Udang Black Tiger dan Coto Makassar
Udang Black Tiger dan Coto Makassar
Oleh: Telly D.
“Kebersamaan adalah rasa yang tak ternilai.”
(Daswatia Astuty)
Malam itu, di kediaman saya yang sederhana terasa semakin hidup dengan kedatangan sahabat lama, Abdul Karim. Dia berkunjung ke Makassar dengan tugas menjadi pembicara dalam suatu kegiatan, kemudian setelah selesai dia mengunjungi kami sekeluarga bahkan menginap di rumah.
Mengetahui Pak Karim ada di kediaman saya, kemudian sahabat lama Pak Asmar juga datang berkunjung, keduanya adalah kolega suami saya. Seperti biasa, pertemuan ini adalah kesempatan bagi kami untuk bertukar kabar, mengenang masa lalu, dan menikmati kebersamaan yang jarang kami rasakan.
Di atas meja makan, terhidang hidangan yang telah saya persiapkan Udang Black Tiger, dengan ukuran besar dan daging yang kenyal serta manis, memiliki kualitas ekspor yang sangat dihargai di pasar internasional, terutama di Jepang.
Udang Black Tiger (Penaeus monodon) adalah salah satu jenis udang yang populer di industri perikanan dan kuliner. Jenis ini dikenal dengan ukuran tubuhnya yang relatif besar dan bercorak garis-garis hitam pada bagian cangkang, yang memberinya nama black tiger atau udang harimau. Ciri fisik ini membuatnya mudah dikenali, dan rasa serta teksturnya yang lembut menjadikannya sangat populer sebagai bahan makanan di seluruh dunia.
Pak Karim, Pak Asmar, dan Pak Djadir Sedang Menunggu Proses Pembakan Udang. Foto: Dolumen Pribadi
Keistimewaan udang ini adalah rasanya yang begitu kaya, mampu menyerap bumbu dengan sempurna, menjadikannya sempurna untuk dipadu dengan hidangan seperti Coto Makassar yang gurih dan berempah.
Kami duduk melingkar di meja makan dan memanggang udang beramai-ramai, aroma wangi bakaran mulai menyebar ke seluruh penjuru ruangan, bercampur dengan wangi rempah dari Coto Makassar yang panas mengepul. Menaikkan tensi selera makan kami.
Coto Makassar sebuah hidangan legendaris dari tanah Makassar yang membawa jejak sejarah panjang. Konon, coto ini awalnya dibuat sebagai hidangan istimewa untuk para raja dan bangsawan kerajaan Gowa. Dibuat dengan bahan dan bumbu khas seperti kacang tanah, bawang putih, serai, dan ketumbar, Coto Makassar menjadi simbol kekuatan, melambangkan kemakmuran tanah Sulawesi yang kaya rempah.
Pak Asmar, dan Pak Djadir Sedang Menunggu Matangnya Udang Bakar. Foto: Dolumen Pribadi
Menurut legenda, Coto Makassar pertama kali dibuat oleh seorang koki kerajaan yang ingin menyajikan hidangan yang unik dan beraroma kuat bagi sang raja. Untuk memperkuat cita rasa, sang koki memadukan daging sapi terbaik dengan rempah-rempah pilihan yang diperoleh dari berbagai penjuru nusantara.
Rasa yang dihasilkan ternyata luar biasa, memikat hati sang raja dan para bangsawan. Sejak itu, Coto Makassar tidak hanya menjadi hidangan kerajaan, tetapi juga budaya dan kekayaan alam Makassar, diwariskan dari generasi ke generasi.
Pak Asmar Memeriksa Matangnya Udang Bakar. Foto: Dolumen Pribadi
Kini, Coto Makassar adalah salah satu masakan yang menjadi ikon Sulawesi Selatan dan dikenal luas. Dipadu dengan udang bakar Black Tiger, yang kelezatannya sudah mendunia, hidangan ini menjadi representasi sempurna dari warisan kuliner yang menghubungkan tradisi lokal dengan kualitas global.
“Wah, ini pasti udang yang luar biasa. Sepertinya bukan sembarang udang, ya?” kata Abdul Karim, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.
Saya tersenyum, mengangguk. “Ini adalah udang Black Tiger, salah satu jenis udang yang paling banyak diekspor ke luar negeri, terutama ke Jepang. Di sana, udang ini digunakan dalam hidangan seperti:
Ebi Tempura, udang yang dibalut adonan tepung ringan dan digoreng hingga renyah. Tempura biasanya disajikan dengan saus dipping berbasis kedelai yang sedikit manis, yang menambah cita rasa pada hidangan ini.
