June 17, 2024 in Uncategorized

Makna Simbolis Wukuf di Arafah

Makna Simbolis Wukuf di Arafah

Oleh Telly D.


Dalam hidup ini ada beberapa pengalaman yang menakjubkan bagi saya, kesannya sangat mendalam sehingga kenangannya saya bawa sepanjang hidup. Salah satunya adalah pengalaman melaksanakan ibadah haji, khususnya pelaksanaan wukuf di Arafah.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Haji itu adalah Arafah.” (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i). Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya wukuf di Arafah dalam ibadah haji. Wukuf di Arafah salah satu rukun haji yang paling utama, sehingga dapat dikatan tidaklah sah ibadah haji seseorang jika tidak melaksanakan wukuf di Arafah.

Di waktu yang bersamaan pada tanggal 9 Dzulhijjah setelah tergelincirnya matahari hingga terbenamnya, jamaah haji diwajibkan wukuf (berhenti atau berdiam) di Arafah, daerah yang berada sekitar 17 km arah Tenggara dari Mekah.

Betapa spektakulernya kondisi ini. Di waktu yang bersamaan di tempat yang sama secara serentak ratusan ribu jemaah yang sementara melaksanakan ibadah haji baik yang sehat maupun yang tidak sehat, dari seluruh penjuru dunia tanpa membedakan warna kulit, suku bangsa, dan bahasa dengan berpakaian ihram duduk bersama bersimpuh merendahkan diri, berdoa, berzikir, beristighfar, menengadahkan tangan memohon ampunan dari Allah SWT. Ketika itu langit dan bumi bersatu dalam ampunan Ilahi.

Membuat pemandangan padang Arafah dan sekitarnya menjadi lautan manusia dengan gelombang zikir yang menghipnotis. Pemandangan yang sangat menakjubkan menggetarkan jiwa dan membuat air mata berurai menetes mengenang perjalanan panjang yang telah dilewati untuk sampai bisa bersimpuh bersama muslim sedunia di Padang Arafah. Betapa bersyukurnya, pengalaman batin yang luar biasa.

Suasana di Dalam Tenda di Arafah. Foto: Dokumen Pribadi

Inilah momen puncak dari pelaksanaan ibadah haji dimana momen introspeksi dan spiritual sangat kuat, jamaah haji merasa Allah SWT lebih dekat dengan hamba-Nya dan meyakini diampuni segala dosa-dosanya.

Hadis Nabi Muhammad SAW pun menegaskan pentingnya hari ini dengan menyatakan bahwa tidak ada hari di mana Allah membebaskan lebih banyak hamba dari neraka selain pada hari Arafah. Hal itu sejalan dengan ayat Al-Quran bahwa “Allah mengampuni dosa-dosa semuanya,” (QS. Az-Zumar: 53) mencerminkan harapan besar bagi para jamaah untuk meraih ampunan.

Lebih jauh wukuf di Arafah tidak hanya memiliki makna spiritual yang mendalam bagi umat Islam, tetapi juga disebutkan dalam ajaran Islam sebagai saksi di hari kiamat.

Suasana di Luar Tenda Sekitar Jabal Rahmah Arafah. Foto: Dokumen Pribadi

Dalam Surah Az-Zalzalah, dijelaskan bahwa pada hari kiamat, bumi akan mengguncangkan segala isinya dan mengungkapkan semua peristiwa yang terjadi di atasnya, sebagai kesaksian terhadap amal perbuatan manusia.

Istrahat di Luar Tenda di Padang Arafah. Foto: Dokumen Pribadi

Wukuf di Arafah, sebagai bagian penting dari ibadah haji, menjadi momen di mana doa dan perbuatan baik jamaah dicatat dan akan memberikan kesaksian di hadapan Allah.

Dengan demikian, wukuf di Arafah tidak hanya menjadi rukun haji yang esensial, tetapi juga simbol kuat dari kesaksian atas amal perbuatan manusia di hari kemudian.

