DI ANTARA DIAM DAN SUARA

Pentigraf
DI ANTARA DIAM DAN SUARA
Oleh: Telly D.
Dulu aku kira, diam adalah puncak dari kesabaran terutama dalam ibadah. Maka ketika rombonganku salah tenda dan tertinggal jadwal, aku memilih diam. Saat makanan datang terlambat dan obat lambungku tak kunjung diminum, aku menahan napas dan tetap diam. Bahkan ketika seorang jemaah lansia terjatuh karena tak ada yang membantunya membawa koper, aku hanya beristighfar sambil menahan gemuruh yang tak pernah tumpah. Dalam pikiranku, diam adalah ketakwaan yang paling halus.
Tapi malam itu, di pelataran masjid, aku duduk bersama seorang jemaah asal Maroko. Kami bicara tentang Nabi mengenai akhlak, tentang keberanian menyampaikan yang benar. Ia berkata, diam itu mulia, tapi menyuarakan kebenaran juga bagian dari sunnah. Kalimatnya menancap pelan, seperti embun yang meresap pada batu yang panas. Akhirnya aku mulai sadar, mungkin selama ini aku bukan sedang bersabar, tapi sedang bersembunyi.
Untuk pertama kalinya, aku mengangkat tangan dan bertanya, “Apakah bisa disediakan air minum lebih awal untuk lansia?” Suaraku gemetar, tapi untuk pertama kalinya pula, hatiku terasa lebih tenang daripada diam.
Makassar, Mei 2025
May 31, 2025 at 8:02 am
Jesse1464
https://shorturl.fm/DA3HU
May 29, 2025 at 5:01 am
Briley1156
https://shorturl.fm/j3kEj