NIKMAT YANG MENJERAT

Pentigraf
NIKMAT YANG MENJERAT
Oleh: Telly D.
Pak Rezki hidup seperti namanya, rezekinya melimpah dari segala arah. Harta datang seperti angin dari barat dan timur, dari ladang dan langit, dari bisnis dan hadiah. Membuatnya makan berlebih hingga tak kenal lapar, tidur berlebih hingga lupa subuh, bicara berlebih hingga menenggelamkan zikir. Bahkan tawanya pun sering melampaui batas, seperti ingin menutup suara nasihat yang lembut dari istri dan anak-anaknya.
Di balik segala limpahan itu, ada kekosongan yang mengendap. Rumah besarnya tak pernah dijadikan tempat berbagi ilmu, mobil mewahnya lebih sering dipamerkan di parkiran masjid daripada dipakai menjemput dhuafa. Ia bersedekah, tapi dengan nama dicetak besar di spanduk. Ia membangun masjid, tapi tak pernah berlama-lama di dalamnya. Ayat-ayat Allah sering ia dengar, tapi tak satu pun benar-benar singgah di dadanya. Rezeki yang seharusnya jadi jalan ke surga, justru perlahan menutup pintunya.
Suatu malam, ia terbangun dengan sesak di dada, dilarikan ke rumah sakit. Dalam kesulitan bernapas dia teringat amalnya yang berat miring ke kiri, tersadar nikmat yang dipakai untuk dirinya sendiri. Ia hanya bisa berkata lirih, “Ya Allah… jangan Engkau tarik rezekiku, tapi tariklah cinta berlebihku padanya.” Ajal tak peduli dengan rintihannya.
Makassar, 20 April 2025
Leave a Reply