari teman lama saya, Pak Haji Alimuddin Sahibe. Dengan suara hangat, beliau mengabarkan bahwa ia berada di depan rumah saya, berdiri di balik pagar yang terkunci.
“Apa saya mengganggu?” tanyanya dengan sopan.
“Tentu tidak, Pak Haji. Tunggu sebentar,” jawab saya sambil tergopoh-gopoh menuju pintu.
Membuka pagar untuk seorang sahabat lama memberikan rasa bahagia yang tak terperi. Kunjungan ini benar-benar tak saya duga. Rupanya, sapaan singkat saya di grup WhatsApp beberapa waktu lalu menjadi pemantik silaturahmi yang penuh berkah ini.
Dalam ajaran Islam, silaturahmi adalah jembatan kasih sayang, penghubung hati yang tak pernah lekang oleh waktu. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi” (HR. Bukhari dan Muslim). Pagi itu, saya merasakan betul bagaimana tali kasih itu kembali tersimpul erat.
Penulis dengan Akila, Cucu dari Alimuddin Sahibe. Foto: Dokumen Pribadi
Pak Haji tidak datang sendiri. Bersamanya ada cucu kecilnya, Akila, seorang gadis mungil berusia tujuh tahun dengan pipi kemerahan seperti apel segar. Ketika memperkenalkan dirinya, Akila melakukannya dengan penuh percaya diri, seperti seorang diplomat cilik yang fasih berbicara di hadapan audiensi besar. “Nama saya Akila,” katanya, dengan senyum yang melengkung sempurna. “Saya mau jadi dokter kalau besar nanti.”
Ucapan polosnya membuat saya terkesan. Di usia semuda itu, Akila sudah memiliki visi yang jelas, seolah-olah ia adalah sebuah tunas pohon yang tumbuh dengan arah yang pasti.
Saya yakin, ini adalah hasil dari pendidikan yang baik dari orang tuanya, yang telah menanamkan nilai-nilai kepercayaan diri dan cita-cita sejak dini. Dalam Islam, anak adalah amanah, dan mendidiknya dengan baik adalah tanggung jawab besar yang harus dipenuhi. Akila adalah contoh kecil dari bagaimana keluarga yang penuh kasih sayang dapat membentuk kepribadian yang luar biasa.
Pertemuan kami di ruang tamu keluarga menjadi ajang nostalgia yang penuh tawa. Saya dan Pak Haji berbincang panjang lebar, mengingat masa lalu dengan canda renyah. Setiap kisah yang kami ceritakan seperti anak sungai kecil yang akhirnya bermuara pada satu sungai besar: kebahagiaan. Silaturahmi ini bukan hanya menjadi pertemuan fisik, tetapi juga pertemuan jiwa. Kami saling mengisi kembali kekosongan yang selama ini tercipta karena kesibukan masing-masing.
Dalam perspektif pertemanan, silaturahmi adalah pupuk yang menyuburkan hubungan, menjaganya tetap hidup meski terpisah oleh jarak dan waktu.
Akila, dengan keluguannya, menjadi bintang kecil dalam pertemuan itu. Ia hanya duduk manis tanpa mengganggu memberikan kami kesempatan untuk mengobrol bahkan dia pandai mengambil gambar kami.
Anak-anak, dengan segala kepolosannya, adalah cermin dari ketulusan dan kejujuran. Kehadirannya mengingatkan kami bahwa hidup ini seharusnya sesederhana tawa seorang anak, penuh kegembiraan dan tanpa beban.
Dalam Islam, silaturahmi adalah salah satu wujud nyata dari ukhuwah Islamiyah. Ini adalah manifestasi kasih sayang Allah SWT kepada umat-Nya. Melalui silaturahmi, kita belajar untuk saling menghargai, memahami, dan mendukung. Tidak hanya itu, silaturahmi juga menjadi cara untuk merawat persahabatan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Perumpamaan dua orang yang bersahabat adalah seperti dua tangan yang saling membasuh” (HR. Abu Daud). Silaturahmi mempererat ikatan, membuat yang jauh terasa dekat, dan yang renggang menjadi erat kembali.
Kunjungan Pak Haji Alimuddin Sahibe pagi itu adalah hadiah kecil namun penuh makna. Seperti embun yang menetes di ujung daun, memberi kesejukan pada hati yang gersang. Pertemuan kami mengajarkan bahwa dalam kesederhanaan, terdapat kebahagiaan yang tulus. Dan dalam silaturahmi, terdapat keberkahan yang tak terhingga.
Jumat pagi itu bukan hanya tentang sapaan teman lama, tetapi juga tentang bagaimana Allah SWT memberikan cara untuk mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan. Silaturahmi, seperti pohon yang rindang, memberikan keteduhan bagi siapa saja yang mendekatinya. Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan untuk merawat pohon itu, agar akarnya kokoh dan buahnya selalu manis, layaknya pertemuan saya dengan Pak Haji Alimuddin Sahibe dan cucunya, Akila, yang manis dan menggemaskan.
Makassar, 10 Januari 2025
*) Telly D., nama pena dari Daswatia Astuty, pemerhati pendidikan, Pekerja sosial kemanusiaan, Penasihat komunitas RVL dan penulis 42 buku.
Leave a Reply