KETEKUNAN YANG BERBUAH MANIS

KETEKUNAN YANG BERBUAH MANIS
Oleh: Telly D.
“Kesabaran adalah jembatan yang menghubungkan mimpi dengan kenyataan. Ketekunan adalah kendaraan yang mengantar kita ke tujuan.”
Di sebuah kafe “Kami Kamu” yang tenang dan asri, suasana hangat, pertemuan kami terasa begitu istimewa. Kafe ini terletak di sekitar Unesa, sebuah perumahan elit The Singapore of Surabaya, dengan dinding berhiaskan mural sederhana yang memancarkan suasana kreatif. Musik akustik lembut mengalun di latar, melengkapi aroma sedap dari sajian khas mereka yang segar dan menggoda.
Di hadapan kami tersaji cendol nangka yang dingin dan gurih menyegarkan, serta nasi ikan dori sambal matah yang harum menggugah selera. Kami–saya dan Much. Khoiri, pembimbing yang setia mendampingi perjalanan panjang saya–duduk bersama untuk mensyukuri pencapaian yang tak mudah selesainya: buku Memoar Warisan Keberanian: ‘Menembus Batas.’
Perjalanan tiga tahun yang penuh jatuh bangun akhirnya berujung pada momen ini. Memoar tersebut adalah karya yang sangat personal, sebuah penghormatan bagi putri saya yang telah meninggal beberapa tahun silam. Buku ini bukan sekadar tulisan, tetapi simbol perjuangan, cinta, dan keberanian untuk menembus batas-batas kehidupan. Proses menyelesaikannya terasa seperti menapak jalan berbatu, penuh air mata, dan rasa rindu yang memilukan tak terucapkan.
Selama tiga tahun, saya mencoba menuangkan kenangan, kisah keberanian, dan nilai-nilai yang diwariskan putri saya ke dalam bentuk tulisan. Namun, proses itu sering kali terhenti di tengah jalan. Setiap kali saya menggoreskan pena, ada gelombang emosi yang begitu dahsyat, menenggelamkan semangat saya. Kadang, pena terasa terlalu berat, dan saya membiarkan naskah ini terbengkalai untuk waktu yang lama.
Dalam masa-masa itulah Much. Khoiri hadir sebagai pembimbing yang sabar. Beliau seorang dosen sastra dan budaya di Unesa, adalah penulis prolifik yang dikenal luas di dunia literasi. Tak hanya menguasai teori, ia juga seorang praktisi yang konsisten menghasilkan karya. Beliau membimbing saya dengan ketekunan, memberi ruang bagi emosi saya, tetapi tetap mendorong saya untuk terus maju.
Di sela proses itu, saya tetap menulis tidak untuk memoar ini, melainkan untuk mengalihkan rasa berat yang saya rasakan. Selama tiga tahun, saya menyelesaikan 40 buku lain (baik mandiri maupun antologi), tetapi memoar ini selalu menjadi luka yang tertunda.
Hingga sebuah momen di awal tahun ini mengubah segalanya. Sebuah keajaiban. Saya mengikuti kopdar (kopi darat) komunitas menulis Rumah Virus Literasi (RVL) di kota Malang, sebuah pertemuan literasi yang diisi dengan diskusi hangat, berbagi pengalaman, dan energi kolektif dari para penulis yang saling mendukung. Suasana kopdar tersebut memberikan dorongan yang luar biasa. Saya pulang dengan semangat baru, dan dalam waktu dua minggu setelah itu, saya akhirnya berhasil menuntaskan Memoar Warisan Keberanian: Menembus Batas.
Momen pasca-kopdar itu adalah salah satu periode paling produktif dalam hidup saya. Seperti yang sering disebutkan oleh para ahli kreativitas, ada masa-masa ketika seorang penulis memasuki zona produktivitas yang begitu intens sehingga mereka menulis tanpa mengenal waktu, seolah berada dalam keadaan flow. Menurut psikolog Mihaly Csikszentmihalyi, flow adalah kondisi di mana seseorang sepenuhnya tenggelam dalam aktivitas, mengalami fokus mendalam, dan kehilangan kesadaran akan dunia luar.
Dalam periode ini, menulis terasa seperti kebutuhan mendesak, hampir seperti kecanduan. Penulis Amerika terkenal, Stephen King, pernah menggambarkan fase seperti ini dalam bukunya On Writing. Ia menyebut bahwa menulis di puncak produktivitas bisa terasa seperti “dikejar sesuatu yang tak terlihat.” Itulah yang saya alami. Tidak ada lagi batasan waktu, tidak ada lagi rasa lelah hanya dorongan untuk menuangkan setiap emosi, kenangan, dan cerita ke dalam kata-kata.
Kini, duduk di kafe bersama Much. Khoiri, saya mengingat kembali semua itu. Kami membicarakan jatuh bangun perjalanan ini, masa-masa ketika saya hampir menyerah, momen-momen kecil yang memberikan harapan, hingga dorongan akhir yang membuat saya menyelesaikannya. Setiap potongan cerita terasa lebih bermakna ketika diulas kembali, seperti melihat perjalanan yang dulu berat kini menjadi peta keberhasilan.
Saya sangat ingin meledakkan semua kebahagiaan ini, namun saya menahannya. Saya masih menunggu saat tepat yaitu ketika tulisan-tulisan itu sudah berwujud buku. Saya punya keiinginan menangis sejadi-jadinya, melepaskan semua beban kepiluan yang menyesakkan dada selama menulisnya. Bulu kuduk saya selalu merinding setiap keinginan puncak itu saya impikan.
Sambil menyeruput cendol nangka yang manis, gurih dan segar, saya merasa kelegaan luar biasa. Nasi ikan dori sambal matah di depan saya adalah simbol kecil perayaan ini sementara, kesederhanaan yang sarat makna.
Much. Khoiri tersenyum sepanjang perbincangan kami. Ia tidak banyak bicara, tetapi kehadirannya cukup untuk menyiratkan kebanggaan dan dukungannya. Ia tahu betapa sulitnya perjalanan ini, dan betapa besar pencapaian yang saya raih.
Bagi saya, perjalanan ini adalah pelajaran besar tentang ketekunan. Tiga tahun bukan waktu yang singkat, tetapi setiap detiknya berarti. Proses ini mengajarkan saya bahwa menulis bukan sekadar tentang menghasilkan karya, tetapi juga tentang menyembuhkan, memahami diri sendiri, dan menemukan keberanian untuk melangkah maju.
Memoar ini menjadi penghormatan untuk putri saya, sekaligus juga hadiah untuk diri saya sendiri. Hadiah atas keberanian saya untuk menghadapi kesedihan, untuk terus berusaha meskipun berat, dan untuk menyelesaikan sesuatu yang pernah saya pikir mustahil.
Ketika saya meninggalkan kafe itu dengan hati penuh rasa syukur, buku Memoar Warisan Keberanian: Menembus Batas, kini bukan lagi sekadar naskah, tetapi simbol dari kekuatan manusia untuk bangkit dari duka dan menciptakan sesuatu yang bermakna. Dan Much. Khoiri, pembimbing yang tak pernah lelah membimbing saya, adalah saksi sekaligus bagian tak terpisahkan dari perjalanan ini.
Begitulah, ketekunan memang selalu berbuah manis.
Pakuwon City Surabaya, 23 November 2024
Leave a Reply