Ebi Nigiri Sushi, yaitu nasi sushi yang diberi irisan udang segar di atasnya. Rasa manis dan lembut dari udang berpadu sempurna dengan rasa asam dari cuka beras pada nasi sushi, menghasilkan hidangan yang sederhana namun menggugah selera.
Yaki Ebi, udang bakar yang dibumbui dengan sedikit garam dan kecap asin sebelum dibakar, menonjolkan rasa alami dari udang yang manis dan gurih. Terkadang, ditambahkan saus teriyaki untuk memberikan rasa manis gurih pada udang bakar ini.
Ebi Maki, bahan isian berupa udang yang dibungkus dengan nori (rumput laut) dan nasi, serta kadang dilengkapi dengan sayuran atau bahan pelengkap lainnya. Tekstur udang yang kenyal memberikan kontras menarik dengan lembutnya nasi dan nori yang renyah.
Ebi Shum ai, pangsit kukus yang diisi dengan campuran daging udang yang dihancurkan, tepung terigu, dan bumbu-bumbu. Rasa udang yang manis dan gurih berpadu dengan tekstur kenyal, menciptakan hidangan yang nikmat.
Dengan kualitasnya yang tinggi dan rasa yang khas, udang Black Tiger sangat dihargai di Jepang dan sering digunakan dalam berbagai masakan baik tradisional maupun modern.
Rasanya yang manis dan teksturnya yang kenyal sangat cocok untuk berbagai masakan. Tapi kali ini, saya memadukannya dengan Coto Makassar hidangan khas Makassar yang kaya rempah, dengan rasa yang sangat unik.
Pak Asmar, segera menjepit udang, melumurinya dengan saos BBQ dan membakarnya dengan keterampilan yang sangat baik. Aroma bakaran menjalar mengisi ruangan bergabung dengan aroma coto yang masih mengepul. Ketika udang bakar tersebut telah matang maka kami menikmatinya bersama.
Ketika mengigit udang bakar tersebut ekspresi wajah mereka langsung berubah, seolah ia sedang menemukan pengalaman baru dalam setiap gigitannya. “Kekenyalan udangnya luar biasa., dan rasa manisnya begitu menggoda. Tak pernah saya merasa kelezatan udang seperti ini saat makan udang,” ujarnya, sambil tersenyum lebar.
Kami tertawa bersama, merasakan kebahagiaan dalam kesederhanaan malam itu. Begitu kami mulai menikmati udang Black Tiger dengan Coto Makassar yang gurih dan pedas, rasa keduanya berpadu sempurna, Udang yang kenyal dan manis mengimbangi kekayaan rempah dan daging sapi yang lembut dalam Coto Makassar, menciptakan perpaduan rasa yang luar biasa. Suamiku berbaur menikmati kebahagiaan ini sekalipun dia tak ikut mencicipi hidangan ini.
Abdul Karim mengangkat mangkuk Coto Makassar dengan penuh semangat. “Saya tidak menyangka dua rasa ini bisa berpadu begitu sempurna. Rasa gurih dan pedasnya dari Coto Makassar, berpadu dengan manisnya udang Black Tiger. Ini benar-benar hidangan yang luar biasa!”
Malam itu, kami bercerita, tertawa, dan menikmati kebersamaan yang sudah lama kami tak lakukan bersama. Suasana hangat tidak hanya berasal dari api yang memanggang udang, tetapi juga dari kisah-kisah yang saling kami bagi. Seiring dengan berjalannya waktu, kami mulai mengenang kenangan-kenangan lama tentang masa muda kami yang penuh warna, tentang keluarga, pekerjaan, dan perjalanan hidup yang telah kami jalani.
Udang Black Tiger yang kami nikmati menjadi simbol kebersamaan malam itu. Rasanya yang manis dan lembut, dipadu dengan Coto Makassar yang kaya rempah, membawa kami pada kenangan dan kehangatan yang dalam. Malam ini momen kecil yang penuh arti tentang sahabat, kebersamaan, dan tawa yang menyejukkan hati.
Seiring waktu yang terus berjalan, kami tetap terhanyut dalam percakapan, saling mendengarkan dan berbagi. Udang Black Tiger yang telah berpadu dengan Coto Makassar seperti itu pula persahabatan kami selalu penuh rasa yang indah, saling melengkapi.
Makassar, 8 November 2024
November 9, 2024 at 3:48 am
Astuti
Kuliner persahabatan dan edukasi sejarah makanan menyatu di tulisan ini. Ini lah creative writer.