IZIN TERAKHIR

Pentigraf
IZIN TERAKHIR
Oleh: Telly D.
Rina menjalani lima tahun pernikahan seperti menambal perahu bocor di tengah hujan. Ia mencintai Riko, tapi tidak pernah tahu bagaimana caranya mencintai tanpa takut. Masa kecilnya dipenuhi suara pintu yang dibanting dan isak ibu yang tidak pernah selesai. Ayahnya memilih perempuan lain, dan sejak itu, cinta baginya selalu punya bayangan orang ketiga. Maka ia tumbuh menjadi istri yang memeriksa, mengontrol, dan tak memberi ruang. Ia tak mau seperti ibunya, tapi justru mewarisi ketakutannya.
Malam itu, ketika Riko meminta izin untuk pergi, untuk pertama kalinya, Rina tidak menahan. Ia berkata silakan bebas, tanpa jam pulang, tanpa laporan. Tapi itu bukan bentuk kepercayaan, melainkan kelelahan yang sudah mencapai batas. Ia lelah menjaga sesuatu yang terus ia curigai. Ia lelah menjadi penjaga gerbang, ketika cintanya sendiri mulai terasa seperti penjara. Dalam diam, ia tahu; jika terus begini, ia hanya sedang menyiksa orang yang ia cintai, dan itu mencambuk dirinya sendiri dengan trauma masa lalu.
Malam itu, Riko mengurungkan niatnya untuk keluar. Rina menatapnya dengan mata yang nyaris kering, tapi keesokan paginya, Rico menerima surat pengunduran diri dari status “istri.” “Aku sadar, mencintaimu seperti anak kecil mencengkeram balon terlalu erat, sampai akhirnya meletus di tangan.” Kali ini, Rina yang memilih berjalan keluar sendiri bukan karena menyerah, tapi karena akhirnya Rina ingin bertumbuh.
Makassar, 18 April 2025
Leave a Reply