CINTA TERBESAR

Pentigraf
CINTA TERBESAR
Oleh: Telly D.
Ibrahim melangkah perlahan di atas pasir yang tak menjanjikan kehidupan. Ismail kecil tergolek tenang dalam dekapan Hajar, wajahnya bersinar walau matahari menggigit. Tak ada gemercik air, tak ada naungan pohon. Hanya keheningan dan keyakinan yang menuntunnya berhenti di gurun gersang, jauh dari apa pun yang lazim disebut rumah.
Di sana, ia meninggalkan orang yang paling dicinta, karena terlalu percaya. Pada langit yang memerintah. Pada Tuhan yang menjanjikan. Pada doa yang dilangitkan dari dada remuk seorang ayah: “Rabbanā innī askantu min ẓurriyyatī biwādin ghayri dhī zar‘in ‘inda baytika al-muḥarrami ….”
Setelah langkahnya menjauh, doa itu tinggal bergema, menggema di antara batu, angin, dan waktu. Hajar tidak menangis. Ia berdiri tegak di antara percaya dan pasrah, menatap gunung-gunung bisu yang tak menjawab. Dan Ibrahim tak menoleh, sebab hatinya telah ditambatkan pada Tuhan-Nya. “Cinta terbesar adalah ketika kau pergi… demi taat.”
Makassar, Juni 2025
Sumber: Al-Qur’an, Surah Ibrahim 37
Leave a Reply