Oleh sebab itu, di tengah gemuruh doa dan zikir yang mengisi udara, beberapa dari jemaah haji untuk membawa pulang kenang-kenangan yang tidak biasa, tanah atau tali pengikat tenda dari Arafah. Tindakan ini, meskipun tidak diwajibkan dalam ajaran Islam, memiliki makna simbolis dan spiritual yang dalam bagi para jamaah.

Istrahat di Luar Tenda di Padang Arafah. Foto: Dokumen Pribadi

Arafah bukan sekadar tempat fisik belaka, melainkan medan rohani yang membangkitkan kesadaran akan ketuhanan dan pengampunan. Saat jamaah berdiri di bawah terik matahari, berdoa, beristighfar, dan memohon ampunan kepada Allah, tanah di bawah kaki mereka menjadi saksi akan momen-momen suci ini.

Tanah Arafah tidak lagi sekadar tanah biasa; bagi banyak jamaah, ia adalah saksi bisu dari taubat mereka dan kesungguhan dalam menyerahkan diri kepada Allah.

Mengambil tanah dari Arafah tidak hanya sekadar mengoleksi benda fisik, tetapi juga mengekspresikan rasa terhubungnya jamaah dengan tempat yang penuh berkah ini.

Suasana di Dalam Tenda di Arafah. Foto: Dokumen Pribadi

Tanah tersebut menjadi pengingat akan momen-momen spiritual yang mereka alami di sana, sebuah kenangan yang mereka bawa pulang untuk menguatkan iman dan memperdalam hubungan dengan Tuhan. Bagi mereka, tanah Arafah bukanlah sekadar tanah, melainkan simbol pengalaman sakral yang tak terlupakan.

Tak hanya itu, tetapi pengambilan tali pengikat tenda juga memiliki makna yang mendalam. Tali-tali ini, yang sehari-harinya memayungi jamaah dari terik matahari Arafah, menjadi lambang perlindungan dan ketahanan spiritual.

Jamaah merasa bahwa membawa pulang sebagian dari benda ini adalah cara untuk mengenang kewajiban mereka dan komitmen spiritual yang mereka buat selama wukuf. Ini menjadi pengingat fisik akan kesetiaan mereka dalam menjalankan tugas agung ini, serta tekad untuk mempertahankan nilai-nilai haji dalam kehidupan sehari-hari.
Secara simbolis, tanah dan tali Arafah juga mencerminkan keyakinan akan pengampunan dosa yang luas di tempat ini. Sebagaimana dijelaskan dalam ajaran Islam, Allah SWT amat dekat dengan hamba-Nya pada hari Arafah, siap menerima taubat dan menganugerahi pengampunan.

Dengan membawa pulang sesuatu dari Arafah, jamaah mengabadikan momen pengampunan ini dalam bentuk yang dapat mereka sentuh dan rasakan, memperkuat rasa ketaatan dan pengharapan mereka kepada Allah. Namun, perlu diingat bahwa tindakan ini tidak diwajibkan dan sama sekali tidak ada tuntunannya dalam agama Islam.

Akhirnya wukuf di Arafah bukan hanya merupakan puncak dari rangkaian ibadah haji, tetapi juga momen yang penuh makna spiritual dan simbolis. Arafah menjadi simbol pengampunan Allah yang luas, sebuah tempat di mana dosa-dosa diampuni dan diperbarui dengan rahmat dan keberkahan. Melalui wukuf di Arafah, menjadi isyarat bagi saya akan pentingnya taubat, kesetaraan, dan pengabdian tulus kepada Allah SWT, menjadi pengalaman yang membekas sepanjang hidup saya.

“Selamat Idul Adha.”

Makassar, 10 Dzulhijjah 1445 H, tahun 2024 M




2 Comments

  1. June 17, 2024 at 8:52 pm

    Much. Khoiri

    Reply

    Catatan perjalanan haji yang cakep dan berisi.

    1. June 17, 2024 at 9:00 pm

      Telly D

      Reply

      Terima kasih Abah Khoiri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

By browsing this website, you agree to our privacy policy.
I Agree